Sesuai perkataan Arthur, tak lama dari itu restoran yang sudah lama dioperasikan oleh John kini tutup tikar. Banyak yang melaporkan pria itu atas tuduhan pelecehan seksual dan dalang yang menjembatani pria-pria hidung belang dengan karyawan wanita. Kalea juga tak menyangka bahwa sebagian besar seperti Quan dan Rosalia pun termasuk korbannya. Kalea sama sekali tidak menyadari hal itu karena semuanya terlihat biasa saja tidak ada sesuatu yang aneh dari mereka.
John benar-benar membungkam para korban dengan sangat baik. Apalagi jika ada seseorang yang ingin mengundurkan diri harus membayar penalty yang begitu besar.
Karena merasa malu, istri dari John pun meminta cerai di saat pria itu sedang dalam pemeriksaan. Seperti sudah jatuh, lalu tertimpa tangga. Kalea sama sekali tak merasa kasihan, itu memang balasan yang setimpal untuk apa yang sudah pria itu lakukan selama ini.
Saat ini Kalea sedang berada di apartemen yang sudah dibeli oleh Arthur. Kadang kala memang gadis itu menginap di sana, ketika butuh tempat yang lebih tenang dibanding rumahnya. Freya pun sudah tak banyak bicara karena Kalea selalu memberikan apa yang dia mau. Walaupun sebenarnya ia tidak mau membiarkan Freya terus meminum alkohol yang kian lama akan semakin merusak tubuh sang ibu. Seakan dirinya seperti mengantar Freya ke pangkuan Yang Maha Esa. Namun, apa boleh buat. Hanya itu yang diinginkan oleh Freya.
Kalea pun bisa lebih fokus dalam pendidikannya karena tidak bekerja lagi selain menjadi asisten dosen.
Gadis itu meletakkan pensilnya, memandang langit-langit kamar apartemennya yang begitu menakjubkan. Selama hidupnya, ia tak pernah membayangkan hal seperti ini benar-benar akan terjadi pada dirinya. Ia kembali mengingat ketika iri dengan kekayaan Zeline saat memilih pakaian tanpa melihat harga dan mengendarai mobil mewah. Dan saat ini ia pun bisa melakukannya.
Walau dengan cara yang tidak benar.
Tatapan Kalea menjadi sendu, seharusnya ia tidak bangga. Bukan seperti ini kerja keras yang dia inginkan. Meskipun Arthur belum menyentuhnya lebih jauh, tetapi hubungan sugar dating yang terkontrak dengan Arthur tentu menjadi stigma yang buruk di mata orang pada umumnya.
Gadis itu menepuk pipi sedikit kencang, agar tidak meneruskan pikiran negatifnya itu. Ia kembali melanjutkan belajarnya dan sesekali mengecek ponsel. Karena Arthur belum lagi menghubunginya. Kalea tahu, pria itu sangat sibuk. Entah sibuk pekerjaan atau wanita lainnya. Kalea tidak ingin mempermasalahkan hal itu karena Arthur pun sudah menuliskan beberapa peraturan jika pria itu memang tetap akan bermain dengan wanita lain di kertas kontrak yang sudah disetujui tersebut.
Kalea menoleh ke belakang saat mendengar suara seseorang yang sedang menekan kode untuk masuk ke apartemennya. "Arthur?" Gadis itu bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri pintu.
Netra Kalea membulat ketika pintu telah terbuka dan menampakkan Arthur yang langsung terkulai lemas bagaikan agar-agar. Kalea segera menopang tubuh pria itu. "Hei, ayo ke kamar dulu," ajak Kalea dengan berusaha membawa Arthur menuju kamar. "Ugh, kau bau alkohol sekali," keluhnya seraya menahan napas sesekali.
Kalea merebahkan tubuh pria itu lalu meregangkan tubuhnya sendiri karena sudah bekerja keras membawa Arthur yang bobot badannya tentu jauh lebih berat darinya. Gadis itu memperhatikan wajah Arthur yang benar-benar tidak sadarkan diri. Tidak biasanya pria itu pingsan karena alkohol. Bukankah Arthur kuat terhadap minuman tersebut?
"Hei, Arthur," panggil Kalea seraya menepuk pipi pria itu beberapa kali. Namun, Arthur tetap tidak bangun. "Hah ... sebenarnya berapa botol yang kau habiskan," gumam Kalea heran.
"Lalu apa yang harus kulakukan? Dia tidak pernah sampai seperti ini jika datang ke sini." Kalea melipat bibirnya, memikirkan apa yang harus ia lakukan pada pria yang menjadi sugar daddynya itu.
Akhirnya Kalea melepas kemeja Arthur karena pria itu terus saja mengeluarkan keringat dan terlihat tak nyaman. Kalea berjalan menuju lemari yang memang dikhususkan milik Arthur. Membawa sepotong kaos berwarna navy dan celana training hitam. Meskipun dengan perasaan berdebar, Kalea mulai memakaikan kaos tersebut dengan susah payah. Namun, belum selesai, ia sudah terengah-engah karena Arthur sungguhlah berat.
Kalea mengerjap, tak percaya karena Arthur masih saja tak bangun. Sepertinya jika apartemen ini runtuh pun pria itu tetap tak sadarkan diri. "Daddy, bangun sebentar," panggil Kalea mengusir rasa malunya karena telah memanggil panggilan menggelikan itu.
Gadis itu menghela napasnya, mulai menyerah. Ia pun bangun dari ranjang itu, membiarkan Arthur tetap telanjang dada karena ia tak mampu memakaikan kaos pada pria tampan tersebut. Kalea pun memutuskan untuk menyelimuti tubuh seksi Arthur.
Netra Kalea membulat ketika pria itu tiba-tiba menariknya membuat Kalea terhempas ke ranjang. "A—pa— jadi kau daritadi sudah sadar?!" protes Kalea. Kini posisinya berubah, Kalea berada di bawah kungkungan pria itu.
Arthur tak menjawab, seakan memang dirinya masih dikuasai oleh alkohol. Pria itu mencium sekilas bibir yang selalu nampak menggodanya. Arthur tersenyum nakal. "Panggil aku daddy lagi," ujar Arthur seraya mengelus bibir merah muda milik Kalea.
Pipi Kalea seketika merona merah. Jadi sejak kapan pria itu menyadarinya?!
"Kau membuatku bergairah, Lea. Panggil aku daddy lagi," pinta Arthur dengan suara yang begitu menggoda. Ia pun menciumi seluruh wajah Kalea membuat gadis itu kewalahan.
"Kau mabuk, Arthur! Hentikan!" tolak Kalea menahan wajah Arthur agar tidak menciumnya lagi. Sudut bibir pria itu seketika melengkung ke bawah, seolah-seolah hatinya terluka akibat tolakan Kalea.
"Kau tak suka?"
"Bukan begitu, kau mabuk."
"Kau benar. Aku mabuk cintamu," celetuk Arthur membuat Kalea merinding disko. Kalimat cringe keluar dari si maniak wanita. Kalea penasaran, sudah berapa wanita yang sudah Arthur goda dengan kalimat seperti itu.
Kalea semakin terkejut ketika tangan Arthur mulai menyelusup masuk ke dalam pakaiannya. "A—apa yang kau lakukan?!" pekik gadis itu seraya berusaha mengeluarkan lagi tangan nakal itu. Namun, Arthur justru semakin dalam dan akhirnya dapat meraih gundukan gunung kembar milik gadis itu.
"A—arthur, kumohon ....," lirih Kalea memasang wajah memelas agar Arthur tak melanjutkan aksinya. Ia tak mau jika pria itu mabuk dan tak sadar dengan apa yang sedang ia lakukan. Namun, apa yang dilihat oleh Arthur justru membuatnya semakin bergairah karena wajah Kalea sungguh semakin menggodanya. Ia meremas dada Kalea membuat gadis itu mengerang.
"Aku benar-benar tidak kuat, Sayang. Tolong aku," bisik Arthur, suaranya begitu serak dan berat. Ia kembali mencium bibir Kalea, sesekali menggigit dan memainkan lidah gadis itu. Kalea kewalahan, ia tetap mencoba lepas dari pria itu.
Kalea berjengit kaget ketika merasakan tangan Arthur yang entah sejak kapan berada di paha bagian dalamnya dan semakin naik ke atas. "A—arthur ...."
"Yes, Darling?"
"J—jangan lakukan ..., Ah!"
"Shh, aku akan membuatmu nikmat malam ini," ujar Arthur seraya tersenyum nakal.
Dan akhirnya sungguh terjadi sesuatu yang tidak dinginkan oleh Kalea akibat Arthur yang mabuk.