Sudah beberapa hari ini entah mengapa Casandra merasakan kepalanya begitu pusing dan ia merasa mual luar biasa. Mencium bau masakan pun ia langsung mual- mual. Frans yang memperhatikan tingkah Casandra jelas merasa curiga. Ia pun langsung melaporkannya kepada Camelia.
"Kau kenapa,Sandra?" Tanya Camelia.
Casandra menggeleng kan kepalanya. "Aku nggak tau, mami. Dua minggu ini aku merasa pusing dan sering mual- mual. Aku juga merasa lemas dan rasanya aku malas untuk bergerak.
Camelia mengerutkan dahinya. "Kau sudah datang bulan?" Tanya Camelia. "Apa hubungannya dengan datang bu-" Casandra menggantung kalimatnya. Mendadak ia sadar bahwa seharusnya ia sudah datang bulan 3 minggu yang lalu.
Hamil...apakah ia hamil? Casandra merasa sedikit panik. Ia ingat bahwa perbuatannya dengan Ramon sebulan lalu, mereka ulangi beberapa kali di hari yang berbeda. Dan, Ramon tidak pernah memakai pengaman. Wajah Casandra pucat seketika.
Camelia menatap Casandra tajam. "Kenapa kamu diam? Apa yang sudah kamu lakukan Sandra?"desak Camelia.
"Aku nggak melakukan apapun, mami," jawab Casandra.
Camelia meraih dagu putrinya itu, "Tatap mata mami, kamu hamil kan,Sandra? Siapa yang sudah menghamili mu? Jawab, sebelum papimu tau," desak Camelia lagi.
Casandra menggeleng, "A-aku nggak tau mami. Aku nggak tau apakah aku hamil atau tidak..."
"Kau pernah melakukannya? Kau sudah tidak suci lagi? Jawab mami!"
Casandra terdiam, ia menatap Frans seolah meminta bantuan.
"Lebih baik kamu jujur, pilihan nya hanya ada dua. Kau mengaku pada Mami. Kau tau, jika papimu sampai tau apa akibatnya?" Kata Frans.
"A-aku sudah tidak suci lagi mami," kata casandra lirih.
Plak plak plak
"Anak tidak tau malu! Siapa yang melakukan nya? Bocah tengik itu? Jawab mami!"
Casandra terisak, ia hanya bisa diam sambil memegangi pipinya yang terasa memanas akibat tamparan maminya.
"Maafkan aku mami, aku melakukannya karena aku cinta pada nya. Ka- kami...di- dia bilang, papi dan mami akan merestui jika aku kehilangan kesucianku..."
"Jadi, kau berikan begitu saja mahkota mu? Murahaan...!!!" Seru Camelia emosi.
"Kau gila, Sandra. Kenapa kau begitu ceroboh dan bodoh. Apa kau tidak takut kalau dia akan menyia- nyiakan hidupmu? Bagaimana jika dia meninggalkan mu? Lelaki tidak akan ada bekasnya Sandra. Tapi, kamu wanita, pasti ada bekas. Sekarang lebih baik kita periksa saja dulu mami, dia hamil atau tidak," kata Frans.
Camelia benar- benar tidak habis pikir atas perbuatan yang di lakukan putrinya. Mengapa begitu bodohnya. Camelia menghela napas panjang.
"Kita ke dokter sekarang juga, Sandra. Ayo, Frans siapkan mobil,kita bawa dia ke dokter."
Dan, disinilah mereka berada. Di sebuah ruang pemeriksaan. Dokter Kadita, dokter keluarga mereka menatap Camelia dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Dia hamil? Tolong, jawab saja ,Ta." Ujar Camelia. Kadita adalah sahabat Camelia sejak gadis, sehingga Camelia hanya memanggil nama, tanpa embel- embel dokter.
Kadita menghela napas, "Sudah memasuki usia 6 minggu," jawab Kadita. Camelia menatap Casandra tajam. Sementara yang di tatap hanya mampu diam membisu. Frans mengepalkan kedua tangan nya menahan amarah. Bagaimana pun,Casandra adalah adik kandungnga. Dan, Frans merasa sudah kewajiban nya untuk membela kehormatan keluarga mereka.
"Yang sabar ya, Lia. Pasti ada jalan keluar yang terbaik. Tapi, saran ku atas nama medis. Jangan berpikiran untuk menggugurkan kandungan putrimu. Dia masih muda, dan akan sangat berbahaya untuk keselamatan nyawanya."
"Tolong, jaga rahasia ini,Dit. Terlebih dari suamiku. Biar aku nanti yang menyampaikan kepada nya."
Mereka bertiga pun pamit. Namun, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Frans langsung menuju rumah kontrakan milik Ramon.
Dengan kasar , Frans menggedor pintu. Sementara Casandra hanya bisa diam. Dia benar-benar takut, dan mulai menyesali perbuatan nya.
"Wah...wah keluarga terhormat datang. Ada apa ini?"
Buk buk buk...tiga pukulan langsung bersarang di perut Ramon, membuat lelaki itu terjungkal ke belakang.
"Hai, apa kalian merasa kalian adalah orang kaya? Kalian bisa datang lalu memukuli ku seenaknya, ha! Aku bisa melapor kepada yang berwajib!!"
"Dan aku akan melaporkan mu atas kasus pemerkosaan!" Kata Frans dengan emosi, siap untuk melayangkan kembali tinjunya. Namun, Camelia menahannya.
"Casandra hamil, dan ia bilang bahwa kau lah yang telah menodai kesuciannya sekaligus menanam benih mu di rahim putri ku."
Ahahahahha hahahahaha hahahahaha
Tawa Ramon meledak seketika. Emosi Frans pun tersulut seketika. Namun, Camelia lekas menahan putranya itu.
"Jangan, jika kamu memukulinya lagi. Dia bisa visum dan kamu yang akan di penjara, Frans!"
"Bajingan seperti dia memang pantas mati,mami. Dia sudah menodai Casandra!"
Camelia menghampiri Ramon yang duduk bersila di depan pintu. Dengan kuat,ia menarik kerah baju Ramon. Sehingga, mau tidak mau Ramon pun bangkit berdiri.
"Kau mau bertanggung jawab atas putriku atau tidak?!"
"Kalau aku tidak mau?!"
"Penjara akan menjadi rumahmu jika kau tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Casandra."
"Dengar, nyonya Camelia yang terhormat. Putri mu sendiri yang mengundang ku masuk ke kamarnya. Dan dia sendiri dengan pasrah menyerahkan tubuhnya padaku. Aku ini lelaki normal, nyonya. Ibarat kucing, mana ada yang menolak jika di beri ikan?"
Plak plak plak
"Kurang ajar! Putriku tidak akan menyerahkan kehormatan nya jika kau tidak menggoda nya. Kau pikir aku tidak tau , kalau kau mengincar harta kami saja ?!"
"Kalau begitu, urus saja putrimu itu sendiri, nyonya. Aku tidak akan bertanggung jawab, apalagi sampai menikahinya. Silahkan anda angkat kaki dari sini!"
Blaaam.....
Pintu langsung di banting dan di kunci Ramon dari dalam. Dia tidak peduli suara tangisan Casandra yang terdengar dan suara gedoran di pintu yang terdengar memekakkan gendang telinganya.
"Sudah, ayo kita pulang mami," ajak Frans. "Kau juga, ayo pulang!"
"Tapi, kak....aku harus meminta pertanggung jawaban Ramon. Aku nggak mau punya anak tanpa suami," ujar Casandra memohon. Namun, Frans tidak menggubris permintaan adiknya. Ia lamgsung menarik tangan adiknya itu untuk masuk ke dalam mobil.
"Masukkan dia ke dalam penjara , mami. Aku akan mengurusnya. Sampai dia mau bertanggung jawab, aku tidak akan membebaskannya."
"Ya, kau uruslah. Mami sudah pusing menghadapi ulah adikmu ini. Apa sih susahnya menuruti orang tua, Sandra? Mami dan Papi bukan semata ingin menantu yang sederajat dengan kita. Tapi yang jelas juga bibit, bebet nya. Kau liat tingkahnya si Ramon itu. Tidak ada sopan santun. Berandalan, tidak jelas asal usulnya. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya celaka,Sandra. Tapi, kau malah mencelakakan dirimu sendiri hanya karena cinta buta mu. Sekarang, liat apa akibatnya. Bahkan, melirikmu pun tidak sama sekali."