"Aku rindu kamu."
Kenzo yang mendengar hal tersebut hanya diam dengan raut wajah datar. Tangannya bahkan hanya diam, tidak mencoba mendekat wanita yang saat ini tengah mendekap tubuhnya erat, seakan tidak akan melepaskan karena takut dia pergi. Hingga wanita tersebut tidak juga merasakan pergerakan sang kekasih, membuatnya mengendurkan dekapan dan menatap lekat.
"Kenzo, kamu gak rindu denganku?" tanya wanita tersebut dengan raut wajah sendu yang dibuat-buat.
Kenzo memutar bola mata pelan dan mendesah lirih. Ada rasa kesal yang jelas terlihat di wajahnya. Sampai dia mengulurkan tangan, melepas dekapan di pinggangnya dan menatap tajam. Namun, mulutnya masih saja bungkam, memilih mengabaikan dari pada membuat masalah dengan wanita tersebut. Baginya, wanita di depannya tidaklah lebih dari seorang benalu. Tanpa sepatah kata pun, Kenzo mulai melangkahkan kaki dan siap menuju ke arah meja kerja. Sayangnya, baru satu langkah, dia kembali berhenti karena wanita tersebut mendekapnya dari belakang.
"Kenzo, aku baru saja pulang dan langsung ke sini karena rindu dengan kamu. Aku bahkan mengabaikan rasa lelahku hanya untuk bisa bertemu dengan kamu," ucap wanita tersebut dengan nada manja.
"Kalau begitu, kamu pulang, Eve," sahut Kenzo tanpa perasaan sama sekali. Raut wajahnya bahkan terlihat begitu datar, seperti biasa. Dia mulai menyentak kasar dekapan di pinggangnya, membuat dekapan Eve terlepas dan kembali melanjutkan langkah.
Eve Elea—wanita yang sudah menjadi kekasih Kenzo sejak dua tahun yang lalu karena perjodohan langsung diam, menatap Kenzo dengan mulut setengah terbuka dan perasaan tidak percaya. Dia baru pulang dari luar negeri, menempuh jarak yang begitu jauh dan cukup melelahkan hanya untuk bertemu dengan Kenzo, tetapi pria yang ditemuinya malah mengabaikan dirinya? Rasa kesal dan tidak terima mulai terlihat di wajah Eve. Dia bukan wanita lemah lembut dan juga penyabar. Selama ini semua pria memuja dirinya. Kaki jenjang, kulit mulus dan wajah cantik tanpa noda, ditambah dia yang merupakan anak dari keluarga kaya membuatnya selalu dikagami oleh banyak pria. Tidak hanya pria, bahkan banyak wanita yang iri dengan kecantikannya.
Namun, hal lain dia dapatkan dari Kenzo. Sejak keluarga mereka menjodohkan, tidak pernah ada sikap baik dari pria di depannya. Kenzo selalu abai dengannya. Bahkan pria tersebut tidak pernah sekalipun menghubungi dirinya, membuat Eve merasa cukup tersinggung. Eve mulai menarik napas dalam dan membuang perlahan, sebisa mungkin meredam rasa kesal yang dia rasakan. Dia mencintai Kenzo sejak lama. Pria dengan wajah tampan dengan hidung bangir dan alis tebal tersebut seakan sudah memikat hatinya dengan begitu erat, membuat Eve bahkan selalu mengalah dan berubah menjadi sosok yang sabar.
Karena aku tidak mau kemarahanku membuat kamu semakin menjauh, Kenzo. Sampai kapanpun, aku akan mendapatkan kamu dan kamu hanya milikku, batin Eve dengan raut wajah serius. Hingga dia menarik kedua sudut bibir, membentuk senyum lebar dan melangkah ke arah Kenzo berada.
"Kenzo, ak …."
"Keluar dari ruanganku, Eve," sela Kenzo tanpa menatap ke arah Eve sama sekali. Dia tetap sibuk dengan laptop di depannya, memeriksa beberapa berkas yang baru saja masuk.
Namun, Eve yang mendengar mengabaikannya. Dia terus melangkah, mendekat ke arah Kenzo dengan senyum menawan. Kaki jenjangnya bahkan melangkah indah, seakan menunjukkan lekuk tubuhnya dengan sang kekasih. Dia ingin Kenzo tergoda dengan dirinya. Hingga dia berada di belakang tubuh Kenzo dan mendekap lembut.
"Kenzo, aku merindukan kamu," ucap Eve dengan nada lembut, berusaha menggoda pria di depannya. Tangannya bahkan mulai terulur, menyentuh pundak sang kekasih dan beralih ke arah dada pria tersebut.
Namun, saat Eve bermain di kancing pakaian pria tersebut, Kenzo menghentikan. Tangannya langsung menahan tangan Eve, melepaskan dekapan dan bangkit. Eve yang melihat langsung mengulum senyum, yakin jika Kenzo tidak akan tahan dengan godaan, membuat Eve semakin tersenyum penuh kemenangan. Hingga Kenzo menatap ke arahnya dengan tatapan dingin.
Seketika, Eve yang awalnya merasa begitu percaya diri langsung berubah. Raut wajahnya terlihat begitu takut dengan tatapan tajam yang diberikan Kenzo kali ini. Tidak seperti biasanya, aura yang ditunjukkan Kenzo jauh lebih menyeramkan, seakan siap untuk membunuh. Hingga Kenzo melepas genggaman kasar, membuat Eve yang sejak tadi melamun tersentak kaget.
"Keluar dari ruanganku, Eve!" teriak Kenzo dengan rahang mengeras dan kedua mata melebar, membuat Eve langsung terlonjak kaget.
Bukan hanya Eve, Fira yang masih sibuk dengan tugasnya pun langsung terlonjak kaget. Dia langsung menatap ke arah ruangan yang berada jauh darinya. Terhalang tembok dengan beberapa anak tangga sebelum mencapai ruangan sang atasan, membuatnya langsung bergidik ngeri.
Astaga, apa yang sudah dilakukan wanita itu sampai tuan Kenzo marah, batin Fira dengan raut wajah cemas. Dia bukan mencemaskan nasib wanita yang ada di dalam ruangan tersebut, tetapi dia mengkhawatirkan diri sendiri karena Kenzo yang pasti akan merasa kesal sampai waktu yang tidak ditentukan. Hingga manik matanya menatap pintu terbuka, menghadirkan Eve yang keluar dengan wajah masam.
Fira yang melihat hal itu berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Manik matanya menatap Eve yang sudah menuruni satu per satu anak tangga dan menuju ke arah lift. Hingga tidak beberapa lama, dia melangkah masuk ke lift, membuta Fira mendesah kasaar.
Aku benar-benar membencinya, batin Fira dengan ruat wajah sinis.
Sedangkan di tempat lain, Gisel mendesah kasar ketika kelasnya sudah selesai. Bibirnya mengulas senyum lebar, merasa lega karena setelahnya bisa mengistirahatkan otaknya sejenak sebelum dia kembali ke perpustakaan untuk mencari bahan makalah dan juga tesis miliknya. Dia begitu ingin cepat wisuda, mencari pekerjaan dan hidup mandiri. Meski dia sendiri tidak yakin jika hal tersebut bisa dilakukan, mengingat keluarganya saat ini adalah orang paling kaya dan pemilik perusahaan besar. Dia yakin, papanya akan melarang dia bekerja di perusahaan lain dan lebih parahnya lagi, dia akan dimasukkan di perusahaan di mana Kenzo yang menjadi pimpinan.
Kenzo. Mengingat nama tersebut membuat Gisel mendesah kasar. Tindakan kakaknya kali ini sudah menimbulkan banyak masalah untuknya. Semua orang bahkan sudah membicarakan dirinya yang terlihat seperti wanita murahan, membuatnya memasang raut wajah lesu dan tanpa semangat. Hingga tepukan pelan dia rasakan, membuat Gisel mengalihkan pandangan.
"Kamu kenapa?" tanya Gisel ketika melihat sahabatnya tidak bersemangat.
Gisel yang ditanya langsung tersenyum lebar dan menggelengkan kepala. Dia tidak ingin jika Citra tahu semua masalahnya dengan Kenzo. Meski dia bersahabat dengan gadis di dekatnya, tetapi menurutnya masalah mengenai dirinya tidak perlu dia ceritakan dengan siapa pun. Biarkan dia, Kenzo dan Tuhan yang tahu.
Citra yang melihat hal tersebut hanya mendesah pelan dan tersenyum lebar. "Kalau begitu, ayo ke kantin. Aku lapar," ucap Citra, mencoba mengailihkan pikiran dan langsung diangguki oleh Gisel.
***