Selamat membaca
.
.
Helena duduk menyandar pada kursi yang kini didudukinya. Matanya memperhatikan Alan yang berjalan mendekat padanya setelah mengatakan pesanannya pada si penjual.
"Sayap?" tanya Helena saat Alan duduk di kursi yang berseberangan dengannya, sehingga mereka saling berhadapan dengan meja sebagai pembatas mereka.
"Seperti biasa," jawab Alan tersenyum hingga memperlihatkan taring yang sedikit lebih panjang dan tajam dari orang orang pada umumnya.
Helena selalu menyukai Alan yang tersenyum, karena saat lelaki itu tersenyum akan terlihat lesung pipi kecil, meski hanya satu. Selain itu, yang membuat Helena paling senang adalah saat gigi taring Alan terlihat dan itu sangat menggemaskan di mata Helena.
Mungkin faktor dari dirinya yang tidak begitu memiliki taring. Dari empat gigi taring yang ada di dalam mulutnya, hanya satu yang terlihat seperti taring, dan itu pun pada bagian bawah sebelah kiri. Selebihnya bentuk taringnya adalah kecil dan tumpul pada ujungnya.
Karena alasan itulah, Helena lebih menyukai ikan dari pada ayam. Tapi tetap saja ia lebih sering makan ayam daripada ikan. Karena dia tidak suka makan ikan dari rumah makan, entah karena alasan apa yang pasti jika dimakan di luar dia selalu memesan ayam. Mungkin karena alasan kebersihan, ayam jauh lebih mudah dibersihkan dari pada ikan, sehingga Helena beranggapan ayam lebih aman.
"Eh, aku dikasih parfum sama bos!" kata Helena untuk pertama kalinya mengeluarkan parfum tersebut dari dalam tasnya sejak meninggalkan ruangan Sebastian.
"Hah? Kamu yakin gak nyolong?" tanya Alan terkejut saat melihat kotak yang dikeluarkan oleh Helena, bahkan sebelum gadis itu mengeluarkan isi kotak itu, Alan sudah tahu produk apa itu.
"Tidak!" teriak Helena kesal.
Hari ini entah berapa kali dirinya dituduh mencuri oleh orang orang. Di tambah si Alan yang ikut ikutan.
"Masa iya pak bos kasi kamu parfum semahal ini! Atau kamu jadi simpanan pak bos ya?" tanya Alan heboh sendiri. "Eh tapi pak bos belum nikah," lanjutnya ketika dia mengingat sebuah fakta.
"Emangnya pak bos mau punya simpanan kek aku?" tanya Helena pula pada Alan.
Pertanyaan yang seharusnya Alan yang berikan. Seharusnya kalimat itu berbunyi 'Lah, memangnya pak bos mau sama kamu?' tapi kenapa malah berbalik Helena yang menanyakan pertanyaan itu untuk dirinya sendiri.
"Memangnya kamu mau?" tanya Alan kepada Helena.
Helena menleh pada lelaki remaja yang berusia sekitar 17 atau 18 tahun yang datang dengan nampan yang terdapat dua gelas teh es pada atanya.
"Terimakasih," ucap Helena dengan senyum manis kepada remaja itu.
Setelah remaja itu pergi, Helena menoleh kepada Alan yang sedang melepaskan dasi, kemudian menjawab pertanyaan yang Alan berikan sebelumnya. "Mau dong, ganteng gitu, tajir pula," jawab Helena sekenanya
"Ih, jijik!" kata Alan memukul kepala Helen dengan dasi yang telah dilipat rapi.
"Ya enggak lah, gila kali mau jadi simpanan, kau kira aku gak trauma!" kesal Helena.
Helena mengambil satu keping kerupuk berwarna putih, lalu menggigitnya dengan sadis karena sudah tidak bisa menahan rasa laparnya.
"Tau tak pe!" balas alan pendek, dia tidak ingin melanjutkan pembahasan mengenai simpanan, karena takut melukai perasaan Helena.
"Trus kok bisa dapet ni parfum? Secara ini setara dengan gaji pokok aku sebulan." Kata Alan.
Alan membuka tutup parfum itu, lalu menghirup aroma dari tempat keluarnya parfum. Dia yakin Helena akan memarahinya jika menggunakan parfum itu ketika dirinya dalam keadaan belum mandi seperti ini, karena itulah dia memilih untuk menghidup aromanya dari jalur keluar parfum tersebut.
"Parfum mahal emang beda," gumam Alan masih bisa didengar oleh Helena. "Jadi?" tanya Alan pula menuntut penjelasan gadi yang diam sejak pembahasan 'Simpanan'.
"Tadi pagi aku pergi sama pak Bastian, terus tempat bekal aku ketinggalan. Pas aku mau ambil, aku di tuduh nyuri sama security. Terus aku ditarik paksa ke ruangan pak Bastian, karena lengan aku di cengram, mbak Delima mencoba melihat apakah memar atau tidak. Kau kan tahu beberapa hari yang lalu aku jatuh hingga memar," kata Helena memegang tangannya yang tadi di obati oleh Delima dengan telaten.
"Jadi tangan kamu yang memar waktu itu dicengkram dengan keras sama security? Siapa namanya?" tanya Alan langsung tersulut emosi.
"Gak penting juga, dia udah di marahi sama pak Bastian."kata Helena tidak ingin memperpanjang masalah.
Alan mendesah lelah, kemudian menatap kearah piring yang baru saja diletakkan oleh remaja yang mengantarkan minuman sebelumnya, dan sekali lagi terlihat Helena mengucapkan kata terimakasih pada remaja itu.
Salah satu sifat yang tidak Alan suka dari Helena adalah sifat mengalahnya. Faktanya dia tahu lengan Helena sangat sakit jika tersenggol, dan pasti menjadi sangat menyakitkan saat di cengkram, terlebih oleh lelaki dewasa yang pastinya bertenaga.
Tapi, bukanya membalas, Helena justru enggan mengatakan siapa orang yang telah memperlakukannya dengan tidak baik, dengan alasan bahwa dia telah dimarahi oleh si bos. Tapi tetap saja, dimarahi tidak akan sebanding dengan rasa sakit yang ditahan oleh Helena.
"Jadi, apa hubunganya dengan parfum?" tanya Alan mengalah dengan Helena yang tidak mau membahas pelaku.
"Kak Delima ngobatin pake air panas, terus ditekan ke tempat yang memar. Ya jelas sakit plus pedih, terus aku spontan memberontak dan menarik tangan, mungkin pak Bastian greget, jadi dia menahanku, dan ter ciumlah aroma parfum pak Bastian." Kata Helena dengan gembira bercerita kepada Alan.
"Biar aku tebak, dia menjanjikan parfum ini sebagai imbalan jika kamu menyelesaikan pengobatan yang dilakukan oleh Delima?" tanya Alan menerka kemungkinan yang terjadi, karena sifat polos dan terang terangan Helena pasti membuat bosnya memberikan iming iming jika patuh. 'sudah seperti anak kecil saja' batin Alan.
"Benar!" Balas Helena dengan riang, kemudian tangan Helena masuk kedalam mangkuk pencuci tangan.
Alan hanya terkekeh kemudian ikut mencuci tangan di mangkuk berisi air lainya. setiap orang mendapatkan mangkuk cuci tangan masing masing agar lebih bersih.
"Itadakimasu!" kata Helena setelah membaca doa makan.
"Itadakimasu!" balas Alan.
Mereka mulai menyantap makanan mereka masing masing dalam diam, tampaknya masing masing mereka memikirkan sesuatu, tapi tak seorang pun yang mencoba untuk mengangkat suara. Tidak Helena, tidak juga Alan.
Mereka memilih menikmati hidangan ayam goreng yang di penyet dengan sambal terasi yang khas dari menu ayam penyet dari warung tenda. Kemudian di temani oleh lalapan berupa daun kemangi, kol, dan mentimun sebagai pelengkap.
"Jadi, apakah karena aku akan mendapatkan keponakan, sehingga kau harus menikah?" tanya Helena sambil terus melap menu di hadapannya.
"Aku …,"
.
.
TBC