Chapter 23 - Golf

Selama beberapa hari Kalea tinggal bersama ibunya. Memasak makanan yang sehat untuk menjaga pola makan sang ibu, untungnya Freya sama sekali tidak protes. Ia bukan orang yang sulit jika memang sudah disediakan. Terkecuali alkohol, itu tidak bisa diganggu gugat. Setelah pertengkaran itu pun Kalea tidak mengajak ibunya bicara, ia tidak mau menyulut emosi Freya. Akan gawat ketika ia bertemu dengan Arthur dan bekas siksaan dari sang ibu masih terlihat jelas.

Kalea masuk ke dalam kamar setelah memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Ia harus melakukan itu setelah pulang kuliah dan melanjutkan belajar. Keadaan sekarang tidak begitu lelah setelah bertemu dengan Arthur. Ia pun tidak pusing memikirkan uang karena sekarang telah tersedia dengan begitu melimpah. Ya ... setara dengan apa yang ia berikan pada Arthur. Namun, sebenarnya ia penasaran apa yang membuat pria itu mau menerima tawaran menjadi sugar daddy.

Arthur bukan pria yang kesepian, dia selalu dikelilingi banyak wanita cantik. Dia belum menikah, dan daripada menghabiskan uangnya dengan cuma-cuma pada banyak wanita, kenapa dia tidak menikah saja? Ada banyak pertanyaan yang seringkali muncul di otak Kalea, tetapi ia tidak ingin menanyakan hal itu pada Arthur karena terlalu privasi. Ia pun tidak yakin pria itu akan menjawabnya.

Ponsel kedua Kalea berdering, ponsel yang ia beli agar Arthur tidak mengomel melihat barangnya yang lusuh padahal sudah diberikan fasilitas yang mewah olehnya. Ponsel pertama yang lusuh itu akan tetap ia gunakan di kampus agar tidak membuat Aluna dan yang lain curiga. Kalea meraih ponselnya dan mengangkat panggilan dari Arthur.

"Ya?"

[Apa sudah puas menghabiskan waktu bersama keluarga?]

"... lumayan. Ada apa?" tanya Kalea.

[Besok temani aku main golf.]

Kalea mengerjap, terdiam beberapa saat. "Eh?! G—golf? A—aku belum pernah pergi ke sana, apa yang harus kulakukan?" tanya Kalea bingung ditambah panik. Ia tahu jika golf bukanlah olahraga kalangan orang biasa, itu untuk orang-orang kaya karena biayanya yang begitu mahal. Dan sekarang Arthur ingin ditemani olehnya? Kalea dapat mendengar suara tawa renyah dari seberang telepon.

[Karena itu aku akan memberikanmu pengalaman. Tenang saja, aku akan ada di sisimu.]

Kalea menghela napas, ia mengangguk pelan meski Arthur tidak dapat melihatnya. "Baiklah."

[Okay. Aku akan menjemputmu sekitar jam delapan, dandanlah yang seksi.]

Ia memutar bola matanya malas. "Seksi bagaimana?"

[Kau bertanya definisi seksi padaku? Kau yakin?]

"... tidak, lupakan saja. Tapi aku tidak akan berdandan seperti yang kau bilang," balas Kalea cepat. Bodoh sekali ia meladeni ucapan mesum Arthur.

[Kau tidak dandan pun sudah seksi, Lea. Apalagi tidak memakai apa pun.]

"Maaf, aku tutup." Kalea langsung memutuskan panggilan tersebut, Arthur tidak pernah jauh-jauh dari pikiran kotornya.

Besoknya, Kalea telah siap dijemput oleh Arthur. Freya masih belum bangun, ia meninggalkan makanan yang sudah ia buat untuk dimakan oleh ibunya setelah bangun dan sebuah catatan kecil bahwa dirinya akan pergi ke luar.

Tak lama kemudian Arthur datang. Penampilannya seperti biasa selalu tampan, kali ini versi mengenakan pakaian khusus untuk pergi ke arena golf. Polo shirt berwarna putih, celana hitam panjang dan mengenakan topi. Sedangkan Kalea, ia tidak tahu harus mengenakan apa karena tidak memiliki pakaian bagus di rumah. Hanya celana training dan kaos pendek. Arthur sampai terdiam melihat penampilan Kalea.

"A—aku tahu pakaian ini memalukan tapi aku tidak punya lagi," ujar Kalea, ia tahu apa yang dipikirkan Arthur sekarang. Pasti pria itu menyesal telah mengajaknya.

Arthur tertawa renyah, ia menarik lengan Kalea untuk masuk ke dalam mobil. "Pakai ini," ujar Arthur seraya memberikan tas belanja yang besar pada Kalea. Gadis itu sedikit bingung lalu melihat apa isi dari tas itu. Kedua alisnya terangkat, ternyata itu pakaian untuknya. Arthur sangat tahu apa yang ia butuhkan.

"Di mana aku memakainya? Kalau begitu aku ke rumah lagi untuk mengganti—"

"Tidak perlu. Ganti saja di sini," potong Arthur santai dan mulai menyalakan mobilnya.

Kalea terbelalak, ucapan gila macam apa yang terlontar dari mulut Arthur?

"Kau pasti bercanda," ujar Kalea geleng-geleng kepala.

"Aku serius, kita tidak punya waktu lagi. Pindah saja ke belakang, aku berjanji tidak akan melihat," balas Arthur. Raut wajahnya tidak ada unsur menggoda atau bercanda sedikit pun. Kalea menelan salivanya kasar, ia melihat pakaian itu lagi dan terpaksa berpindah ke belakang untuk mengganti pakaian.

"Jangan lihat!"

"Iya, Sayang."

Kalea menarik napas panjang, ia harus menyelesaikan ini kurang dari dua menit. Gadis itu mulai melepas pakaian atasnya dengan mengganti polo shirt berwarna hitam itu lalu celana training yang lusuh itu digantikan rok pendek dengan garis putih di bagian bawah rok. Ia pun mengenakan topi golf seperti Arthur. Ditambah sepatu yang memang dikhususkan untuk bermain olahraga mewah tersebut.

Sempurna.

"Sudah selesai?" tanya Arthur. Ternyata pria itu benar-benar menepati janjinya untuk tidak mengintip.

"Sudah."

"Pindah lagi ke depan," perintah Arthur. Kalea menuruti apa yang dikatakan pria itu. Arthur menoleh pada gadis itu, ia tersenyum miring. "Aku tahu kau akan cocok memakainya."

"Terima kasih," ujar Kalea membalas senyum.

Arthur mengelus surai brunette gadis itu dengan lembut. "Anything for you, Babe."

Akhirnya mereka telah sampai di lokasi. Jantung Casey menjadi berdebar sedikit kencang, karena ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya ke tempat orang-orang kaya. Arthur menggenggam tangan Kalea dan menuntun gadisnya ke dalam. Setelah mengurus beberapa hal dan belajar sebentar untuk pemula, seorang caddy golf membawa mereka ke area bermain yang sesungguhnya. Bukitnya sangat luas, Kalea sudah terpukau melihatnya. Selama berjalan pun, Arthur selalu disapa oleh beberapa orang yang Kalea duga mereka juga adalah orang-orang penting.

Kalea hanya melempar senyum manis ketika Arthur memperkenalkan dirinya sebagai teman. Ia pikir, mereka akan menanyakan hal lebih jauh lagi. Namun, setelah melihat banyaknya wanita cantik yang berada di sisi pria-pria itu, Kalea akhirnya paham. Bahwa ia pun memiliki nasib seperti wanita tersebut. Orang-orang yang tadi menyapa Arthur, adalah pria yang Kalea tebak berusia lima puluh tahunan ke atas.

Setelah itu, mereka kembali berjalan dan sampailah di arena golf sendiri. Luas, sepi dan tidak ada orang lain yang berada dekat dengan mereka. Namun, Kalea masih dapat melihat orang-orang yang bermain serupa meski jaraknya lumayan jauh. Ia melihat beberapa caddy yang digoda oleh pria-pria hidung belang itu.

Sepertinya pekerjaan apa pun untuk wanita selalu saja mengundang nafsu para pria.

Kalea berjengit kaget ketika bokongnya diremas oleh Arthur. "A—apa yang kau lakukan?!" tanya Kalea dengan suara pelan berbisik, ia menepis tangan Arthur dari bokongnya.

"Jangan sibuk melihat yang lain. Kau hanya boleh melihatku," balas Arthur seraya merengut kesal. Ia mencium sekilas bibir Kalea. "Kita belum berciuman sesuai peraturan tambahan."

Kalea memandang Arthur tidak percaya, padahal caddy berada di antara mereka tetapi pria itu sangat berani dan gila.