Alice mendesah, Ia sebenarnya tidak ingin berbohong kepada Peter ataupun Evan tapi ia juga tidak mungkin untuk mengatakan yang sejujurnya. Alice berjalan duduk di sofa tepat berhadapan dengan Evan dan juga Peter, yang ia harus lakukan hanyalah menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Evan dan Peter dengan jawaban yang seperlunya saja, tidak perlu berbohong dan juga tidak sepenuhnya jujur agar ia tak dicurigai lagi oleh Peter dan Evan.
"Baiklah, apa yang ingin kak Peter dan kak Evan tanyakan? Kalian hanya ingin bertanya tentang pekerjaanku saja, bukan?''
Peter menatap mata adiknya dalam-dalam, hanya melalui tatapan mata inilah Peter bisa mengetahui jujur atau tidaknya ucapan Alice. "Ya, semua. Jawab semua pertanyaan kakak dengan jujur."
"Pekerjaanku adalah seorang pengawal khusus kepresidenan di Quirinal Palace yang ditugaskan untuk melindungi Presiden, dengan jawabanku ini bukankah kak Peter dan kak Evan sudah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan yang kalian ajukan kemarin?!"
"KENAPA?!! Dari semua bidang pekerjaan, kenapa kamu harus memilih menjadi pengawal khusus presiden?! Kamu benar-benar sudah gila, Alice!!" Peter berteriak membentak adik kandungnya.
"Lalu apa?! Pekerjaan apa yang menurut kak Peter pantas buatku? Mafia?! Ataukah aku hanya harus bekerja di kantor sepanjang hari menatap layar komputer sampai mataku sakit dan merah?" Alice memprotes ucapan Peter dengan cepat.
"IYA!! Kamu harus mencari pekerjaan yang duduk seharian di kantor dari pada bekerja menjadi pengawal presiden dan hanya mencari mati saja," sahut Peter penuh emosi.
"Lalu kenapa kak Peter memilih menjadi mafia? Apa kak Peter hanya ingin mencari mati? Kenapa bukan kakak saja yang menjadi pekerja kantoran yang hanya duduk seharian menatap layar komputer?!"
"Jangan membalik kata-kata kakak, Alice!! Sekarang ini kita sedang membahas tentang pekerjaanmu, bukan pekerjaan kakak. Dan kalau kamu masih menganggapku sebagai kakakmu, sekarang juga cepat tulis surat pengunduran dirimu dan jangan pernah berhubungan dengan dunia politik ataupun mengambil pekerjaan yang bisa membuatmu terluka," titah Peter.
"Tidak mau," tolak Alice tegas seraya berdiri dari sofa.
"Alice, duduklah!! Dengarkan semua nasihat kakakmu, Peter melakukan ini semua karena ia punya alasan yang kuat. Jadi tolong jangan membantah nasihat kakakmu," pinta Evan.
"Alasan apa yang kak Evan maksud?! Karena kak Evan dan kak Peter takut nasibku akan berakhir tragis seperti Rhea?! Karena Rhea telah menjadi korban kekejaman politik sekaligus korban dari kekejaman mafia seperti kalian, 'kan? Tenang saja, aku tidak akan berakhir tragis seperti Rhea karena aku bukanlah orang yang lemah seperti wanita itu," ujar Alice yang membuat darah Peter mendidih.
"TUTUP MULUTMU, ALICE!! Jangan memaksaku untuk berbuat kasar kepadamu, ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan!! Jangan pernah menyeret nama Rhea ke dalam pembicaraan ini," bentak Peter dengan penuh emosi.
Peter dan Alice kini saling menatap dengan sorot mata penuh kemarahan, kakak adik itu sama-sama tidak mau mengalah karena mempertahankan pendapat masing-masing.
"Peter, Alice!! Berhenti bertengkar!! Cepat kembali ke kamarmu dan beristirahat lah," titah Evan.
"Tidak, Evan!! Aku masih belum selesai berbicara dengan adikku, dia sudah berbicara sembarangan dengan membawa nama Rhea. Aku akan memberi anak ini sebuah pelajaran agar ia tahu cara menjaga mulutnya dan bisa menghargai perasaan orang lain," bantah Peter.
Evan kembali memberi isyarat kepada Alice untuk segera pergi dan gadis itu menuruti perintah Evan, dengan cepat ia pergi meninggalkan ruang kerja Evan dan kembali ke kamarnya. Saat Peter hendak pergi menyusul Alice, Evan dengan cepat menghadang tubuh Peter dan pria itu kemudian memegang kedua bahu Peter untuk menenangkan kemarahan sahabatnya.
"Sudahlah Peter, biarkan Alice beristirahat terlebih dahulu dan kalian berdua jangan bertengkar lagi. Saat ini kalian berdua sama-sama sedang emosi dan hanya akan saling menyakiti saja, untuk masalah Alice lebih baik kita bicarakan setelah emosi kalian berdua sudah reda," ucap Evan yang berusaha menengahi pertengkaran Peter dan Alice.
"AAARRRRGGHH!!"
Peter berteriak kencang untuk meluapkan kemarahannya, dengan kasar ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa lalu ia meremas rambutnya kuat-kuat. Hati Peter kembali diselimuti ketakutan, ia tidak mau terjadi sesuatu kepada adiknya jika gadis itu tetap nekat menjalani pekerjaannya saat ini.
"Tenanglah Peter, nanti kita akan pikirkan sebuah cara untuk bisa membujuk Alice. Alice adalah seorang gadis yang sangat cerdas dan tangguh, dan aku sangat yakin kalau dia punya satu alasan yang kuat dibalik semua keputusan yang telah ia ambil," ucap Evan.
"Apakah aku harus mengirim Alice kembali ke Amerika? Lebih baik aku dan Alice hidup terpisah, saling berjauhan asalkan adikku bisa hidup aman dan nyaman. Daripada ia tinggal di sini tapi nyawanya yang menjadi taruhan, kita bahkan tidak bisa memprediksi kapan musuh-musuh kita akan datang menyerang. Bahkan sampai detik ini pun, aku masih belum bisa melupakan peristiwa penyerangan anak buah Julian, membayangkan adikku terluka saja sudah hampir membuatku gila,"
"Alice sudah dewasa, Peter. Semua keputusan yang sudah ia ambil pastilah sudah ia pikirkan dengan masak-masak, jangan memaksanya untuk melakukan hal yang tidak ia sukai karena ia hanya akan membencimu. Jangan terlalu khawatir, kita berdua yang akan menjaga Alice bersama-sama, Alice juga adikku dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga adik perempuanku," ucap Evan.
"Terima kasih Evan," ucap Peter.
Evan mengangguk cepat lalu ia menghela napas. "Peter, ada satu hal yang sedang aku pikirkan saat ini. Tapi aku tidak tahu apakah ini hanya perasaanku saja atau hanya kebetulan semata."
"Katakan kepadaku, apakah ini ada hubungannya dengan Alice atau hal yang lainnya?" tanya Peter.
"Aku masih memikirkan ucapan Alice tentang Rhea, tadi Alice menyebut kalau kematian Rhea berhubungan dengan kekejaman politik dan mafia. Dari mana Alice bisa mengetahuinya? Apakah kamu yang sudah memberitahu Alice tentang penyebab kematian Rhea?" tanya Evan kepada Peter.
Peter mengerutkan dahinya. "Tidak, aku tidak pernah memberitahu Alice tentang penyebab kematian Rhea," jawabnya.
"Lalu Alice tahu dari mana dan dari siapa?" tanya Evan.
Evan dan Peter kini saling menatap, keduanya saat ini sama-sama merasa bingung dan pikiran mereka dipenuhi banyak pertanyaan terkait ucapan Alice tentang kematian Rhea.
****
Keesokan paginya .... kantor kejaksaan, Roma, Italy.
Pagi ini adalah hari yang sangat sibuk di kantor kejaksaan, begitu pula Iris. Saat ini Iris tengah sibuk melakukan investigasi atas kematian Rhea yang kini berada di bawah penanganannya, akan tetapi tak tahu kenapa ia mengalami banyak hambatan saat menangani kasus Rhea sehingga penyelidikan kasusnya tidak mengalami kemajuan sama sekali.
"Investigator Malvino, apakah kamu sudah mendapatkan data-data tentang kasus penjualan organ tubuh yang aku minta? Dan tolong kirim surat undangan investigasi kepada tuan Evan Luciano untuk datang ke kantor kejaksaan hari selasa minggu depan," pinta Iris.
"Jaksa Iris, saya baru saja mendapat telepon dari kepala jaksa. Beliau meminta jaksa Iris datang ke ruangannya sekarang juga untuk membicarakan tentang kasus kematian Rhea yang sedang jaksa Iris tangani saat ini," kata Malvino.
"Kenapa sangat mendadak? Memangnya apa yang ingin bicarakan kepadaku tentang kasus Rhea?" tanya Iris.
"Entahlah, saya juga tidak tahu. Beliau tadi hanya bilang begitu saja dan tidak mengatakan hal yang lainnya," jawab Malvino
Iris mengangguk pelan, gadis itu kemudian pergi ke kantor kepala jaksa. Iris pikir kalau kepala jaksa akan memarahinya karena perkembangan kasus yang dialaminya sangatlah lambat dan saat ini ia sedang menguatkan mentalnya jika nanti kepala jaksa memarahinya. Akan tetapi pikirannya salah, alih-alih marah, Iris malah mendapatkan kabar buruk dari kepala jaksa.
"Kepala kejaksaan telah memberi perintah untuk menghentikan penyelidikan kasus kematian Rhea, jadi untuk sekarang ini kamu fokus saja menangani kasus yang lainnya," titah kepala jaksa.
"Kenapa? Kenapa kasus Rhea dihentikan begitu saja? Alasannya apa, Pak?" tanya Iris
"Jangan banyak bertanya, ini adalah keputusan dari petinggi kejaksaan dan kamu harus melaksanakan semua perintah yang sudah menjadi ketetapan petinggi kejaksaan, mulai hari ini juga kasus kematian Rhea resmi dihentikan dan ditutup." jawab kepala jaksa dengan tegas.
"Tapi Pak–"
"Tidak ada bantahan Jaksa Iris. Kembalilah bekerja,
Iris merasa sangat kesal dan marah atas keputusan dari petinggi kejaksaan yang dianggapnya tidak masuk akal dan tidak adil bagi mendiang Rhea, bahkan Iris tidak mendapatkan penjelasan apapun serta alasan yang jelas terkait kasus kematian Rhea yang dihentikan secara tiba-tiba. Gadis berambut panjang itu akhirnya pergi meninggalkan kantor kepala jaksa, ia juga tidak bisa protes ataupun menolak keputusan yang sudah ditetapkan oleh petinggi kejaksaan.
Setelah kepergian Iris, kepala jaksa terlihat sedang menelepon seseorang dengan menggunakan telepon kantornya. "Saya sudah sudah memberitahu tentang informasi penghentian penyidikan kasus kematian Rhea kepada jaksa Iris, dan saya juga sudah membereskan semua dokumen kasus penjualan organ tubuh manusia. Jadi, bapak tidak usah merasa khawatir."
Setelah melapor kepada seseorang, kepala jaksa itu menutup sambungan teleponnya, lelaki itu kemudian tersenyum menyeringai penuh kemenangan.
To be continued.