Sesampai di penthouse, Arthur maupun Kalea sibuk melakukan aktivitas masing-masing. Setelah selesai mandi, Kalea melanjutkan belajar sedangkan Arthur asik memainkan ponselnya di ranjang. Sesekali pria itu tersenyum saat mengetik sesuatu.
Di saat Kalea sedang fokus mengerjakan latihan soal, ia merasakan ada sesuatu yang terasa berat berada di atas kepalanya.
"Ini masih hari libur, tapi kau sudah menghabiskan waktumu dengan belajar. Apa kau tidak bosan?" tanya Arthur, pria itu meletakkan kepalanya di atas kepala Kalea.
Kalea tidak menjawab ia tetap berusaha fokus dengan buku yang sedang ia pelajari dan juga layar laptop yang menampilkan materi meskipun Arthur berada di belakangnya. Pria itu menjadi jengkel dan langsung menutup layar laptop itu tanpa seizin Kalea.
Kalea merengut kesal, ia menoleh pada pria yang berusia terpaut sepuluh tahun di atasnya. "Jangan ganggu ketika aku sedang belajar," protes Kalea.
"Apa kau tidak ingat peraturannya? Jika aku berada di sini, kau harus melayaniku," ujar Arthur ikut kesal.
"Sedari tadi kau sibuk dengan ponselmu. Lalu aku harus melakukan apa? Lebih baik aku belajar," balas Kalea dan kembali membuka laptopnya. Namun, lagi-lagi Arthur menutupnya. "Arthur!" teriak Kalea semakin kesal. Ia sedikit merinding ketika merasakan napas Arthur yang sangat dekat berada di belakang telinganya.
"Apa kau cemburu? Karena aku sibuk dengan yang lain," goda Arthur dengan suara seksinya.
"Tidak," jawab Kalea singkat, padat, dan jelas.
"Bohong. Jujur saja padaku." Arthur memutar kursi yang diduduki Kalea agar berbalik menghadapnya.
Kalea pintar sekali dalam memasang wajah datar. Meskipun selalu diganggu oleh pria itu, ia tetap sabar. Karena bagaimanapun uang akan terus mengalir deras dari pria yang ada di depannya saat ini. "Terserah kau saja ingin menganggapnya seperti apa," balas Kalea sudah pasrah. Ia tidak mau menghabiskan banyak energi untuk berdebat dengan Arthur yang pasti tidak akan ada habisnya.
Gadis itu sedikit terkejut ketika Arthur menggendongnya dan membawa ke ranjang. Jika sudah seperti ini, ia tahu apa yang akan dilakukan. Apa Arthur tidak bosan melakukannya setiap hari?
Pria itu mulai menyerang bibir Kalea dan melumatnya dengan lembut. Seperti yang pernah dikatakan Zeline, Arthur pandai sekali berciuman. Mungkin karena sudah sering melakukannya dengan banyak wanita, pengalamannya pun pasti sangat banyak. Kalea tidak bisa membantah jika ia selalu terlena dengan ciuman Arthur. Perlahan ia melingkarkan lengannya di leher pria itu dan membalas ciuman Arthur.
Arthur sedikit tersenyum karena Kalea sudah menikmati permainan awalnya. Ia juga merasa jika gadis itu semakin lama semakin handal melakukannya. Arthur melepas pagutannya, ia menatap netra hazel Kalea yang begitu indah seraya membelai pipi gadis itu. Kalea langsung melihat ke arah lain ketika sudah terlalu lama bertatapan dengan Arthur.
"Lihat aku," ujar Arthur setengah berbisik. Pipi Kalea sudah mulai memerah, ia menyiapkan hatinya terlebih dahulu sebelum kembali menatap mata tajam dengan netra abu-abu milik pria itu.
Arthur sedikit terkejut ketika Kalea menciumnya, ini pertama kali gadis itu yang memulai menyerangnya. Tentu saja Arthur tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia membalas ciuman Kalea dengan sedikit agresif, tangannya pun mulai aktif mencari sesuatu yang akan membuat permainan mereka semakin nikmat. Arthur membelai paha Kalea, malam ini gadis itu mengenakan piyama rok yang panjangnya di atas lutus sehingga memudahkan Arthur untuk masuk lebih dalam. Namun, Kalea tiba-tiba menahan tangannya.
"Kenapa?" tanya Arthur bingung.
"Aku sedang datang bulan," jawab Kalea yang langsung membuat Arthur seperti disambar petir.
"... tidak mungkin."
Kalea mengerutkan dahinya. "Kenapa tidak mungkin?!"
"Aku akan memastikan." Kalea tersentak kaget ketika Arthur memaksa untuk menyentuh area privasinya, ia langsung menepis tangan pria itu dan mundur menjauh dari Arthur.
"Kau gila!" pekik Kalea seraya menutup tubuhnya menggunakan selimut. "Aku sudah memastikannya sendiri setelah pulang dari berkuda."
Raut wajah Arthur seketika kecewa, ia merebahkan tubuhnya di sisi Kalea. "Dasar tidak berperasaan."
"Huh?"
"Lihat," ujar Arthur seraya menunjuk bagian bawahnya yang sudah menggembung di balik celananya. Kalea menelan salivanya kasar, bagaimana bisa hanya dengan berciuman sebentar Arthur sudah begitu terangsang.
"A—apa kau semesum ini?" tanya Kalea dengan bodohnya karena ia pun sudah mengetahui jawabannya.
Arthur bangun dari rebahannya, ia menarik lengan Kalea agar menyentuh area pribadinya. Kalea entah kenapa tidak bisa menolak, jantungnya berdebar ketika merasakan milik Arthur berdenyut dan malah semakin membesar. Tanpa sadar ia meremasnya.
"Ah ...," desah Arthur.
"Ke—kenapa kau mendesah?"
"Karena kau meremasnya, kenapa? Kau ikut terangsang setelah mendengar desahanku?" goda Arthur meraba dada Kalea tetapi gadis itu lagi-lagi menepis tangannya.
"Kau licik sekali, tanganmu masih menyentuhku sedangkan aku tidak boleh menyentuhmu," protes Arthur, tangan Kalea memang masih berada di area pribadi kebanggaannya.
"Ka—kau kan yang menarik tanganku!" sahut Kalea membela diri, ia langsung menjauhkan tangannya dari milik Arthur karena tidak mau disangka sebagai gadis mesum. Arthur tersenyum miring, ia kembali menarik lengan Kalea agar menyentuh miliknya lagi.
"Layani aku," bisik Arthur.
"Huh? Bagaimana caranya?" tanya Kalea tidak mengerti.
"Menggunakan tangan dan mulutmu," jawab Arthur. "Malam ini aku tidak bisa menginap di sini, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," lanjutnya.
"Ini sudah tengah malam, apa tidak bisa besok pagi saja?" tanya Kalea.
"Oh, kau kesepian tanpaku, ya? Karena aku tidak berada di sisimu ketika tidur, hm?" Lagi-lagi Arthur menggodanya, sungguh tidak bisakah Arthur serius sedikit?
"Baiklah, kau pulang saja," jawab Kalea dengan nada datar. Ia terlalu malas meladeni pria itu ketika sedang menggodanya.
Arthur terkekeh geli, ia mencium bibir Kalea lagi. "Jangan alihkan perhatian, kau harus melayaniku dulu sampai aku puas."
"A—aku tidak pernah melakukan hal seperti itu," sahut Kalea, sampai saat ini pun yang selalu bergerak hanya Arthur. Ia bahkan belum pernah menyentuh langsung benda pusaka milik pria itu.
"Aku akan menuntunmu," ujar Arthur dan mulai membuka risleting celananya. "Lampu dimatikan atau tetap seperti ini?"
"Di—dimatikan!"
"Padahal aku ingin melihat wajahmu ketika sedang melakukan fanservice untukku," ujar Arthur sedikit kecewa dan setengah bercanda. Pria itu mematikan lampu tidur dan ruangannya pun menjadi sedikit redup.
Kalea sedikit terpana sekaligus takut ketika melihat milik Arthur yang sudah tegang dengan sempurna. Arthur menuntun tangan Kalea untuk menyentuhnya. Ia mulai mengajari Kalea bagaimana cara membuatnya nikmat hanya menggunakan tangan dan mulut gadis itu.
"I—ini terlalu besar," komentar Kalea tanpa sadar, ia menaik turunkan tangannya di milik pria itu.
Arthur tertawa kecil di sela-sela nafsunya. "Ini bukan pertama kali kau melihatnya. Kau menyukainya?" tanya Arthur tetapi Kalea tidak menjawab.
Kalea semakin penasaran dan mulai mendekatkan wajahnya pada benda itu, ia mengecup dan tiba-tiba menjilatnya. Arthur sedikit terkejut. "Masukkan ke dalam mulutmu," perintah Arthur.
Meski sedikit ragu, Kalea mulai memasukkan milik Arthur ke dalam mulutnya. Sedikit aneh dan mulutnya terasa penuh tetapi melihat wajah Arthur yang begitu seksi di matanya membuat Kalea entah kenapa semakin penasaran. Ia mengikuti apa yang diarahkan Arthur dan sekitar hampir satu jam pria itu baru mengeluarkan sesuatu di wajah Kalea. Mulut gadis itu sangat pegal karena Arthur benar-benar sangat lama mengeluarkannya atau mungkin karena kemampuan Kalea masih belum pandai melakukan hal seperti itu.
Arthur terengah-engah, ia mengangkat wajah Kalea yang terkena cairan miliknya. Ia tersenyum miring, memasukkan jarinya ke dalam mulut Kalea. "Kau sangat menggoda dalam kondisi seperti ini, milikku terasa keras lagi."
Kalea membulatkan matanya dan kembali melihat benda yang ada di bawahnya. Benar, itu sudah kembali tegang. "Kau benar-benar ...."
"Salahkan dirimu yang sangat menggoda."
"Salahkan nafsumu yang terlalu besar!"
"Sekali lagi, setelah ini aku pulang."
Kalea pasrah, ia menuruti permintaan Arthur dan setelah itu Arthur benar-benar pergi meninggalkan Kalea sendirian di sana.