"Bu Lavanya," sapa seseorang dari dalam Restaurant.
Ternyata orang itu adalah klien yang akan meeting dengannya hari ini. Lavanya pun langsung berubah menjadi sosok yang berwibawa seperti pemimpin-pemimpin perusahaan pada umumnya.
"Iya Pak. Silahkan. Bisa kita langsung mulai saja meetingnya."
******
Meeting berjala selama 2 jam. Membahas tentang perusahaan satu sama lain yang akan bekerja sama kedepannya. Setelah meeting selesai, Lavanya langsung memutuskan untuk kembali ke kantor. Karena hari masih siang dan jam kerja belum selesai. Ketika Lavanya keluar dari dalam Restaurant, Lavanya melihat sosok laki-laki yang sudah membantunya dari pencopet tadi. Arzan.
"Arzan?" panggil Lavanya dan Arzan pun langsung menoleh ke arahnya.
"Kamu kenapa masih di sini?"
"Sengaja. Aku nungguin kamu sampai selesai meeting."
"Ya ampun. Ga usah ditungguin. Aku juga udah mau pulang sekarang."
"Yaudah kalau gitu aku antar. Anggap aja aku ngawal kamu dari depan."
"Ga usah. Aku bisa pulang sendiri."
"Engga. Udah dua kali kamu hampir celaka. Dan aku ga mau sampai kamu kenapa-kenapa lagi di jalan. Sekarang, kamu mau kemana biar aku antar."
"Makasih banyak ya Arzan sebelumnya. Aku mau balik ke kantor. Nama perusahaannya PT. Jaya Guna."
"Oke, aku tahu tempatnya. Ayo berangkat."
"I... Iya."
Dengan perasaan senang campur bingung akhirnya Lavanya di kawal oleh Arzan dari tempat meeting ke kantor. Arzan saat ini belum tahu jika kantor yang Lavanya maksud adalah milik Ayah kandungnya sendiri. Dan sudah pasti akan jatuh ke tangannya suatu saat ketika Ayahnya memutuskan untuk pensiun dari dunia kerja.
Selama dalam perjalanan dari tempat meeting ke kantor aman-aman saja. Apalagi ada Arzan yang menjaganya. Setelah beberapa lama berada di jalan, kini akhirnya Lavanya dan Arzan tiba di PT. Jaya Guna. Lavanya turun dari dalam mobilnya untuk mengucapkan terima kasih kepada Arzan.
"Makasih banyak ya udah mau antar aku."
"Iya sama-sama. Yaudah kalau gitu aku pergi dulu ya."
"Iya. Sekali lagi terima kasih banyak."
"Sama-sama."
Arzan pun langsung pergi dari sana. Entah aktivitas apa yang akan dilakukan oleh Arzan setelah mengantar Lavanya ke kantor. Karena saat ini Arzan masih belum memiliki pekerjaan tetap. Hidup Arzan masih tidak jelas masa depannya. Sangat berbeda dengan Lavanya yang sudah memiliki masa depan yang cerah. Arzan juga saat ini hanya hidup sebatang kara. Kedua orangtuanya sudah meninggal dunia dan Arzan adalah anak satu-satunya.
"Yaudah lah. Ini masih sore. Dan semoga aja Bapaknya enggak berniat jahat," pikir Lavanya sambil menyelipkan sedikit anak rambut ke belakang telinga.
"Em... Yaudah, deh."
Lavanya membuka pintu belakang taksi.
"Gua duluan ya, Mas Arzan. Bye."
Devian tersenyum.
"Bye. Hati-hati ya!" katanya.
"Pak, titip dia ya."
"Alamak, senyumnya! Cameron Dallas aja kalah deh. Sumpah," ucap Lavanya di dalam hatinya.
Lavanya lalu menutup pintu, dan taksi pun melaju menuju rumah Lavanya. Tetapi Lavanya masih penasaran, siapa yang udah pesan taksi ini.
"Yang nelpon siapa emangnya Pak? Laki-laki atau perempuan?" tanya Lavanya kepada sopir taksi itu.
"Wah, Bapak juga kurang tahu, Teh. Bapak kan cuma menerima orderan dari pusat. Pacar Teteh mungkin?" tanyanya.
Lavanya terus bertanya-tanya siapa yang sudah memesankan taksi untuknya. Karena Lavanya tidak merasa memiliki pacar untuk saat ini.
"Ah, ya kali Arzan? Mustahil banget dia mau pesanan taksi buat gua," pikir Lavanya di dalam hatinya.
"Tapi, saya enggak punya pacar, Pak," ucap Lavanya.
Si Bapak terdengar heran.
"Oh gitu?" tanyanya.
"Bapak kira Aa yang tadi pacar Teteh," sambungnya.
Yang Lavanya tahu, menurut orang-orang, omongan itu doa. Jadi, Lavanya aamiinin aja deh.
"hehehe, amiin deh, Pak."
Setelah itu, perjalanan diteruskan dengan hening, dan Lavanya mendadak ingat Dhira yang Lavanya tinggalin tanpa alasan tadi.
"Lavanya."
Ternyata yang memanggilnya adalah Dhira. Lavanya langsung menghampirinya dengan wajah yang sangat sumringah.
"Hai Dhira."
"Kamu kenapa? Makin aneh aja nih. Ada apa sih?"
"Kenapa? Dibilang aku ga kenapa-kenapa. Eh, kita makan yuk. Udah jam istirahat kan."
"Hmmm, iya deh. Ayo."
Labanya dan Dhira pergi mencari tempat makan yang dekat dari kantor untuk makan siang. Selama makan siang, Lavanya akhirnya menceritakan semua kejadian antara dirinya dengan Arzan. Dhira sebagai sahabat baiknya ikut senang mendengar cerita Lavanya. Apalagi Lavanya terlihat sangat bahagia ketika menceritakan sosok laki-laki yang bernama Arzan itu. Dhira tidak merasa iri sama sekali dengan Lavanya.
"Ya ampun. Bagus dong. Berarti dia orangnya apa adanya," ucap Dhira.
"Iya. Dia itu spesial dengan kesederhanaannya."
"Jadi kamu udah mulai suka nih sama gua?"
"Eh, engga. Ga gitu maksudnya. Yaudah lah lupakan aja. Aku ga mau terlalu menaruh harapan ke laki-laki. Apalagi dia juga belum jelas siapa."
"Iya deh iya. Tapi semoga aja dia adalah laki-laki baik yang bisa jaga kamu dan buat kamu bahagia terus."
"Aamiin. Semoga aja kalau Tuhan udah mengatur. Yaudah dilanjut lagi makannya. Sebentar lagi jam istirahat selesai nih."
"Siaap Boss."
Lavanya dan Dhira pun melanjutkan makan siang mereka berdua. Walaupun Lavanya adalah putri dari seorang pemilik perusahaan, tetapi Lavanya tetap bersikap adil dan bijaksana. Dia tidak mau mengambil jam kerjanya untuk jam makan siang. Apalagi jam makan siang kali ini digunakan untuk membahas seseorang yang belum dia kenal terlalu dekat.
Setelah selesai makan siang, Lavanya langsung masuk ke dalam ruang kerja Ayahnya.
"Ayah," panggil Lavanya dengan nada penuh manja.
Mungkin orang yang tidak biasa mendengarnya akan mengatakan jika Lavanya itu menjijikan. Seperti layaknya seorang anak kecil. Padahal kenyataannya Lavanya sudah memasuki usia ke 24 tahun. Apalagi bagi orang yang mengenal Lavanya di kantor. Lavanya sangat berwiba ketika berada di depan karyawannya dan akan sangat menja ketika berada di depan Ayah serta kakak laki-lakinya.
"Lavanya. Gimana sayang meetingnya? Lancar?"
"Lancar, Yah. Jadi hasil meeting tadi itu—"
Tanpa basa-basi lagi Lavanya langsung menjelaskan hasil meeting tadi siang di Restaurant dengan Ayahnya. Lavanya bisa bersikap profesional di kantor walaupun itu salah perusahaan milik Ayahnya sendiri. Apalagi Lavanya sebenarnya masih harus banyak belajar untuk memimpin perusahaan itu. Baik itu dari sang Ayah atau kakak laki-lakinya.
Sang Ayah yang menginginkan perusahaannya selain jatuh ke anak laki-lakinya, dia juga ingin perusahaannya jatuh kepada putri nya. Dengan sangat sabar Ayah mengajarkan kepada Lavanya tentang menjadi seorang pemimpin perusahaan. Dan Lavanya pun berusaha melakukan yang terbaik untuk perusahaan milik keluarganya.
"Oke laporan diterima. Kalau gitu kamu lanjutkan pekerjaan kamu ya nak. Ayah juga masih ada satu meeting lagi di luar."
"Baik Ayah."
"Selain membahas masalah pekerjaan, kamu ga mau cerita hal yang lain ke Ayah? Kamu kelihatannya lagi senang banget. Apa yang membuat kamu senang seperti ini nak?"
"Ga ada Ayah. Aku biasa aja. Kalau gitu aku mau kembali ke ruangan aku ya Yah. Semangat Ayah kerjanya."
Lagi-lagi Lavanya tidak menjawab pertanyaan dari sang Ayah. Lagi-lagi Lavanya justru malah meninggalkannya. Rasanya Lavanya masih belum siap untuk menceritakan tentang sosok Arzan kepada Ayahnya.
-TBC-