"Hei wanita penggoda."
Gisel yang baru membuka pintu langsung menghentikan gerakan. Manik matanya menatap ke arah Eve yang sudah menatapnya tajam. Dia tahu jika Eve tidak menyukainya, membuatnya terbiasa dengan tatapan tidak bersahabat wanita tersebut.
Eve yang melihat Gisel tidak bereaksi apa pun langsung melangkah cepat. Pikiran buruk yang mulai berkelebat membuatnya merasa semakin kesal dan benar-benar menutup akal sehatnya. Bahkan, dia mulai melangkah lebar dan mendekat ke arah gadis tersebut, membuat Gisel yang melihat hanya diam dengan tatapan penuh tanya.
Plaak!
Sebuah tamparan langsung mampir di pipi Gisel, membuat perempuan tersebut langsung membeku. Dia tidak tahu apa kesalahannya karena Eve tiba-tiba datang memberikan tamparan untuknya, membuat Gisel hanya mampu diam, masih shock dengan apa yang baru saja terjadi.
"Kenapa Kak Eve menamparku?" tanya Gissel ketiak sudah mulai tersadar dari lamunan dan rasa terkejut.
"Itu memang pantas untuk kamu, Gisel. Kamu berhak mednapatkannya karena kamu sudah menggoda calon suamiku," jawab Eve, masih dengan kebencian yang jelas terlihat.
Menggoda? Gisel yang mendengar hal tersebut hanya diam, menatap lekat ke arah Eve. Dia tidak merasa jika dia menggoda calon suami wanita tersebut sama sekali. Bahkan, dia ingin sekali tertawa keras ketika mendengarnya, tetapi diurungkan karena dia yang memang tidak memiliki keberanian. Memiliki pun Gisel yakin jika semua akan sirna ketika dua iblis yang dikenalnya dalam hidup beraksi bersama.
Eve yang masih merasa kesal langsung mengangkat tangan dan siap menampar Gisel kembali. Dia benar-benar ingin melampaiskan semua kekesalan yang sejak tadi coba dia tahan. Bahkan, Gisel sudah bersiap untuk menghindar ketika Eve akan menamparnya. Sampai sebuah tangan menghentikan gerakan, membuat Eve dan Gisel menatap secara bersamaan ke arah sang pelaku.
"Apa yang kamu lakukan, Eve?" tanya Kenzo dengan raut wajah datar.
Eve yang sejak tadi menunjukkan kekesalannya langsung mengulas senyum lebar. Wajah mengerikan yang sempat dia tunjukkan bahkan hilang seketika saat melihat Kenzo sudah berdiri di depannya. Hingga dia menarik tangan dan mendekap tubuh Kenzo erat.
"Aku menunggu kamu sejak tadi, Kenzo," ucap Eve dengan nada manja.
Namun, Kenzo yang melihat hanya diam. Tangannya bahkan mulai melepaskan dekapan di pinggang, tetapi gagal karena Eve yang enggan melepaskan. Berulang kali Kenzo melakukan, berusaha untuk tidak menyakiti wanita di depannya. Sayangnya, Eve yang tahu sifat Kenzo tidak benar-benar memahaminya, membuat Kenzo yang sudah kelewat kesal mulai menyantak kasar, membuat dekapan Eve terlepas seketika.
"Ini sudah malam, Eve. Jadi, kamu pulang," ucap Kenzo dingin. Bukan perhatian, dia hanya merasa kesal dan tidak suka dengan kehadiran Eve di dekatnya. Meski berteman sejak kecil, dia tetap tidak bisa menaruh hati dengan wanita tersebut karena Eve yang begitu manja dan memiliki sifat yang sama dengan dirinya.
Eve yang mendengar hal tersebut langsung mendesah kasar dan menatap lekat. "Dan kalau aku gak mau, bagaimana?" tanya Eve, terkesan menantang apa yang sudah Kenzo putuskan.
Hening. Kenzo yang mendengar hal tersebut hanya diam dengan raut wajah berpikir. Menghadapi Eve memang bukanlah hal yang mudah. Sifat keras kepala wanita tersebut sering kali membuatnya naik darah. Hingga dia mendesah kasar dan menatap lekat.
"Terserah," ucap Kenzo datar dan segera memasuki kamar.
Gisel yang mengingat kejadian semalam menarik napas dalam dan membuang perlahan. Sejak tadi rasanya tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas karena Eve yang tinggal di rumahnya. Ya, semalam wanita tersebut memilih tidur di rumah, menempati kamar tamu di lantai satu. Hingga alarmnya berbunyi, membuat Gisel mengalihkan pandangan dan meraih jam tersebut.
Gisel mulai mematikan jam dan kembali meletakan di nakas. Dengan cepat, dia duduk dan turun dari ranjang. Apa pun yang terjadi hari ini, aku harus tetap semangat, batin Gisel, mencoba mensugesti diri sendiri agar harinya berjalan dengan begitu indah.
***
Gisel menarik napas dalam dan membuang perlahan. Manik matanya menatap tampilan dirinya di depan cermin, memastikan jika tidak ada yang salah dengannya kali ini. Dress berwarna merah tanpa lengan dan rambut dibiarkan tergerai serta riasan tipis membuatnya tampak jauh lebih cantik dan benar-benar terlihat natural. Hingga dia merasa jika tampilannya sudah cukup rapi, membuatnya mengulas senyum lebar.
"Sekarang siap berangkat ke kampus," gumam Gisel dengan raut wajah ceria.
Gisel mulai melangkahkan kaki, menuju ke arah meja belajar untuk mengambil tas dan beberapa buku yang harus dia kembalikan ke perpustakaan. Meski di rumahnya banyak sekali buku dan dia juga bisa membeli jika tidak ada buku yang dia butuhkan, Gisel jauh lebih suka untuk meminjamnya dari perpustakaan. Pasalnya, dia merasa jika cara ini jauh lebih hemat dan tidak terlalu menghamburkan banyak uang.
Gisel yang sudah mengambil tas dan memasukkan ponsel mulai melangkah ke arah lain, menuju sudut ruangan dan memakai sepatu berhak tiga centi. Tidak terlalu tinggi karena dia yang cukup sadar diri karena tidak bisa menggunakan sepatu berhak tinggi. Benar-benar berbeda dengan Eve yang selalu mengenakannya. Mengingat nama tersebut, Gisel langsung mendesah kasar.
"Harus bertemu dia lagi," gumam Gisel tanpa semangat sama sekali.
Namun, Gisel tetap melangkah keluar kamar, tidak ingin mendapat amukan dari sang kakak. Cukup kemarin dia membuat Kenzo marah dan menghukumnya dengan kurang ajar. Entah kenapa, setiap kali Kenzo mengatakan mengenai hukuman, selalu hal tersebut yang pria tersebut lakukan. Hingga dia melihat pintu kamar Kenzo masih tertutup, membuatnya mempercepat langkah.
Gisel mulai menuruni satu per satu anak tangga menuju ke arah lantai dasar. Dia tidak ingin jika Kenzo datang lebih dulu ke meja makan. Hingga dia sudah berada di anak tangga terakhir, segera melangkah ke arah ruang makan. Rasanya tidak sabar untuk menyantap sarapan lezat yang selalu dibuat Mina—asisten rumah tangganya.
Namun, gerakannya terhenti ketika melihat sosok lain yang tengah menyiapkan makan, membuat senyumnya perlahan menghilang. Dengan malas, dia mulai melangkahkan kaki dan menuju ke arah ruang makan yang tidak terlalu jauh darinya, membuat Eve yang tengah sibuk meletakan sayur di meja makan langsung berhenti.
"Putri sudah bangun," ucap Eve dengan nada menyindir.
Gisel yang mendengar hanya diam. Dia memilih melangkah ke arah meja makan. Sebisa mungkin dia ingin mengabaikan apa yang didengarnya kali ini. Dia tidak ingin paginya menjadi buruk hanya karena ucapan Eve.
"Siapa yang menyuruh kamu duduk, Gisel?" tanya Eve ketika Gisel menarik kursi dan siap duduk, membuat perempuan tersebut langsung berhenti. "Aku membuat sarapan ini untuk Kenzo dan bukan kamu," tambah Eve sinis.
"Gisel, ikut aku," ucap Kenzo yang tiba-tiba saja datang, membuat Gisel dan Eve menatap ke asal suara.
"Kenzo, aku buatkan sarapan untuk kamu," kata Eve dengan senyum lebar.
"Kamu makan sendiri saja, Eve. Aku ada urusan dan akan makan di luar," sahut Kenzo tanpa menatap Eve. Dia hanya melirik ke arah Gisel, memberikan isyarat yang membuat Gisel paham.
***