Chereads / Hubungan Sugar Dating dengan CEO / Chapter 25 - Arthur Pria Gentle

Chapter 25 - Arthur Pria Gentle

"Ada ribut-ribut apa ini?"

"Arthur ...," lirih Kalea. Ia langsung berjalan cepat mendekati pria itu.

"Aku mencarimu daritadi ternyata ada di sini," ujar Arthur seraya membelai lembut pipi Kalea. Kemudian ia beralih menatap Reynhard. Ia menyipitkan matanya, mengingat-ingat wajah pria itu. "Kau ... bukankah anak dari Edward Smith? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Arthur, suaranya nampak tenang tetapi Reynhard menunduk takut setelah Arthur datang.

Dahi Arthur berkerut, ia tidak tahu kronologis awalnya tetapi Reynhard tertangkap sedang memojokkan dan membentak Kalea, sugar babynya.

"Reynhard? Kau Reynhard, kan?" tanya Arthur memastikan lagi karena lelaki itu belum menjawab.

"Be—benar, saya Reynhard. Maaf, saya kira wanita ini seorang caddy tetapi ternyata kekasih anda," sahut Reynhard tertawa canggung seraya menggaruk belakang lehernya. Kalea gatal sekali ingin memutar bola matanya. Alasan Reynhard terlalu dibuat-buat, ia paham sekali jika pria itu takut dengan Arthur.

"Memang kenapa kalau dia seorang caddy? Kau terpesona dengannya?" tanya Arthur merangkul bahu Kalea dan semakin mendekatkan tubuh gadis itu padanya. Seakan memamerkan kemesraan di depan Reynhard.

"Ti—tidak, Sir. Kalau begitu saya pamit duluan, ayah saya pasti menunggu."

"Kau benar, ayahmu mencarimu sedari tadi," balas Arthur seraya tersenyum manis sampai matanya hanya segaris tipis. Setelah itu Reynhard langsung berlalu karena takut dan malu.

Kalea menghela napas lega, lagi-lagi Arthur menolongnya ketika ada pria yang hampir melecehkannya. "Terima kasih."

"Lea," panggil Arthur.

"Hm?"

Kalea menahan napas ketika Arthur mendekatkan wajahnya hanya tinggal beberapa centi dengan wajah Kalea. Pria itu menyipitkan matanya, memandang penampilan Kalea dari atas hingga bawah. "Apa kau selama ini memang selalu menarik perhatian pria hidung belang?" tanya Arthur seraya menjauhkan kembali wajahnya seperti posisi semula. "Apa yang kau lakukan pada Reynhard sampai dia marah-marah padamu?"

"A—aku hanya ingin mengambil bola dan tidak sengaja bertemu dengannya! Dia menahanku pergi karena ingin berkenalan denganku," jawab Kalea sedikit kesal karena Arthur seakan menumpahkan semua kesalahan itu padanya.

"Lalu?"

"Karena aku tidak menggubris, tiba-tiba dia marah sendiri dan terus merendahkanku. Bahkan bertanya siapa pemilikku dan dia ingin membayar dua kali lipat," lanjut Kalea memalingkan wajahnya ke samping. Rahang Arthur mengeras, sebuah seringai terukir di wajah tampan pria itu.

"Dua kali lipat? Hebat sekali," puji Arthur sarkas.

"Sebenarnya dia siapa? Siapa Smith?" tanya Kalea penasaran karena kesombongan Reynhard sebelumnya.

"Anak dari pemilik perusahaan yang ada di bawahku," jawab Arthur sekenanya. Ia mulai berjalan lagi menuju lokasi tadi karena caddy masih menunggu di sana untuk mengantar mereka ke gedung utama jika telah selesai bermain. Kalea menyusul, ia mengikuti Arthur dari belakang.

Pria dengan netra abu-abu itu menoleh, dan menarik lengan Kalea agar berjalan sejajar dengannya. Perlakuan Arthur selalu saja tidak pernah diduga. Jika sudah memasang wajah serius dan tak banyak bicara, Arthur benar-benar seperti pria yang berbeda dan Kalea tidak berani untuk melawan.

Mereka berpisah di ruang loker, Kalea membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang memang sudah disediakan. Arthur juga telah memberikan pakaian baru untuk gadis itu. Sungguh, Arthur selalu sigap dan tahu apa yang dibutuhkan Kalea.

Kalea memandang pakaian bermerk terkenal itu, tidak berlebihan, tidak terlalu terbuka dan seakan tahu Kalea tidak akan protes dengan pakaian tersebut. "Pantas saja banyak wanita yang jatuh cinta padanya," gumam Kalea pelan seraya mulai mengenakan pakaian itu.

Setelah itu ia menunggu di dalam mobil karena Arthur masih berbincang dengan orang-orang penting yang satu kalangan atas dengan pria itu. Kalea memang memilih mengasingkan dirinya karena merasa tidak ada urusan dengan mereka. Ia memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang, penampilannya sangat berkelas meski terlihat simple tetapi Kalea tahu. Harganya tidak akan sesimple kelihatannya.

Lama-kelamaan mata Kalea semakin berat, ia mengantuk. Tentu saja lelah sudah menghabiskan waktu di luar dan melakukan sesuatu yang baru dalam hidupnya. Kalea tidak menyesal meski ada satu gangguan yaitu Reynhard, pria aneh itu. Kantuknya hilang ketika Arthur berjalan menghampiri kemudian masuk ke dalam mobil.

"Maaf menunggu lama," ujar Arthur seraya meletakkan ponselnya.

"Tidak apa-apa."

"Jadi ... bagaimana hari ini? Kau senang?" tanya Arthur ceria.

Kalea mengangguk seraya membalas senyuman pria itu. "Aku senang."

Arthur terkekeh geli, ia mengusak surai Kalea pelan. "Syukurlah, jika kau senang aku pun ikut senang." Ia mulai menyalakan mobilnya keluar dari area olahraga golf itu. Tidak ada yang membuka suara, Arthur sibuk bersiul dan bersenandung ria mengikuti nada lagu yang dimainkan sedangkan Kalea hanya mendengar dan memperhatikan jalan yang tidak terlalu banyak mobil berlalu lalang. "Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Arthur membuat Kalea langsung menoleh padanya.

"Apa kau tidak lelah?"

"Lelah? Kenapa? Kau lelah?"

"Ti—tidak begitu ...."

"Katakan saja kau mau apa dan ke mana, aku akan menemanimu," ujar Arthur yang entah kenapa menurut Kalea terasa manis dan begitu perhatian.

Meskipun ia sedikit bingung. Bukankah itu pekerjaannya untuk menemani pria itu? Kenapa seperti terbalik?

Kalea menggeleng, ia tidak memiliki ide untuk pergi ke mana karena selama ini pun otaknya tak pernah memikirkan hal seperti itu. Dari kecil, pola pikirnya hanya tertanam bahwa ia harus mencukupi kebutuhan keluarga. Uang yang ia miliki dan dikumpulkan tidak akan cukup untuknya bersenang-senang.

"Tidak ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Arthur.

"Aku tidak tahu ...."

Arthur menautkan alisnya heran, memang agak lain gadis yang ada di sampingnya ini. Tidak bersikap seperti gadis pada umumnya. Di saat umur seusia Kalea yang seharusnya bersenang-senang dengan teman atau pria, berdandan dan sebagainya tetapi yang Kalea pikirkan hanyalah uang dan belajar.

"Jika aku menyuruhmu untuk menghabiskan uang itu dan jika tidak habis, kau akan kuhukum. Apa kau setuju?" tanya Arthur sontak membuat Kalea terbelalak kaget.

"Ke—kenapa begitu?"

"Aku ingin kau menggunakan uang dariku untuk bersenang-senang seperti gadis pada umumnya."

Kalea terdiam sejenak, sulit untuk melakukan apa yang diinginkan Arthur. "Aku ... belum bisa melakukannya. Aku tidak ingin sahabatku tahu dan curiga dari mana asal uang itu," sahut Kalea. Pikirannya langsung tertuju pada Aluna.

Arthur tidak membalas perkataan itu, ia paham jika Kalea malu dengan pekerjaan yang dilakukan. "Okay, aku tidak akan memaksa. Lakukan apa yang menurutmu nyaman. Lagipula kau bisa bermain dengan Zeline, dia tidak akan menghakimimu. Wanita itu tidak pernah berbicara buruk mengenai orang lain."

Kalea tersenyum lega, entah dia harus bersyukur atau tidak dipertemukan dengan Arthur. "Terima kasih."

Ia tidak bisa mengiyakan mengenai Zeline. Gadis blonde itu memang baik tetapi Kalea masih sedikit takut dengan sifat galaknya.

"Kalau begitu sekarang kita belanja dan makan saja. Aku tidak tahu harus pergi ke mana karena semua wanita hanya meminta itu padaku," ungkap Arthur seraya berbelok menuju pusat belanja terkenal dan mewah.