Kalea sibuk berlatih lagi mengayunkan klab atau stik golf itu, sedangkan Arthur lebih asik memandang wajah Kalea yang serius. Ia sudah sangat lama bermain golf dari usia tujuh belas tahun. Kemahirannya sudah tidak perlu diragukan lagi. Setelah itu, Arthur yang memulai permainan lebih dulu. Mereka bermain dalam 18 hole, biasanya sekitar tiga sampai empat jam Arthur bermain dengan teman atau kolega pentingnya. Namun, sepertinya untuk hari ini akan terbilang cukup lama.
Arthur bersiap memukul, sesuai posisi untuk memukul bola golf setelah itu ia ayunkan klub itu dan memukul dengan tangkas. Bolanya melambung jauh, Kalea sendiri sulit untuk melihatnya. Ia heran, di lapangan seluas itu bahkan berbelas kilo meter, orang-orang mahir sekali memainkan olahraga ini dan tahu di mana letak bola tersebut. Heran bercampur takjub lebih tepatnya.
Caddy meminta mereka untuk naik ke mobil menuju bola yang telah dilempar. Kali ini giliran Kalea yang memukul. Sebelumnya, ia belajar terlebih dahulu di driving area khusus pemula mempelajari cara bagaimana mengayun dan memukul. Kalea memegang club dan bersiap dengan posisi yang sudah sesuai. Arthur tersenyum, ia sedikit kagum karena Kalea cepat sekali belajar hal baru. Dua kali mengayun, Kalea pun memukul bola tersebut. Meski ia masih belum bisa melihat ke mana bola itu terbang jauh. Untung saja Caddy dapat mengetahuinya, Kalea pikir itu pekerjaan yang sangat sulit.
'Pendapatannya pasti besar,' batin Kalea.
Mereka terus bermain sampai hole terakhir, begitu banyak rintangan pada saat memukul bola. Tanah yang tidak rata, bergelombang dan terdapat danau. Hal itu memang disengaja untuk mempersulit dalam memainkan olahraga tersebut. Sampai akhir, Kalea tetap tidak bisa memasukkan bola itu ke hole yang ditandai dengan bendera merah. Padahal Arthur hanya sekali memukul dan langsung masuk.
"Susah, ya?" tanya Arthur dengan suara sedikit besar karena tidak bisa berdiri dekat Kalea saat gadis itu sedang bersiap untuk memukul. Kalea tidak merespon, ia masih fokus dengan jarak antara bola dengan hole tersebut. Ia menarik napas terlebih dahulu, dan mulai memukul dengan kekuatan sedang.
Masuk.
Kalea sontak melompat senang, ia menoleh pada Arthur dengan ekspresi girangnya. Ia berlari menuju pria itu. "Lihat! Bolanya masuk!" sorak Kalea sangat semangat.
"Kau pintar sekali," puji Arthur seraya mengelus surai brunette Kalea. Padahal baru pertama kali, tetapi sebagai pemula, Kalea benar-benar hebat.
"Mr. Jefferson?" panggil seseorang membuat Arthur menoleh.
"Oh, Mr. Smith, lama tidak bertemu," sapa Arthur seraya berjalan menghampiri pria bertubuh gempal dengan kumis putihnya. Mereka nampak mengobrol akrab sampai lupa dengan kehadiran Kalea. Kalea tidak ingin menganggu, dan akhirnya memutuskan untuk mendekati caddy yang tengah membereskan permainan mereka tadi.
"Boleh saya membantu?" tanya Kalea sopan.
"Oh, tidak perlu, Miss! Ini sudah jadi pekerjaan saya," tolak caddy tersebut sama sopannya.
Namun, Kalea tetap bersikeras. "Tidak apa-apa, jika dilakukan oleh dua orang pasti lebih cepat selesai."
Meskipun caddy tersebut terus menolak, Kalea tetap ingin membantu. Sampai akhirnya caddy mengalah dan membiarkan Kalea membantu. Ada beberapa bola yang masih belum terambil dan Kalea mulai bantu mencari. Gadis itu memeriksa di area danau lagi, netranya menyipit saat melihat benda bulat berwarna putih itu berada sangat dekat di tepi danau. Ia berlari dan memungut bola tersebut.
Kalea baru tersadar jika dirinya sudah sangat jauh dengan Arthur karena sibuk mencari bola. Ia pun tidak membawa ponselnya. Kalea mengusir rasa khawatirnya itu dan mulai berjalan kembali. Namun, ia berpapasan dengan seorang pria bertubuh kurus tinggi dan sepertinya sepantaran usia dengannya.
Kalea hanya tersenyum tipis melihat pria itu dan kembali berjalan. Namun, tiba-tiba lengannya ditahan.
"Y—ya?" tanya Kalea bingung.
"Apa kau baru di sini?" tanya pria itu masih belum melepas tangannya.
Kalea mengangguk pelan, ia menatap lengannya berharap pria itu sadar jika ia tidak suka disentuh oleh orang sembarangan.
"Oh, maaf! Aku hanya sedikit kaget karena belum pernah melihat wanita cantik sepertimu," goda pria itu seraya melepas tangannya dari Kalea.
"Terima kasih," balas Kalea sekenanya.
"Apa kau datang ke sini sendirian? Kau pemula?" Pria itu terus bertanya, Kalea sudah mulai tidak nyaman. Karena di hamparan luas itu tidak terlihat siapa pun lagi selain mereka berdua.
"Maaf, aku harus segera pergi," ujar Kalea tidak berniat menjawabnya. Ia kembali berjalan tetapi lagi-lagi pria itu menghadangnya.
"Biarkan aku mengenalmu, sepertinya umur kita tidak berbeda jauh. Aku sudah lama di sini, mungkin aku bisa membantumu jika kau ada kesulitan," ujar pria itu dengan tersenyum lebar. Kalea diam, menatapnya pun enggan.
"Siapa namamu? Aku Reynhard, senang bertemu wanita cantik ... dan seksi sepertimu," ujar Reyhand dengan tatapan yang terfokus pada tubuh Kalea.
Kalea dapat merasakan tatapan itu, tanpa sadar ia mengenggam bola golf semakin erat. Ia tahu, pria yang ada di depannya ini pastilah bukan pria main-main. Pasti salah satu orang penting, dan ia tidak bisa bertindak kasar dengan memukul wajah Reynhard menggunakan bola golf yang ia pegang meski ingin sekali melakukannya.
"Hei, sombong sekali ... jawab pertanyaanku. Atau kau salah satu simpanan dari orang-orang yang ada di sini?" tanya Reynhard semakin tak sopan.
"Mohon maaf, tapi itu bukan urusan anda," sahut Kalea akhirnya membuka suara. Ia memandang datar pria itu.
Senyum remeh tersungging di bibir Reynhard. Hati kecilnya terluka dengan sikap Kalea yang menurutnya sok jual mahal. "Ternyata memang benar, ya. Seharusnya kau tidak sesombong itu. Siapa pemilikmu? Aku akan membayarmu dua kali lipat darinya," ujar Reynhard semakin mendekat pada Kalea. Gadis itu berjalan mundur, tatapannya menjadi tajam. Kata 'pemilikmu' membuat Kalea kesal seakan ia adalah hewan peliharaan.
"Saya tidak ada urusan dengan anda, jadi tolong biarkan saya pergi," balas Kalea dengan suara tegas meskipun sebenarnya ia sudah takut.
"Lagi-lagi kau tidak menjawab pertanyaanku. Apa kau tuli?"
Brengsek, perkataannya semakin membuat Kalea sakit hati dan dongkol.
Kalea menggigit bibir bawahnya, ia tetap membalas tatapan mata pria itu dengan sinis. Reynhard kembali memegang lengannya tetapi langsung ditepis kasar oleh Kalea.
"Kau! Angkuh sekali! Kau tahu, aku bisa mencari tahu tentangmu dan kau tidak akan pernah hidup dengan tenang jika berani melawan," desis Reynhard seraya menunjuk-nunjuk Kalea tak sopan. "Dari awal aku sudah sangat baik ingin berkenalan denganmu, ini salahmu sendiri karena sudah sok jual mahal padaku," lanjutnya dengan emosi yang semakin meluap-luap.
Kalea bingung, sebenarnya apa yang terjadi padanya dalam keadaan seperti ini? Kenapa pria yang bernama Reynhard ini begitu kesal hanya karena dihiraukan olehnya?
"Saya minta maaf, saya tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja perkataan anda terlalu merendahkan saya," balas Kalea.
"Kau yang tidak sopan karena terus tidak menjawab pertanyaanku! Kau pikir aku sedang bicara dengan patung, huh?"
Gila, pria ini gila. Temperamen sekali dan sangat sensitif.
"Ada ribut-ribut apa ini?"
Netra Kalea membulat, ia langsung menoleh ke sumber suara. Suara berat nan seksi yang sangat ia kenal.