Selamat membaca
.
.
Tidak kuasa menolak seorang lelaki tampan yang menawarkan dirinya tumpangan, akhirnya Helena berakhir dengan berada di dalam satu mobil bersama sang bos tersebut.
"Saya bukan supir kamu, pindah ke depan!" perintah lelaki itu saat Helena memasang posisi duduk di penumpang belakang pengemudi.
Helena pasrah, dia kembali keluar dari dalam mobil, lalu pindah ke kursi penumpang bagian depan.
Setelah duduk dan memasang sabuk pengaman,mobil itu pun bergerak melaju meninggalkan area parkiran menerobos hujan dengan gagah.
"Kamu kenapa? Mau buang air kecil?" tanya lelaki di sebelahnya yang tak lain adalah bos dari Helena.
"Ah, tidak pak!" jawab Helena gugup.
Tangan Helena saling membelit dengan kaki yang terlipat dan terlihat sangat kaku. Tidak heran jika lelaki itu menanyakan pertanyaan sebelumnya.
"Nama mu?" tanya lelaki itu tiba tiba.
"Hah?"
"Saya tidak ingat ada penderita tuli di perusahaan saya," kata lelaki itu menyindir Helena.
"Ah, Nama? Nama Saya Helena pak. Helena Gabriel dari divisi Personalia, sekeksi Administrasi tim 1," Jawab Helena cepat dan gugup, bahkan dia secara spontan mengatakan bagian pekerjaanya.
"Tim Adam?" tanya lelaki itu.
" Iya pak,"
"Tidak usah gugup, saya tidak akan memakanmu!" kata bos tersebut terkekeh. "Jadi apa panggilan mu? Helena atau ah, saya ingat kamu yang sering di panggil Gabi, tapi selalu teriak tidak terima!" lanjut lelaki itu memasang wajah sumringah saat mengingat kejadian lucu yang pernah ia lihat di depan matanya beberapa waktu yang lalu.
"Nama saya Gabriel, Bukan Gabi. Bapak bisa panggil saya Helena, atau biar gampang bapak ketawa aja kalau mau manggil saya!" cerca Helena kesal karena bos di sebelahnya menyebutkan panggilan laknat itu.
"Kenapa ketawa?" tanya lelaki itu menoleh pada Helena.
Mobil berhenti di tengah jalan karena lampu yang semula hijau telah berganti menjadi merah.
"Nama saya kan Helena, 2 kata depannya He, jadi kalo kata 'He' diulangi 2 kali jadinya Hehe, kan itu ketawa!" Jawab Helena gamblang.
Kegugupan gadis itu telah sirna, kini hanya ada rasa kesal karena bosnya justru mengingat nama panggilan yang sering digunakan oleh teman atau senior kantornya.
"Hah? Apa apaan itu! bagaimana bisa begitu!" kata lelaki tersebut.
"Bisa dong pak. Teman saya namanya Renata,panggilannya Rere. Ada juga yang namanya Rain, panggilannya Rara. Masa aku gak boleh bikin kek mereka!" kesal gadis itu melipat tanganya di dada lalu membuang mukanya ke samping.
Mata Helena melirik ke arah traffic light, di sebelah lampu yang menggantung pada sebuah monitor yang menunjukkan angka berapa lama lampu tersebut akan menyala. Saat ini, monitor tersebut menunjukkan angka '54', yang artinya lima puluh empat detik sebelum pergantian warna lampu.
"Sudahlah, saya tidak akan memanggil kamu dengan sebutan Gabi, juga tidak mungkin saya memanggil kamu Hehe, saya akan memanggil kamu Helen saja, bagaimana?" tanya lelaki itu mengulurkan tangannya untuk membuat kesepakatan dengan Helena.
Helena yang mendengar bujukan dari sang bos menoleh dengan ragu, saat melihat tangan sang bos terulur padanya, dia pun mengulurkan tanganya lalu menjabat tangan yang jauh lebih lebar dari pada tangannya sendiri.
"Janji ya pak?" tanya Helena dengan suara seperti anak kecil habis merajuk.
"Iya saya janji."
Saat lelaki itu hendak menguraikan jabat tangan mereka tiba tiba Helena kembali menggenggam tangan tangan itu dengan kuat agar tetap pada posisi yang ama beberapa saat yang lalu. Lelaki itu bingung, dia pun bertanya.
"Ada apa?"
"Saya sudah memperkenalkan nama saya, sedangkan bapak belum. Bukan kah itu tidak sopan?" tanya Helena ragu tanpa berani menoleh pada lelaki yang tangannya ia genggam.
"Saya yakin kamu tahu nama saya," balas lelaki itu.
"Itu tidak adil!" teriak Helena.
Genggaman tangan Helena semakin kuat, hingga membuat lelaki itu sedikit tersentak kaget. Namun ia kembali normal karena itu hanya gerak refleks tubuh. Matanya melirik monitor traffic light, sebentar lagi lampu hijau.
"Baiklah, baiklah. Nama saya Sebastian Arganta. Saya Bos kamu. Sudah!" ucap lelaki itu menguraikan jabat tangan setelah memperkenalkan dirinya.
"Mama bapak Sebastian?" tanya Helena saat mobil telah bergerak kembali.
"Memangnya kamu pikir selama ini nama saya siapa?" tanya lelaki itu tanpa menoleh.
Jalanan yang licin dan kaca yang sedikit buram karena tetesan air membuat lelaki itu harus ekstra fokus.
"Saya kira nama bapak Bastian. Bastian Arganta!" Seru Helena menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Bastian itu panggilan saya,"
Helena mengangguk anggukkan kepalanya, kemudian hening seketika, saat ia tidak sengaja teringat momen dirinya yang tidak sengaja memeluk lengan kokoh dari bos yang ada di sebelahnya. Laki laki yang biasa dipanggil dengan nama Bastian.
"Maaf..." Gumam Helena membuang wajahnya ke samping merasa malu karena sudah ketahuan tidak mengetahui nama bosnya yang benar.
Sedangkan bastian hanya berdehem, sebenarnya dia juga tidak peduli karena itu juga bukan sesuatu yang bisa membuatnya marah atau kesal.
"Setelah ini kemana?" tanya Bastian kepada gadis yang menyandar pada kaca jendela, gadis itu terlihat menikmati sensasi dingin dari air yang mengenai sisi luar kaca jendela.
Helena menoleh pada asal suara kemudian terdiam sejenak. Dia terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya dia berkata.
" Dua persimpangan lagi, belok kanan. Bapak bisa berhentikan saya di minimarket Indomaret yang ada di sana,"
"Kenapa tidak sampai ke rumahmu?" Tanya Bastian
"Saya ngekost pak," kata Helena memberitahu.
"Ya sudah saya antar sampai kosan kamu," kata Bastian pula.
"Tapi-,"
"Sudahlah, jangan membantah lagi. Tunjukkan saja jalannya," kata Bastian memotong ucapan Helena yang hendak menjawab.
"Terserah bapak deh!" kata Helena kesal.
Mereka tidak berbincang lagi, Helena hanya duduk sambil menyandarkan kepalanya pada kaca jendela mobil, sedangkan wajahnya menghadap ke depan. Dia takut melewatkan persimpangan rumahnya.
"Belok kanan pak," kata Helena memberitahu dengan suara serak karena mengantuk. Dia sangat menyukai suasana dingin seperti ini untuk tidur.
"Kamu sendirian di Kost?" tanya Bastian berbasa basi mengenyahkan situasi dingin di antara mereka.
"Saya tinggal sendiri di kamar saya, tapi di kamar lain masih ada orang lain," jawab Helena.
"Ah begitu."
Mereka kembali hening.
"Di depan sana ada indomaret, bapak bisa menurunkan saya di sana," kata Helena kembali memberikan instruksi kepada Bastian.
"Bukan kah saya sudah bilang kalau saya-,"
"Kosan saya ada di atas Indomaret pak!" sela Helena kali ini dia yang memotong Bastian.
"Hah?"
.
.
TBC