Leo menatap kompol Bayu. Ia seolah tidak percaya dengan perkataan Kompol Bayu yang baru saja ia dengar.
"Mempertemukan mereka, pak?"
"Ya, pertemukan saja mereka. Maka, kita akan tau bagaimna reaksi keduanya. Kalau memang Oscar yang membunuh 18 tahun lalu. Kita bisa mengeluarkan Ramon. Selama ini, Ramon memang bertahan pada perkataan nya. Bahwa ia tidak pernah membunuh. Hanya saja, saat itu semua barang bukti di TKP mengarah semua kepadanya. Sehingga, hakim akhirnya menjatuhkan hukuman seumur hidup padanya."
"Kasus Oscar ini sangat unik, pak. Sejak dia di tahan, sedikit pun dia tidak pernah membuka mulutnya. Bahkan, di hanya tertawa- tawa. Bu Renata memerintahkan untuk mendatangkan seorang psikolog untuk menanganinya. Untuk mengetahui kondisi kejiwaannya."
"Apa yang di lakukan Oscar di luar batas pri kemanusiaan."
"Dua orang korban nya di gantung dalam tanpa kepala,dan tanpa sehelai benang pun. Bahkan, di temukan cairan milik Oscar di area kewanitaan Nadia. Tandanya, korban sempat mengalami pelecehan seksual. Sementara Frans Wijaya di temukan sudah terpotong-potong menjadi 12 bagian. Saya rasa, seorang pembunuh biasa tidak akan melakukan hal sekeji itu."
"Bagaimana kalian bisa menangkap basah Oscar?"
Leo menghela napas, "Oscar sengaja membiarkan dirinya tertangkap di TKP, pak. Hari itu, saya sendiri yang menerima telepon. Penelepon itu mengatakan ada korban pembunuhan di sebuah rumah. Kami langsung datang kesana. Dan, kondisinya sudah seperti itu. Setelah kami periksa, telepon itu berasal dari rumah korban. Artinya, Oscar sendiri yang melapor pada Polisi."
"Artinya, kalian memang harus membiarkan dia di periksa oleh seorang ahli kejiwaan, nak Leo. Apalagi setelah kita mengetahui latar belakang kehidupan nya. Bahkan, sang ayah pun sedang menjalani hukuman. Apakah ada dendam di masa lalu atau ya semacam itu lah. Menurut salah seorang tetangga mereka, Oscar sering melihat ibunya di pukuli, di siksa oleh ayahnya. Ramon hanya seorang pemabuk, pemain judi, hobby bermain perempuan. Jadi, saya rasa, psikologi Oscar sejak kecil sudah terganggu."
"Baiklah, saya akan mendatangkan seorang psikolog untuk membantu penyelidikan kasus ini, pak. Dan, saya juga akan mengatur pertemuan Oscar dengan Ramon seperti kata Bapak."
"Semoga semua berjalan lancar, nak Leo."
"Saya permisi dulu kalau begitu pak, terimakasih banyak." Kata Leo, ia pun berdiri dan menyalami Bayu penuh rasa hormat sebelum akhirnya ia beranjak pergi.
Leo memutuskan untuk kembali ke kantor sebelum ia pulang. Ia ingin menemui Oscar sebentar.
Saat tiba di kantor, Rendy sudah menunggunya di ruangan.
"Kau menungguku?" Tanya Leo keheranan.
"Kau darimana? Kau menemui ayah Oscar?"
"Ya, ternyata ayah dan anak sama gila nya. Tapi, ada yang aneh juga dengan kasus Ramon,ayahnya Oscar. Aku tadi sempat menemui Kompol Bayu,beliau dulu yang menangkap Ramon. Dan, menurut beliau ada kejanggalan dari kasus Ramon. Tapi, tidak ada bukti kuat. Semua mengarah pada Ramon, sehingga menyebabkan dia di hukum seumur hidup."
Rendi duduk bersidekap. Dahi nya berkerut, pertanda ia sedang berpikir keras. "Sebetulnya, kalau Oscar mau buka mulut, kasus ini akan selesai. Dia memang tersangka utama, karena tidak ada orang lain yang kita temukan. Tapi, sikap dia yang seperti itu. Dia mengalami gangguan kejiwaan, seperti yang bu Renata katakan."
"Itulah sebabnya kita harus menghadirkan psikolog untuk memeriksa kejiwaannya." Kata Rendy.
"Aku akan menemui bajingan itu dulu di sel nya. Setelah itu aku akan pulang. Hari ini melelahkan sekali buatku."
"Aku ikut."
Leo menatap Rendy, "Ikut? Menemui Oscar?"
Mendadak, Rendy tertawa cengengesan. Seketika Leo menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. "Bocah tengik!" Makinya pada Rendy. Tapi, yang di maki hanya tertawa terbahak-bahak.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Rendy jatuh cinta kepada adik Leo semata wayang yang bernama Luciana. Dan, maksud Rendy ikut tadi, tidak lain ikut ke rumah Leo ,untuk menemui Luciana.
Oscar tengah terbaring di dalam sel nya, sendiri. Dia memang di tempat kan dalam sel terpisah.
"Oscar Ramon!" Panggil Leo.
Yang di panggil hanya melirik sekilas, dan kembali menatap langit-langit ruangan.
"Kau benar-benar menguji kesabaran ku. Tapi, sudahlah. Aku hanya ingin mengabarkan berita gembira kepadamu. Aku menemui ayah kandungmu, Ramon Tanoto. Dan, ia ingin bertemu denganmu."
Tiba-tiba saja, Oscar melompat dan bangkit berdiri. Ia menatap Leo tajam. Sorot matanya mendadak penuh kemarahan dan kebencian.
"Bajingan itu masih hidup?! Hahahahahaha...kenapa dia belum mati juga?! Seharusnya ia mati saja!" Seru Oscar geram.
Leo terpana dengan perubahan sikap Oscar. Hal itu tentu mengusik jiwa perwira nya yang selalu ingin mengungkap kebenaran.
"Kau membencinya?"
"Menurutmu?"
"Aku bertanya kepadamu, sebagai seorang penyidik. Dan kewajiban mu adalah untuk menjawab." Kata Leo menahan amarahnya.
"Tugas kalian sebagai penyidik, aparat, adalah mengungkapkan kebenaran. Untuk itulah kalian di gaji!"
"Bangsat!huuuummmmft....hah, bisa meledak kepala ku mendengar ocehan mu itu."
Gigi Leo sampai gemeretuk menahan amarah nya. Berkali-kali ia menghela napas panjang dan mengembuskan nya dengan kasar. Tangan nya sudah mengepal,jika tidak terpisah dengan terali besi, mungkin saat ini bogem mentah nya sudah melayang ke wajah Oscar.
"Aku hanya memberitahumu tentang keinginan ayah mu. Dan segera, kami akan mengaturnya. Ah, dan besok kau akan bertemu dengan seorang psiater. Kami merasa perlu untuk memeriksa kejiwaanmu. Malam ini, ku harap kau bisa sedikit tenang. Aku tidak mau mengotori senjataku dengan darahmu, mengerti?!"
Oscar hanya tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Leo. Lalu tanpa beban, ia kembali membaringkan tubuhnya di lantai dan memejamkan mata nya.
Leo hanya menggelengkan kepala nya. "Orang gila," gumamnya perlahan. Ia pun segera melangkah pergi. Dan, lagi- lagi ia harus menghela napas panjang. Dengan wajah konyol nya Rendy menunggu di dekat mobilnya.
"Kemana mobilmu? Kau mau naik apa nanti dari rumahku?"
"Ah, hidup itu simple, jaman sekarang sudah ada yang namanya taksi online. Lagi pula kapan lagi aku bisa menumpang di mobilmu." Kata Rendy.
"Haaah, kau saja yang menyetir kalau begitu. Seharian ini aku sudah lelah," ujar Leo sambil melemparkan kunci mobilnya. Rendy tertawa geli, namun ia menyambut kunci dengan gembira. Mereka pun segera masuk mobil dan Rendy langsung menyalakan mobil, tanpa berlama-lama lagi.
Rendy dan Leo sahabat sejak SMP. Mereka seperti lubang hidung, selalu berdua. Sama- sama hobby olahraga dan beladiri. Sejak SMP mereka sudah belajar Taekwondo. Dan, saat mereka lulus SMA mereka memutuskan untuk masuk akademi Polisi. Selama kurang lebih 4 tahun mereka di gembleng untuk menjadi perwira yang tangguh.
Sejak SMA , Rendy sudah jatuh hati pada Luciana. Hanya saja, Luciana memang jinak- jinak merpati. Susah untuk di dekati. Kadang ia ramah, terkadang malu- malu kucing. Membuat Rendy gemas dan makin penasaran.