"Kau mengenalnya, Sayang?"
"Ah ... dia temanku," jawab Arthur seraya tersenyum manis. Kalea menunduk, memutus pandangannya pada Arthur. Pria itu pun sama terkejutnya saat melihat kehadiran Kalea di sana. Zeline memperhatikan mereka berdua secara bergantian, ia sangat paham dengan kebiasaan Arthur karena sudah mengenalnya cukup lama.
Gadis blonde itu menarik lengan Kalea. "Ayo pergi, Lea. Kita bersenang-senang," ajak Zeline lalu membawa Kalea pergi dari sana.
Zeline tidak banyak bicara dan Kalea pun tetap diam, pikirannya entah kenapa menari-nari memikirkan Arthur bersama wanita tadi. Gadis itu masuk ke dalam mini cooper Zeline.
"Di mana rumahmu? Biar aku antar," ujar Zeline berbaik hati.
Kalea menoleh pada Zeline dengan wajah polos. "Kau bilang kita akan bersenang-senang?"
Gadis blonde itu berdecak kesal, menatap Kalea dengan tajam. "Itu hanya sekedar basa-basi. Aku sibuk, sebentar lagi harus bertemu dengan daddy. Jadi cepat beritahu di mana kau tinggal!" cecar Zeline begitu galak, Kalea sampai gemetar. Akhirnya Kalea memberitahu alamat penthouse miliknya yang diberikan Arthur. Ia tidak mungkin membiarkan Zeline mengantarnya ke rumah aslinya yang tinggal bersama dengan Freya.
Sekitar dua puluh menit mereka sampai, Zeline hanya mengantar sampai depan tanpa memarkirkan mobilnya. "Wow, jadi ini tempat yang diberikan Arthur padamu?" tanya Zeline terpesona dengan apartemen mewah tersebut.
"Terima kasih sudah mengantar, maaf aku merepotkan," ujar Kalea seraya melepas seat beltnya.
"Ya, memang merepotkan."
"Maka dari itu aku minta maaf."
"Ya, sudah sana masuk!" titah Zeline selalu galak pada Kalea. Entah ada salah apa dirinya pada gadis itu, atau memang sifatnya saja yang arogan dan galak. Kalea hanya geleng-geleng kepala seraya keluar dari mobil mewah Zeline. Setelah itu pun Zeline langsung melajukan mobilnya ke luar dari sana.
Kalea terdiam ketika sudah sampai di penthouse. Ia meletakkan tasnya di atas meja, merebahkan dirinya ke ranjang. Ia akan menghabiskan waktu di sana sendirian, karena sudah yakin jika Arthur tidak akan pulang malam ini. Ini pertama kali Kalea melihat Arthur bersama wanita lain dengan mata kepala sendiri. Kalea sangat sadar diri jika ia hanyalah sugar baby, mungkin ia pun bukan satu-satunya sugar baby yang Arthur miliki.
Persetan dengan hal itu, Kalea tahu itu bukan ranahnya untuk mengurusi urusan pribadi Arthur. Ia pun memutuskan untuk membersihkan tubuhnya lalu melanjutkan belajar seperti biasa.
***
Kalea membuka matanya, ia menggeliat sebentar dan baru menyadari jika ia tidur di ranjang bersama dengan Arthur. Pria itu ternyata pulang ke penthouse. Kalea tidak tahu sama sekali kapan Arthur pulang, ia memperhatikan Arthur yang masih tertidur dengan memeluk pinggangnya. Tampan. Definisi Arthur yang sesungguhnya. Seakan Arthur diciptakan oleh Tuhan di saat sang pemilik semesta sedang dalam kondisi yang baik. Sehingga Arthur bisa terlahir dengan wajah rupawan dan segala kesempurnaan yang pria itu miliki.
Hanya satu, kekurangan fatalnya. Suka bermain dengan wanita.
Hanya saja menurut Kalea, uang Arthur lebuh tampan dibandingkan pemiliknya. Selama Arthur berada di sisinya, entah apa yang pria itu lakukan menurut Kalea tidak masalah. Selama uang masih mengucur deras padanya. Lagipula Arthur tidak kasar, dan selalu memperlakukan wanita dengan baik. Meskipun level mesumnya di atas rata-rata.
Saat Kalea berniat untuk bangun, Arthur menahannya. Pria itu memeluknya dengan erat. Kalea tidak berniat untuk meronta, ia kembali memandang langit-langit kamar.
"Morning, Baby," sapa Arthur dengan suara berat khas seorang pria saat bangun tidur. Benar-benar menggelitik telinga Kalea.
"Ya, pagi," balas Kalea datar.
"Kemarin, apa yang kau lakukan dengan Zeline?" tanya Arthur tiba-tiba di pagi hari.
"Berbincang seperti wanita pada umumnya," jawab Kalea sekenanya.
"Lea."
"Hm?"
Arthur terdiam sejenak, ia mulai membuka matanya melihat Kalea yang berekspresi datar itu. "Kau tidak penasaran dengan apa yang kulakukan kemarin?"
"Bersama dengan wanita cantik itu?" Kalea bertanya balik. Arthur mengangguk, ia masih sedikit mengantuk dan mendekatkan wajahnya di leher Kalea. Gadis itu merasa geli dan menjauh dari Arthur.
"Kenapa menjauh?" protes Arthur seperti anak kecil.
"Geli."
Arthur menghiraukan jawaban Kalea dan menarik gadis itu untuk lebih dekat dengannya lagi. Kalea hanya bisa pasrah. "Jawab pertanyaanku tadi," ujar Arthur.
"Itu salah satu wanitamu, kan? Kau yang mengatakan jika tidak pernah cukup dengan satu wanita. Aku tidak penasaran juga apa yang kau lakukan," jawab Kalea jujur.
"Kau benar, yasudahlah." Arthur kembali memeluk Kalea dengan erat. Wangi tubuh Kalea begitu candu bagi pria itu. Tidak ada lagi wanita lain yang memiliki aroma peach seperti Kalea.
"Lalu kenapa kau pulang? Aku pikir kau akan menghabiskan waktumu dengannya," tanya Kalea.
"Aku memikirkanmu, karena itu aku pulang," jawab Arthur tetapi Kalea tidak sepenuhnya percaya. Mulut Arthur sangatlah manis sekaligus beracun. Wanita harus memiliki dinding kuat dan kokoh jika berhadapan dengan pria itu. "Lea, hari ini pulang jam berapa? Aku ingin mengajakmu jalan."
Kalea menautkan alisnya, sedikit heran. Apa Arthur sungguh-sungguh mengajaknya jalan? Atau nanti justru berakhir di ranjang seperti sebelumnya? "Aku tidak bisa jika hari biasa, hari libur mungkin bisa," jawab Kalea. Lama-lama ia sesak berada di pelukan pria dengan tubuh besar dan kekarnya Arthur.
Arthur terdiam sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu. Kalea melirik pria itu. "Kenapa? Kau pasti sudah ada janji dengan para wanitamu itu, ya?" tebak Kalea seraya tersenyum miring.
"Sembarangan," balas Arthur. Namun, Kalea tahu itu benar.
"Lepas, aku mau bangun," ujar Kalea seraya berusaha lepas dari Arthur, tetapi pria itu masih enggan bergerak. "Arthur," panggil Kalea mulai kesal.
"Panggil aku daddy, baru kulepas."
Ugh, Kalea belum biasa untuk memanggil dengan sebutan itu. Entah kenapa selalu merinding, mungkin akan terasa ringan jika Arthur sedang tidak sadar seperti saat pria itu mabuk. Kalea masih mengunci mulutnya untuk memanggil panggilan terlarang itu dan berusaha kembali lepas dari Arthur.
"Baby, panggil aku daddy," bisik Arthur tepat di telinga Kalea.
Kalea menatap Arthur yang kini tengah menatapnya juga. Jantungnya berdebar karena jarak mereka terlalu dekat. Dan tiba-tiba Arthur tersenyum miring seraya menyentuh pipi gadis itu. "Aku suka freckles yang ada di wajahmu. Menambah kesan cantik. Tidak, aku suka semua yang ada di dirimu," puji Arthur yang begitu manis semanis buah cherry.
Kalea tidak dapat menahan rona merah yang menjalar ke pipinya. Ini pertama kali ada yang memuji freckles yang menurut ia adalah salah satu kekurangannya. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan memutus tautan pandangan di antara mereka. "Da—daddy, lepaskan aku," pinta Kalea dengan suara yang sangat pelan.
Netra Arthur membulat, ia terperangah dengan ekspresi yang ditunjukkan Kalea. Terlalu seksi. Arthur melepas pelukan itu membiarkan Kalea bangun. Namun, lagi-lagi ia meraup bibir manis milik gadis bermata seperti kucing itu.
"Jangan berekspresi menggoda seperti itu, kau tahu aku sangat lemah," ujar Arthur dengan suara serak dan begitu dalam. Ia mengusap bibir Kalea yang basah akibat dicium olehnya. Pria itu tersenyum manis.
"Morning kiss."