"... kau masih marah padaku?"
"Tidak."
"Tapi kenapa melihatku dengan tajam begitu? Jarakmu juga terlalu jauh."
"Tidak juga," jawab Kalea ketus, tatapannya kembali pada buku yang sedang ia baca. Ia pun tidak mengenakan pakaian yang diberikan oleh Arthur sebelumnya. Terlalu menjijikan dan terbuka di beberapa bagian. Gadis itu hanya mengenakan kaos oversize dan celana leging hitam.
Arthur menghela napas, sedari tadi Kalea terus menghindarinya. Setiap pria itu menghampiri sugar babynya, Kalea selalu pindah dan tidak ingin menatapnya. Arthur masih mencoba sabar, ia kembali menghampiri Kalea yang terus melayangkan tatapan sinis.
"Mau apa lagi? Jangan dekat-dekat!" larang Kalea saat Arthur berjalan menuju ranjang. Namun, Arthur tak menggubris larangan itu. Pria itu memegang lengan Kalea agar tidak menahan dada bidangnya untuk semakin mengikis jarak di antara mereka.
"Maafkan aku," ujar Arthur menatap Kalea dengan serius.
Kalea memalingkan wajahnya, lebih nyaman memandang lampu tidur dibanding membalas tatapan mata indah Arthur. "Sudah berlalu," sahutnya datar.
"Sudah berlalu tetapi kau tak memaafkanku."
"Aku juga butuh waktu!" balas Kalea kini menoleh pada pria itu. Ia memandang kesal Arthur, entah kenapa rasanya Kalea ingin memukul wajah tampan itu menggunakan buku tebal yang sedang ia pegang. Kalea menunduk. "Kenapa harus saat mabuk," lirih gadis itu. Tidak ada yang tahu betapa bencinya Kalea dengan minuman beralkohol itu, semua orang pasti tidak akan terkendali jika sudah menyentuh dan berlebihan dalam meminum benda itu. Kalea meremas selimut dengan kuat, masih menatap Arthur begitu kesal.
"Jadi jika aku tidak mabuk, aku dapat melakukannya?" tanya Arthur yang lebih berfokus pada hubungan intimnya. Manusia dengan otak mesum memang.
"Bukankah dari awal kau yang memang tidak ingin menyentuhku karena aku masih virgin?" Kalea bertanya balik, nada bicaranya masih ketus.
"... kau benar," sahut Arthur. Pria itu menghela napas dan menjauhkan tubuhnya dari Kalea. Semuanya sudah terlanjur. "Aku belum pernah semabuk itu, Lea. Ini baru pertama kalinya."
'Pembohong'
Kalea tidak ingin semudah itu percaya dengan perkataan pria dewasa terlebih lagi Arthur yang memang mahir dalam memikat wanita. Setelah ia menyetujui kontrak itu dengan Arthur, ia sering membaca dan mendengar nasihan orang lewat sosial media bagaimana menghadapi tipe pria seperti Arthur.
"Kau tidak kerja?" tanya Kalea mengalihkan topik. Ia hanya ingin melupakan apa yang sudah terjadi, terlalu membuat hatinya muak.
"Ini libur, Lea."
"Oh ... iya." Kalea lupa jika hari ini hari minggu. Arthur memang sebisa mungkin berkunjung padanya seminggu sekali. Namun, tidak saat mabuk juga! Kalea panik saat Arthur kembali mendekat padanya.
"Jangan alihkan topik, masih banyak yang ingin kubicarakan denganmu," ujar Arthur seraya merebut buku yang dipegang Kalea. Pria itu memandang wajah Kalea yang terkesan dingin padanya, tidak ada seorang pun yang menatap ia sampai seperti ini. Hanya Kalea, gadis itu seakan tidak terpesona dengan ketampanan dan segala kesempurnaan yang ada di dirinya. "Bagaimana caranya agar kau memaafkanku?" tanya Arthur seraya mengelus pipi Kalea.
"Kenapa kau bertanya padaku? Bukankah memperlakukan wanita dengan baik adalah keahlianmu?" balas Kalea membuat Arthur terperangah. Berani sekali gadis yang masih dalam studi kuliah ini. Seakan menantangnya, Arthur tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya pada Kalea.
"Caraku memperlakukan wanita lain dengan melakukan hal yang serupa lagi. Saling bersentuhan kulit, mengehentakkan tubuhku pada tubuhnya, mencium dengan perasaan—"
"Cu—cukup! Aku tidak mau dengar!" potong Kalea sampai memejamkan matanya.
Arthur terkekeh pelan, ia mengecup pipi Kalea sekilas lalu kembali ke posisi semula. "Karena kau masih kecil, aku beri keringanan."
"Apa maksudmu dengan kecil?!" protes Kalea.
Arthur menaikkan sebelah alisnya. "Jadi kau mau dianggap dewasa? Kalau begitu aku akan memperlakukanmu sama dengan wanita lainnya. Kita bisa melakukan hal seperti malam tadi," balas pria itu dengan santai. Tatapan matanya turun pada dada Kalea yang meskipun ditutup oleh kaos oversize pun, milik Kalea tetap terlihat besar. "Untuk beberapa bagian, kau cukup besar, Lea," goda Arthur seraya menjilat bibirnya.
Kalea sontak menyilangkan lengannya ke depan dada. Ia menatap tajam pria itu. "Om-om mesum!"
Arthur tertawa renyah melihat respon gadis bermata kucing itu. Tidak seperti wanita lain yang dengan sukarela memberikan tubuhnya pada Arthur, Kalea begitu jual mahal meskipun sudah menjadi sugar babynya. Ya, Arthur cukup mengerti karena ini menjadi pengalaman pertama kalinya untuk gadis itu. Bahkan Kalea terpaksa karena membutuhkan uang. Lagipula Arthur tidak ingin terburu-buru jika dengan gadis itu. Jika untuk memuaskan hasratnya yang berlebihan, ia masih bisa melakukannya dengan wanita lain.
"Kalau begitu hari ini kita pergi ke luar," ajak Arthur seraya beranjak dari ranjang, mengambil ponsel dan memasang jam tangan pada lengan kirinya.
"Ke mana?" tanya Kalea bingung.
"Ke tempat yang kau inginkan. Atau kau ingin menghabiskan waktu bersamaku hanya di sini? Aku sih tidak masalah, tetapi berduaan denganmu di tempat tertutup selalu membuatku nafsu. Mungkin bisa terjadi—"
"Ya, ya, ya! Ayo pergi!" potong Kalea yang tahu ke mana arah pembicaraan Arthur yang selalu mesum itu. Ia pun beranjak dari ranjang tetapi bingung harus apa. "Kau benar-benar belum menentukan ke mana kita akan pergi? Aku harus menyesuaikan pakaianku," ujar Kalea seraya memandang pakaian yang ia kenakan. Terlalu santai, sedangkan Arthur selalu berpenampilan rapi dan wangi.
"Sudah kubilang pakai yang aku berikan tadi," sahut Arthur.
Kalea ingin sekali memukulnya.
"Pakai saja yang menurutmu nyaman," ujar Arthur lagi seraya tersenyum.
Jawaban yang tidak membantu. Padahal Kalea sudah mencoba menyesuaikan dengan pria itu. Ia selalu berusaha melakukan semuanya dengan baik meskipun menjadi sugar baby Arthur. Ia tidak ingin terlihat lusuh saat berada di samping pria itu dan tidak ingin membuat Arthur malu saat mengajaknya jalan. Meskipun mereka bukanlah kekasih sungguhan. Hanya saja bepernampilan baik dan menawan pun bukan sesuatu yang salah.
Kalea memperhatikan pakaian yang dikenakan oleh Arthur saat ini. Sweater berwarna abu tua, bagian lengan diangkat ke atas 3/4, dan menggunakan celana bahan berwarna hitam. Terlihat simple tetapi elegan jika digunakan oleh pria itu. Kalea berdecih, ia mengakui ketampanan Arthur. Sepertinya menggunakan pakaian compang-camping pun pria dengan tahi lalat di bawah matanya tetap akan terlihat mempesona.
Gadis itu beranjak menuju walk in closet miliknya, mencari pakaian yang cocok untuknya. Ia pun sudah belajar bagaimana cara berpakaian yang baik. Kalea menatap pakaian yang sudah ia pilih, setelah itu mencoba memakainya.
"Hei, lama sekali. Aku sampai mengantuk—" Netra Arthur membulat ketika Kalea keluar dari ruangan tersebut dan berjalan ragu menghampirinya.
"Maaf, ada kendala sebelumnya," sahut Kalea sedikit gugup. Arthur masih memandangnya, bagaimana tidak? Kalea mengenakan pakaian berbahan silk berwarna coklat muda yang sedikit ketat apalagi di bagian dadanya, lalu celana yang berwarna serupa dengan Arthur.
"Ini sangat menggoda," gumam Arthur pelan.
"Huh? Apa?"
Arthur berjalan mendekat ke arah Kalea. Netra gadis itu membulat ketika Arthur menggendong dan membawanya ke ranjang. "Apa yang mau kau lakukan?!" pekik Kalea.
"Sepertinya aku berubah pikiran. Lagipula bukankah bagian milikmu masih terasa sakit? Lebih baik kita di sini saja," jawab Arthur santai dan melayangkan tatapan nakal pada gadis itu.
"Ti—tidak sakit! Ayo pergi saja!" balas Kalea mencoba lepas dari pria mesum berusia 32 tahun itu.
"Kau selalu menggodaku, Lea."
Kalea memandang datar Arthur yang berada tepat di depan dadanya. Entah kenapa ia selalu berakhir di bawah pria itu. "Kau yang tidak pernah bisa menahan nafsumu, lagipula aku tidak melakukan apa pun!" protes Kalea.
"Kau benar. Lea yang tidak melakukan apa pun tetapi sudah membuatku bernafsu, bagaimana jika kau sudah berniat menggodaku?" Arthur mencium bibir Kalea sekilas. Ia tersenyum miring, Kalea berusaha menahan rasa berdebarnya. "Ayo lakukan lagi."
"Apa— lakukan apa?!"
"Yang semalam. Kali ini aku benar-benar sadar."