Pagi itu KOMPOL Renata mengadakan rapat kecil di ruangannya. Rapat dihadiri oleh IPTU Rendy, IPTU Leo , BRIPKA Rachel, Tika dan Anwar. Anwar ini adalah seorang pengacara. Ia ditunjuk sebagai pengacara untuk Oscar. Siang nanti Oscar akan dihadapkan pada pengadilan.
"Pagi semuanya, maaf saya harus mengumpulkan kalian pagi- pagi sekali. Jadi, siang nanti Oscar akan diadili. Namun,seperti yang kita tau. Dia sakit jiwa, dalam hal ini ibu Tika sudah memeriksanya dan melakukan beberapa tes. Dan, ia memang sakit. Sehingga, meskipun dia sudah melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan, dia tidak bisa dihukum. Meskipun begitu, pengadilan siang nanti akan tetap berlanjut. Tapi, kemungkinan besar dia akan dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa terlebih dahulu. Selama setahun kita akan mengawasi perkembangannya."
"Apakah jika sembuh dia akan diadili lagi, Bu?" Tanya Leo.
"Ya, dia akan diadili kembali jika dia terbukti sudah sehat jasmani dan rohaninya. Karena kita tidak bisa menghukum orang yang akal dan pikirannya terganggu seperti dia. Meski sebenarnya aku ingin sekali menyeretnya ke penjara."
Suasana hening sejenak.
"Apa mungkin kalau dia berpura-pura gila supaya lolos dari jerat hukum? Seperti yang kita ketahui, ba ... ah, maksudku Oscar adalah seorang sarjana hukum bahkan cumlaude. Dia mengerti hukum Bu. Bisa jadi dia berpura-pura." Komentar Leo.
"Saya sudah mengetesnya, pak Leo. Dan dia benar-benar mengalami gangguan jiwa." Timpal Tika.
"Tapi..."
"Kita bukan melepaskannya, Leo. Saya mengerti apa yang kamu pikirkan. Kita hanya mengirimnya ke rumah sakit jiwa. Dan kita akan mengawasinya." Kata Renata dengan tegas.
Leo menghela napas, ia merasa sangat kesal. Ia ingin sekali menjebloskan Oscar ke dalam penjara. Menghilangkan 3 nyawa dengan cara sadis. Hanya rumah sakit jiwa. Jika tidak ada siapa pun di ruangan itu ingin rasanya ia berteriak sekuatnya. Renata menatap Leo tajam, ia sangat mengenal Leo dengan baik. Perwira nya yang satu ini memang berbeda dari yang lain. Leo tidak bisa membiarkan kejahatan melintas di depannya begitu saja. Dan Renata tau, bahwa saat ini Leo sedang menahan amarahnya.
"Baiklah, kita akhiri rapat kecil kita pagi ini. Rendy dan Rachel nanti akan ke persidangan. Begitu juga dengan pak Anwar dan bu Tika ya. Leo, bisa ikut saya pagi ini? Saya perlu bantuan untuk beberapa kasus," kata Renata. Leo menatap atasan nya itu dengan dahi berkerut. Ia tau Renata pasti sedang ingin mengalihkan perhatiannya.
Sementara yang lain meninggalkan ruangan. Leo tetap duduk, sambil menatap Renata dengan tajam. Sampai semua orang sudah pergi dan pintu tertutup, Renata hanya tersenyum. Inilah yang ia sukai dari Leo. Pemberani dan tidak tau takut jika ia merasa tidak bersalah.
"Ada yang ingin anda sampaikan, Komandan?" Tanya Leo datar.
"Kau kesal?" Renata balik bertanya.
"Aaah, siapa yang tidak jengkel. Baj ... aah, maksudku Oscar. Dia itu membunuh tidak hanya membunuh, tapi-"
"Aku mengerti bagaimana kekesalan dan kekecewaan mu. Tapi, kau mengerti hukum kan. Orang yang sakit jiwa tidak bisa kita masukkan ke dalam rutan. Tapi rumah sakit jiwa."
"Bagaimana jika dia membahayakan pasien yang lain?"
"Oscar akan di beri ruangan khusus. Percayalah, semua akan baik-baik saja." Kata Renata meyakinkan Leo.
"Entahlah, tapi saya merasa ini bukan suatu akhir. Sesuatunya justru akan mulai dari sekarang."
"Kau ini seperti cenayang, hahahaha Leo....Leo. Sudahlah, sekarang lebih baik kau pulang. Lalu kau beristirahat, atau kencan barangkali?"
"Aaah, komandan meledek atau bagaimana? Ckckck..."
Renata tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Leo. Ia tau betul bahwa Leo ini jomlo. Belum pernah Renata mendengar Leo berkencan. Sehari- hari dia hanya di sibukkan dengan pekerjaan, kasus dan kasus.
"Haaaah , sudah lah. Yang jelas, aku menyuruh mu istirahat hari ini."
"Baik....baik Komandan. Aku akan pulang dan aku akan menghabiskan waktu dengan menonton televisi, kalau perlu aku akan menonton drama korea. Ah, ya sepertinya Goblin, Vagabond, City Hunter atau Black barangkali."
"Astaga Tuhankuuu...!!! Bisakah kau menonton yang lebih manis?"
"Itu film korea, komandan. Film korea itu biasanya manis, adikku bisa sampai menangis sambil menonton film - film itu. Bahkan kadang berteriak tidak jelas, apalagi jika sudah oppa Lee min hoo yang menjadi bintangnya. Atau film Bad boys? Dan yaaa fast to furious mungkin ya?"
"Kau ini betul-betul...sudahlah. Yang penting hari ini aku tidak mau melihat wajahmu di kantor, jelas?! Aku juga melarang untukmu menyalakan ponselmu seharian ini. Kau harus istirahat. Besok pagi, baru kau masuk dan bekerja dengan pikiran yang segar. Aku tidak menyuruhmu untuk melupakan Oscar. Kau masih bisa tetap mengawasinya di rumah sakit jiwa nanti. Tapi, sekarang kau pulang saja. Terserah kau mau menonton apa pun, korea sekali pun atau bahkan kartun Doraemon. Yang jelas, sekali lagi aku tegaskan, aku tidak mau melihat mukamu sepanjang hari ini. Apa lagi melihat muka yang ditekuk sampai berlipat-lipat. Sana- sana pergi!!" Kata Renata sedikit gemas.
Leo hanya tertawa kecil, ia pun beranjak pergi sambil melambaikan tangan nya. Renata tersenyum, ia memang sangat menyayangi Leo. Dulu, dia lah yang mendidik Leo saat masih menjalani pendidikan. Rendy dan Leo sama- sama, tapi di mata Renata dan beberapa atasan yang lain, Leo memang berbeda. Dia tangguh, disiplin tinggi, tegas , jujur dan berani. Itulah yang membuat Renata salut dan kagum pada perwiranya yang satu itu.
Sementara itu, Leo langsung keluar kantor dan mengemudikan mobilnya pulang ke rumah. Ia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Baru pukul 10 pagi. Biasanya Lucia adiknya masih berada di kampus. Leo memutuskan untuk berbelanja sebentar ke sebuah supermarket. Ia ingin membeli beberapa bahan makanan. Meskipun dia seorang lelaki dan seorang polisi, Leo tidak anti untuk ke dapur. Bahkan, dia cukup pandai memasak. Dan hasil masakannya tidak kalah dengan masakan restoran mahal.
Untunglah Leo selalu membawa pakaian ganti di dalam mobilnya. Sehingga, ia tidak harus mengenakan seragam lengkapnya untuk masuk ke dalam supermarket. Sebelum turun ia mengganti seragamnya dengan kaos polo berwarna putih yang pas di tubuhnya, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang memang bagus karena berolahraga. Dengan celana jeans dan sepatu kets berwarna hitam membuat Leo lebih mirip seorang artis ftv di bandingkan seorang polisi. Hal itu membuat beberapa pasang mata gadis- gadis muda menatapnya dengan tatapan kagum. Tapi, Leo ya tetap saja Leo. Dia tidak peduli orang memperhatikan nya. Dia asik berbelanja dan setelah semua yang ia butuhkan ia dapat. Ia langsung membawamya ke kasir. Dan setelah itu dia langsung pulang. Seperti perintah Renata, ia ingin menikmati seharian ini dengan bersantai.