Oscar menjalani hidup yang baru bersama Frans dan Marini istrinya. Ia juga sangat menyayangi adiknya Nadia. Ia melihat Nadia begitu lucu dan rapuh. Setiap hari , mereka berangkat dan pulang sekolah bersama-sama. Oscar yang memang adalah anak yang pintar selalu mengajarkan Nadia. Setiap sore , mereka akan mengerjakan peer bersama. Jika ada yang tidak di mengerti, Nadia akan bertanya pada Oscar. Dan, Oscar pun akan mengajari Nadia dengan senang hati.
"Dia anak yang baik, mas," kata Marini. Frans tersenyum, "Mami dan Papi begitu membenci ayahnya. Itulah sebabnya mereka tidak mau mengambil Oscar."
"Bagaimana jika Oscar tau , kalau kita adalah paman dan bibinya?"tanya Marini.
Frans menghela napas. "Sampai saatnya tiba, biarlah menjadi rahasia. Jangan sampai mami tau, dan juga jaga jangan sampai Oscar tau. Aku takut, jika Oscar menyimpan dendam kepada papi dan mami. Kamu ingat kan apa yang di katakan psikolog kemarin? Sedapat mungkin jangan mengorek luka lama Ocsar."
"Iya mas, aku mengerti. Aku akan menyimpan rahasia ini."
Frans tersenyum dan menepuk bahu Marini dengan lembut. "Terimakasih atas pengertiannya ya sayang."
"Sama- sama, mas. Aku tau, papi dan mami memang keras. Tapi, mungkin papi dan mami butuh waktu untuk menerima kenyataan. Apalagi mereka tau Ramon adalah pembunuh Casandra, pasti papi dan mami merasa terpukul."
"Casandra itu anak kesayangan mami. Tapi,waktu itu untuk pertama kali aku melihat mami menampar Casandra. Dan,setelah itu mami menangis semalaman. Aku tau, dalam lubuk hati mami yang terdalam,mami tidak pernah membenci Casandra. Hanya saja, untuk menerima Oscar, mami pasti butuh waktu." Kata Frans sambil menerawang.
Marini mengelus pipi suaminya itu. Marini menyadari, masalah yang saat ini mereka hadapi bukanlah masalah yang bisa di bilang kecil.
*
*
"Habiskan sarapanmu, Oscar. Makan yang banyak ya," kata Marini sambil menaruh telur mata sapi di atas piring Oscar.
"Baik bu, terimakasih."
"Bukannya aku sudah bilang untuk memanggilku mami saja seperti Nadia ? Kenapa masih panggil ibu, nak?"tanya Marini sambil mengelus rambut Oscar dengan lembut.
"Maaf, tapi aku merasa ada sosok ibu dalam diri ibu. Sehingga, aku merasa sedikit tidak nyaman jika harus memanggil mami,"jawab Oscar lirih. Kedua netra nya mulai berkaca-kaca.
Marini buru- buru mengusap air mata Oscar dengan lembut. "Sttt, jangan menangis, nak. Ibu ada disini," ujar Marini sambil membawa Oscar ke dalam pelukannya. Frans hanya menghela napas panjang. Ia bisa mengerti bagaimana perasaan Oscar. Tentu berat menyaksikan ibumu menemui ajal di hadapan mu, tanpa bisa berbuat apapun untuk menolong. Frans tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia yang berada dalam posisi Oscar saat itu.
"Oscar, boleh papi tanya sesuatu?" Tanya Frans.
Oscar mengangkat wajahnya dari pelukan Marini. Ia menoleh ke arah Frans dan mengangguk.
"Papi ingin bertanya apa?"
Ya,entah mengapa Oscar mau memanggil Frans dengan panggilan Papi, sementara pada Marini ia memanggil Mami. Menurut psikolog yang menangani Oscar, kemungkinan karena Oscar merasa trauma dengan ayahnya. Sehingga, ia tidak mau memanggil ayah kepada Frans. Tapi, kenangan yang indah tentang ibunya selalu tersemat dalam memorinya sehingga, ia tidak ingin kehilangan. Dan, ia menemukan sosok Casandra dalam diri Marini sehingga ia merasa nyaman dengan panggilan ibu kepada Marini.
"Apa perlakuan ayahmu dulu pada ibumu buruk,nak?" Tanya Frans hati- hati. Oscar tak langsung menjawab, ia menatap Frans lama.
"Lelaki itu memperlakukan ibu dengan buruk. Ibu selalu bekerja siang malam. Siang hari, ibu bekerja di sebuah salon kecantikan. Lalu, malam hari ibu bekerja di sebuah kelab malam. Dan, dia hanya bisa meminta uang pada ibu. Beberapa hari sekali dia pulang ke rumah, meminta uang. Jika tidak di beri, maka dia akan memukuli ibu, menyiksanya sampai menjerit-jerit kesakitan. Lalu, setelah puas menyiksa ibu, dia akan pergi. Begitu terus berulang-ulang. Aku sudah mengajak ibu untuk pergi jauh, tapi ibu selalu menolak. Ibu selalu ketakutan,ibu bilang,jika kami pergi lelaki itu akan mengejar kami dan menyiksa kami nantinya. A- aku hanya ingin pergi dan hidup bersama ibu. Tapi, ibu sudah mengingkari janji."
Frans menghela napas panjang. Ia menatap Marini yang juga nampak sedih. Adik yang selalu di manja sejak kecil, selalu di cukupkan kebutuhan nya harus menjalani kehidupan yang luar biasa susah, bahkan menderita. Frans mencoba menahan air matanya.
"Kamu tentu sayang sekali pada ibumu?" Kata Marini.
"Iya bu. Aku sayang sekali pada ibu. Tapi, aku juga kecewa pada ibu," jawab Oscar. Kali ini, matanya nampak berapi-api.
Sejenak Frans mengerutkan dahinya melihat perubahan di wajah Oscar yang begitu tiba- tiba.
"Kenapa kecewa? Apa yang sudah di lakukan ibumu?"tanya Marini.
"Ibu selalu berjanji untuk menemaniku belajar, menemani ke sekolah. Dan, ibu juga berjanji untuk pergi membawaku jauh dari lelaki itu. Tapi, kenyataan nya ibu lebih memilih lelaki- lelaki lain untuk bersenang- senang. Bahkan, salah satu dari lelaki itu ingin membawa ibu pergi tanpa mengajakku." Jawab Oscar. Berbeda dengan nada bicara nya semula. Kali ini Oscar terdengar memendam kemarahan yang tertahan di dadanya.
"Papi dan Ibu janji akan selalu ada untukmu. Menemani mu belajar, bermain,sekolah. Kami tidak akan pernah meninggalkanmu," ujar Marini.
Oscar tersenyum lebar, matanya berbinar-binar gembira.
"Ibu berjanji?"
"Ibu janji. Nah, ayo sekarang kamu lanjutkan makan nya ya. Ibu mau membangun kan adikmu dulu,"kata Marini.
Oscar mengangguk dan melanjutkan makannya dengan gembira.
Frans menatap keponakannya dengan penuh haru. Dalam hati, ia berjanji untuk melindungi keponakan nya itu.
*
*
"Putra angkat bapak dan ibu mengalami trauma. Sedari kecil ia di paksa melihat dan mendengar pertengkaran kedua orang tuanya , bahkan menurut cerita bapak, ia bahkan melihat bagaimana ibu kandung nya di bunuh. Bahkan dia menyaksikan dua pembunuhan sekaligus pada waktu bersamaan. Hal ini jelas akan meninggalkan bekas luka yang mendalam. Oscar harus rutin di bawa kemari, supaya dia tidak di bayang- bayangi masa lalu."
Frans mengembuskan nafas panjang. Karina, psikiater yang menangani Oscar hanya tersenyum. "Jangan khawatir, Oscar bisa sehat. Asalkan, ibu dan bapak juga selalu bersama nya dan mendukung nya. Ia hanya butuh kasih sayang yang lebih dari bapak dan ibu. Hanya itu saja yang akan membuatnya bahagia dan perlahan ia akan sembuh dari trauma nya. Sering- seringlah mengajaknya bicara, tanyakan apa yang ia rasakan. Tanyakan apa saja kegiatannya di sekolah. Awasi juga pergaulannya di sekolah. Hal itu penting sekali untuk perkembangan psikologinya ke depannya." Kata Karina lagi.
Frans dan Marini mengangguk. "Kami akan memperhatikannya," ujar Frans.