Kalea meringis memegang pantatnya yang mencium tanah langsung. Ia menatap sedih pada kuda yang sudah dikejar dan ditenangkan oleh Max. Arthur langsung berlari menghampirinya dan menggendong Kalea ala bridal style menuju kursi yang sudah tersedia di sana.
"Sakit?" tanya Arthur begitu khawatir.
"Aku hanya ... kaget dan membuat Elice pun ikut kaget," jawab Kalea seraya menunduk. Ini memang salahnya, padahal Arthur terus mengingatkan untuk tidak ragu dan panik.
Arthur mengelus punggung tangan Kalea dengan lembut. "Tidak apa-apa. Untuk pertama kali memang wajar jika terjatuh," ujar Arthur mencoba menghibur gadis itu.
"Apa kau juga pernah terjatuh saat pertama kali menunggangi kuda?"
"... tidak."
Kalea mengerucutkan bibirnya. Sangat tidak valid perkataan pria yang memiliki tato di belakang lehernya itu. "Berarti tidak wajar."
"Itu wajar! Aku saja yang terlalu hebat jadi tidak pernah terjatuh," balas Arthur tetap bersikeras. Sebenarnya Kalea kesal tetapi Arthur ada benarnya. Kenapa pria ini seakan selalu dapat melakukan apa pun dengan sempurna? Apa tidak ada sesuatu yang akan membuat Arthur terlihat payah?
Arthur berdiri lalu menepuk puncak kepala Kalea dengan pelan. "Kau istirahat dulu saja, Elice pun masih harus ditenangkan oleh Max," ujar Arthur seraya memandang kuda putih itu yang sedang ditunggangi temannya.
"Eh? Arthur?"
Arthur dan Kalea reflek menoleh ke asal suara yang terdengar nyaring itu. Kedua alis Arthur terangkat, ia tersenyum seakan menyambut kedatangan orang tersebut.
"Camille?"
Kalea sedikit terkejut ketika gadis itu berlari dan langsung memeluk Arthur. "Aku merindukanmu!" ungkap Camilla seraya tersenyum sangat manis melebihi manisnya macaron.
"Lama tidak bertemu, Camille. Aku juga merindukanmu," balas pria itu. Arthur sama sekali tak menolak pelukan tersebut, ia bahkan membalas pelukan Camilla seraya mengelus surai gadis bersurai merah muda dengan poni yang menutup sepenuhnya dahi Camille. Gadis itu pun memakai bando berwarna hitam sebagai aksesoris manis. Belum lagi matanya yang besar, bulu mata lentik dan bentuk bibir tebal yang kissable. Jujur, gadis ini sangat imut. Arthur selalu dikelilingi dengan berbagai ragam wanita.
Kalea terdiam memperhatikan interaksi mereka yang terlihat seperti sepasang kekasih. Arthur benar-benar bersikap manis pada wanita mana pun, buktinya sudah sangat tercetak jelas di depan Kalea. Namun, sepertinya Camille terlalu muda dan mungkin usianya di bawah Kalea. Tidakkah Arthur seperti pedofilia?
"Kau sudah lama sekali tidak datang ke sini, pesanku juga tidak dibalas," gerutu Camille seraya mengerucutkan bibirnya yang merah muda.
"Maaf, akhir-akhir ini aku sangat sibuk jadi tidak sempat," jawab Arthur entah itu sepenuhnya jujur atau tidak tetapi Kalea pikir pria itu hanya membuat alasan saja.
Akhirnya Kalea ternotice oleh Camille. Gadis itu menarik lengan Arthur dan semakin bergelayut manja pada Arthur. "Temanmu?" tanya Camille.
Arthur tersenyum penuh arti. "Kau bisa menganggapnya begitu."
"Eh~ apa-apaan begitu," protes Camille tidak suka jawaban Arthur. "Oh, iya! Ayo kita menunggang kuda bersama seperti yang pernah kita lakukan dulu! Ayo, Arthur!" ajak Camille menarik Arthur untuk segera menunggangi kuda.
"Tunggu sebentar, kau bisa duluan saja. Aku akan menyusul," ujar Arthur seraya melepas tangan Camille darinya.
Camille terdiam sesaat, memandang Arthur dan Kalea bergantian. "Hm ... baiklah. Aku tunggu, ya!"
Setelah Camille berjalan pergi, Arthur memandang Kalea yang sedari tadi terus diam setelah Camille datang. "Aku akan bermain sebentar, apa kau tidak apa-apa menunggu di sini?" tanya Arthur.
"Tidak perlu khawatirkan aku, aku baik-baik saja," sahut Kalea. Sudut bibirnya terangkat sedikit menampilkan sebuah senyum tipis.
"Baiklah, aku tidak akan lama. Jika kau ingin menunggang lagi, beritahu aku."
Kalea hanya mengangguk, ia memandang punggung lebar Arthur yang berjalan menghampiri gadis imut itu. Mereka mulai menunggang kuda bersama, berbincang santai dan sesekali tertawa. Arthur terlihat sangat menikmati waktunya bersama dengan Camille.
Gadis imut itu sepertinya pandai dalam menunggang kuda, bahkan sangat akrab dengan hewan itu. Dibandingkan dirinya yang terlihat payah sampai terjatuh dari Elice, tentu sangat berbeda jauh dengan Camille. Ia tidak bisa melakukan hal seperti yang ia lihat saat ini, mengobrol di saat sedang menunggang seekor kuda.
"Kalea? Apa kau ingin mencoba lagi? Elice sudah lebih tenang dibanding sebelumnya," ujar Max tiba-tiba membuat Kalea sedikit tersentak kaget karena sedari tadi ia tenggelam dalam lamunannya.
"A—ah, itu ... sepertinya aku ....," Kalea bingung harus bicara bagaimana jika sebenarnya ia sudah tidak minat melakukannya. Ia takut membuat Max tersinggung.
Max tersenyum tipis. "Tidak apa-apa jika kau belum berani untuk mencobanya lagi. Datang saja ke sini, Elice akan menyambutmu dengan baik," ujar Max seakan paham akan kegundahan hati Kalea.
Kalea tersentuh, entah kapan lagi ia akan kembali ke tempat ini jika tidak bersama dengan Arthur. "Te—terima kasih."
Gadis itu kembali sendiri, Max pamit untuk membawa Elice ke kandang. Sudah hampir setengah jam ia menunggu Arthur masih asik dengan Camille. Ia harus menunggu bagai patung di sana seraya memandangi mereka. Kalea tidak tahu bagaimana perasaannya, yang ia rasakan adalah pahanya yang mulai sakit. Ia ingin segera pulang dan mengistirahatkan tubuhnya.
Akhirnya setelah menunggu penantian panjang, Arthur kembali. Mereka mengganti baju seperti semula untuk bersiap-siap pulang. Saat di ruang ganti pun, Camille seperti tidak menganggap kehadiran Kalea yang ada di sana. Kalea tidak ingin pusing memikirkan hal itu, lagipula mereka memang hanyalah orang asing.
Camille bertingkah manis lagi ketika melihat Arthur. Ia menggandeng lengan pria itu dengan manja. Arthur sama sekali tidak terlihat risih dan menikmati ketika dada Camille menyentuh lengannya. Kalea memutar bola matanya malas, lelah sekali melihat tingkah laku paman mesum ini.
"Pokoknya aku tidak mau tahu! Kau harus datang ke acara peresmian perusahaan cabang yang dipercayakan padaku!" ujar Camille.
"Iya, iya. Aku datang, tenang saja." Nampaknya Arthur tidak lelah terus tersenyum manis seperti itu.
Camille menoleh pada Kalea yang memang sedari tadi berada di belakang mereka. "Apa dia pulang bersama denganmu?"
"Ya," jawab Arthur sekenanya dan seperti tidak mau membahas tentang Kalea pada Camille. Mungkin agar gadis itu tidak kabur ketika mengetahui jika Arthur terlibat hubungan yang sedikit melenceng dengannya.
Setelah itu mereka berpisah karena Camille telah dijemput oleh sopir pribadinya. "Kalau begitu aku pulang duluan. Senang sekali bisa bertemu lagi denganmu. Bye!"
Netra Kalea membulat ketika Camille mencium bibir Arthur sekilas. Seketika wajah gadis imut itu merona merah dan langsung berlari menuju mobilnya. Kalea melirik Arthur yang melambaikan tangannya pada Camille. Pria itu terlihat sama sekali tidak masalah dengan sentuhan bibir tadi.
Arthur menyadari jika Kalea sedari tadi terus menatapnya. "Kenapa?"
"Tidak, tidak apa-apa," jawab Kalea cepat dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Apa kau cemburu?" tebak Arthur.
"Huh? Paman pasti tidak waras," balas Kalea seraya berjalan lebih dulu meninggalkan Arthur.
"Sudah kubilang jangan panggil aku paman!"
"Itu fakta!"