Selama kelas, Kalea lebih banyak diam dan tidak ingin bangun dari kursi. Bagian bawahnya masih terasa sakit, ia bersumpah tidak akan lagi melakukan itu dengan Arthur di saat ia akan pergi ke kampus. Sekarang ini yang t erjadi, ia tidak bisa bergerak dengan bebas. Mungkin salah satu faktornya adalah milik Arthur yang besar itu, Kalea langsung menggeleng cepat mengusir pikiran gilanya tersebut. Untuk apa ia membayangkan salah satu bagian tubuh pria itu.
Setelah kelas siang selesai, mereka ada waktu untuk istirahat. Aluna menghampiri Kalea yang sedang menidurkan kepalanya di atas meja. Ia menepuk bahu gadis itu. "Lea? Ada apa? Kau sakit?" tanya Aluna khawatir karena Kalea lebih pendiam dari biasanya. Bahkan di saat dosen bertanya, Kalea seperti hilang fokus.
Kalea bangun dan tersenyum getir pada sahabatnya. "Aku baik-baik saja."
"Kau belum makan? Ayo, kita ke kantin," ajak Aluna tetapi Kalea menggeleng pelan.
"Aku akan menyusul, kau duluan saja."
"Yakin? Kau benar-benar tidak sakit?"
"Tidak, Luna. Jangan khawatirkan aku," balas Kalea. Ia melirik pada pintu kelas, teman-teman Aluna sudah menunggu di sana. "Kau sudah ditunggu oleh yang lain," ujar Kalea mengingatkan. Aluna menoleh ke arah belakang.
"Baiklah, beritahu aku jika kau menyusul. Okay?"
Kalea hanya mengangguk. Setelah itu Aluna berlalu menghampiri teman-temannya dan pergi ke kantin fakultas.
Kalea kembali menidurkan kepalanya, ia ingin mengistirahatkan tubuh meski sebentar saja. Di sisi lain, Zeline sedikit curiga dengan gerak-gerik Kalea. Hanya ada empat orang termasuk Kalea dan Zeline yang ada di kelas saat ini. Gadis blonde itu berjalan menghampiri kursi Kalea.
Kalea yang menyadari jika ada seseorang menghampirinya, ia mendongak. "Oh, Zeline. Ada apa?"
Zeline memutuskan duduk di kursi samping gadis itu. Ia memperhatikan Kalea dari atas kepala hingga ujung kaki membuat Kalea bingung dan sedikit tidak nyaman. "Sebelum kau datang ke sini, apa kau melakukan sex dengan Arthur?"
Kalea terbelalak kaget, ia melihat ke sekeliling, takut jika ada yang mendengar perkataan Zeline. "Apa kau tidak bisa memperhalus bagian kata 'itu'? Suaramu bisa terdengar oleh yang lain," bisik Kalea sedangkan Zeline hanya mengangkat bahunya tidak acuh.
"Jawab pertanyaanku," ujar Zeline santai.
Kalea menghela napasnya. "Kenapa kau bisa tahu?"
"Hm ... feeling? Aku paham sekali dengan kelakuan Arthur. Makan ini, kau pucat sekali seperti mayat hidup. Apa Arthur tidak memberimu makan?" tanya Zeline sedikit ketus. Kalea mengerjap, ia tertegun karena gadis cantik itu mendadak perhatian padanya.
"Terima kasih, kau baik sekali," puji Kalea seraya tersenyum simpul. Ia menerima sandwich dan susu karamel itu.
"Jangan terlalu percaya diri. Aku hanya merasa bertanggung jawab karena sudah menjerumuskanmu pada predator seperti Arthur," balas Zeline seraya menyibakkan surai pirang nan indahnya.
"... kau benar. Dia sangat buas," sahut Kalea kembali mengingat apa yang terjadi akhir-akhir di antara dirinya dan Arthur. "Oh, boleh aku tanya sesuatu padamu?" tanya Kalea.
Zeline menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"
"Arthur itu predator wanita, dia ... pasti selama ini sudah melakukan dengan banyak wanita. Kau pun sepertinya sangat mengetahui tentang dia. Apa ... kau juga pernah melakukan hubungan 'itu' dengannya?" tanya Kalea berusaha untuk tidak menyinggung atau terkesan ingin tahu sekali.
"Melakukan sex? Tidak, aku belum pernah melakukannya. Kalau ciuman, aku pernah. He's a good kisser, right?" ujar Zeline seraya tersenyum miring. Kalea menganga, ia sedikit tak percaya karena ternyata gadis itu pun pernah bersentuhan dengan Arthur. Meski hanya berciuman. "Itu pun karena aku penasaran sekali dengannya, Arthur tidak pernah terpesona denganku sebagai lawan jenis. Ia menganggapku seperti adik saja, sama halnya aku menganggap Arthur sebagai kakak," jelas Zeline, ia memainkan jari-jari cantiknya yang baru saja melakukan nail art.
Kalea masih terdiam, mendengarkan cerita Zeline. Ia membayangkan bagaimana jika Arthur bersama dengan Zeline. Mereka pasti menjadi pasangan yang spektakuler. Keduanya memiliki paras yang menawan, pasti mereka akan menghasilkan anak yang tidak kalah cantik ataupun tampan.
"Kau pasti kaget, ya?" tanya Zeline.
"Oh ... sedikit."
"Yang terpenting, jangan sampai benar-benar mencintai sugar daddymu. Semempesona apa pun orangnya, jika kau hanya terlibat barter sex dan uang, jangan pernah melebihi batas itu," ujar Zeline menasihati seraya mengingatkan apa yang menjadi peraturan dalam hubungan sugar dating. "Kau beruntung mendapat pria yang belum pernah menikah. Jadi kau tidak perlu repot berurusan dengan istri atau anaknya."
"Apa sugar daddymu sudah menikah?"
"Ya, jadi harus pintar agar tidak ketahuan," jawab Zeline sangat santai. Kalea menelan salivanya kasar, masalah gadis itu ternyata lebih kompleks dibanding dirinya.
Sampai kelas kembali dipenuhi anak-anak lain, mereka berbincang saling memberi pengalaman atau tips. Kalea begitu menyimak apa yang dikatakan Zeline, yang dikatakan gadis itu benar. Ia tidak boleh jatuh cinta pada Arthur, ia hanya boleh mencintai uangnya saja. Kalea akan semakin menanam pola pikir tersebut.
***
Kalea baru saja selesai mengajar di kelas sore. Ia merapikan buku materinya lalu berjalan ke luar kelas. Ia sedikit heran karena Zeline berdiri di depan pintu kelas. "Zeline? Ada apa?" tanyanya bingung. Kalea menahan napas ketika gadis itu berjalan menghampirinya dengan raut wajah menyeramkan, ia bahkan sampai beberapa kali mundur.
"Kenapa kau tidak memeriksa ponselmu?" tanya Zeline.
"Ke—kenapa? Apa ada sesuatu yang penting?" Kalea bertanya balik seraya merogoh ponselnya yang berada di tas.
"Arthur menerorku karena kau tidak juga membalas pesannya! Dengan seenaknya dia memerintahku untuk menunggu kau selesai kelas. Dan kau harus tahu, dia hanya ingin tahu hari ini kau pulang jam berapa! Apa dia tidak tahu jika aku sangat sibuk?!" gerutu Zeline terus mengomel bahkan seperti ada kobaran api yang keluar dari mulutnya.
Kalea menyalakan ponselnya dan benar saja, Arthur mengirim begitu banyak pesan dan ia tidak sempat untuk membalas. Sudah menjadi kebiasaan Kalea jika sedang kelas, ia tidak akan membuka ponselnya.
"Ma—maaf, sudah merepotkanmu," ujar Kalea sedikit ciut karena Zeline yang seperti penyihir sekarang. Ia pun sudah membalas pesan Arthur.
Sesampainya di parkiran, Zeline berjalan lebih dulu menuju mobil hitam mewah yang tidak salah lagi pemiliknya adalah sugar daddy Kalea. Parkiran lumayan sepi dan hanya ada mereka bertiga di sana. Arthur keluar dari mobilnya dengan wajah berseri-seri.
"Kau! Gara-gara kau aku harus kehilangan klienku!" omel Zeline. Sedangkan Arthur hanya tertawa renyah, ia menepuk puncak kepala gadis blonde itu dengan lembut meski langsung ditepis oleh Zeline.
"Maaf, maaf. Akan kuganti uang yang akan diberikan klien itu padamu."
"Dua kali lipat!" seru Zeline seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Arthur menerima jabatan tangan itu tanpa beban. "Deal."
"Senang bekerja sama denganmu," ujar Zeline seraya tersenyum sangat manis. Perubahan ekspresinya begitu menakjubkan. Padahal sebelum bertemu Arthur, gadis itu terus mengomel dan raut wajahnya sangat menyeramkan.
"Kalau begitu aku pergi dulu, bye!" pamit Zeline seraya menyibakkan surainya itu lalu melengos pergi menuju mini coopernya yang tidak jauh dari sana.
Kalea menoleh pada Arthur, pria itu pun tengah menatapnya dengan senyum khas pria itu. Ia menunjuk mobil dengan kepalanya. "Ayo masuk."
Ingat, Kalea. Tidak boleh ada rasa cinta di antara hubungan sugar dating.