Untuk pertama kalinya Oscar berkunjung kembali di rumah Surya Wijaya. Camelia meninggal dunia karena kanker usus yang ia derita.
Saat pertama bertemu, Surya terus mengamati pemuda itu dari atas sampai ke bawah. Oscar tau, mungkin Surya merasa tidak asing dengan wajahnya. Kalau dia tidak pikun dia pasti akan melihat perpaduan wajah Casandra dan Ramon pada wajah Oscar.
Oscar duduk bersama Nadia di ruang tengah. Sementara orang tua angkatnya langsung menemui Surya. Dan mereka bicara di ruangan kerja Surya.
Entah apa yang mereka bicarakan, tiba- tiba terdengar suara pekikan.
"Kau gilaa, Frans?! Jadi, kau memungut anak itu dari panti asuhan?! Di mana otak dan akal sehatmu?!"
"Papi, dia nggak salah. Bagaimana pun dia adalah darah daging kita papi. Dia anak Casandra. Dan Casandra adalah adikku, anak papi! Apa salah anak itu sehingga papi begitu kejam menolak seorang bocah berusia 7 tahun. Lihat sekarang dia, usianya sekarang sudah 24 tahun Papi. Dia pintar, sangat pintar bahkan. Selalu mendapat juara di sekolahnya . Bahkan lulus dengan nilai cumlaude. Dia seorang Sarjana Hukum, papi!"
Suasana hening. Oscar hanya tersenyum sinis mendengar perkataan yang keluar dari mulut Frans.
Tiba- tiba saja, terdengar Marini memanggilnya. Oscar pun bergegas masuk ke ruangan itu. Surya tengah duduk di balik meja kerjanya. Sementara Frans duduk di sofa.
"Jadi, kau anak Casandra dan Ramon?"
Oscar menatap lelaki tua di hadapannya dengan tatapan penuh kebencian. Lelaki macam apa yang tidak peduli dengan cucunya sendiri.
Semua itu kerena ulah lelaki tengik yang notabene adalah ayah biologisnya. Entah apa yang sudah dia lakukan sampai- sampai Surya membencinya sedalam ini. Dan imbasnya kepada Oscar tentu. Padahal Oscar sama sekali tidak melakukan kesalahan. 'Memang lelaki tengik pembawa sial,' gumam Oscara dalam hati mengutuk segala perbuatan Ramon di masa lalu.
"Iya, saya Oscar yang dulu pernah bapak tolak saat datang kemari," jawab Oscar dengan tenang.
"Huuuft ... kau benar-benar luar biasa Frans, belasan tahun kau sembunyikan dia. Dan datang membawanya saat mamimu baru saja dmakamkan. Betul-betul kau ini!"
"Aku tidak tega, papi. Oscar tidak salah. Dia hanya seorang anak yang tidak tau apapun. Dan, lihat dia saat ini. Dia berbeda dengan Ramon. Dia bukan Ramon yang pengangguran tidak berpendidikan. Dia seorang sarjana, Papi."
Surya menatap Oscra, dan Oscar tidak gentar dengan tatapan itu. Mereka saling bertatapan dengan sorot mata yang penuh kebencian. Seketika Oscar membayangkan jika pria ini mati dengan siksaan yang kejam. Tapi, itu tidak mungkin di lakukan saat ini ,bukan?"
"Papa minta maaf, Oscar. Papa dan Ibu sebenarnya adalah paman dan bibimu. Ibumu, Casandra adalah adikku. Maaf, kalau kami baru memberitahu kebenaran ini sekarang."
Oscar tersenyum kecil, "Oscar sudah tau sejak 3 tahun yang lalu, Pa. Tapi, Oscar memang menunggu papa sendiri yang memberitahukan kepadaku," jawab Oscar dengan tenang.
Frans langsung menghampiri pemuda itu dan langsung memeluknya.
"Papi, tidak maukah papi menghilangkan segala dendam di hati papi? Casandra sudah meninggal papi."
"Dia meninggal karena lelaki bajingan itu! Dan anak ini adalah keturunan nya!! Dia sudah merampas putri kesayangan yang aku rawat dan aku besarkan, lalu membunuhnya seperti membunuh nyamuk!Dan kau suruh aku untuk berhenti ?!"
"Dia juga anak Casandra! Jangan lupa hal itu, Papi. Dan bukan dia yang membunuh Casandra!"
"Tapi, gara- gara dia ada di rahim Casandra, bajingan itu terpaksa kuterima menjadi menantuku!"
"Papi ...! Dia tidak minta untuk dilahirkan juga. Dia hanya seorang anak yang tidak tau apa-apa. Dia, Oscar , kita tidak bisa memilih di keluarga mana kita akan dilahirkan. Apa papi dulu lahir atas pilihan papi?!"
"K- kau berani menentangku hanya karena bocah tengik ini?!"
"Namanya Oscar, Papi," timpal Marini lirih.
"Kau hanya menantu di rumah ini, Marini. Lebih baik kau diam!"
Oscar hanya duduk diam menonton pertengkaran ini. Oscar menikmatinya.
"Papi benar- benar sudah keterlaluan."
"Ya! Aku memang lelaki tua yang keterlaluan dan ... dan ..."
Tiba- tiba lelaki tua itu memegang dadanya dan ia pun jatuh tiba-tiba.
"Papii ...!" Jerit Frans dan Marini. Mereka langsung menghampiri Surya
"Oscar, siapkan mobil, kita bawa kakekmu ke rumah sakit."
Oscar segera beranjak, dan langsung menyiapkan mobil. Frans dan Marini di bantu beberapa orang mengangkat tubuh lelaki tua itu dan langsung memasukkan ke dalam mobil.
Oscar pun segera mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya di rumah sakit, lelaki tua itu langsung dmasukkan ke ruang IGD. Dan setelah memarkirkan mobil dengan baik, Oscar pun bergabung dengan Frans dan Marini.
"Maafkan kakekmu, Oscar. Memang sifatnya keras sejak dulu. Ayahmu sudah banyak sekali mengecewakan kakek dan nenekmu. Itu sebabnya kakekmu begitu membenci ayahmu," ujar Frans.
"Termasuk membenciku?"
Frans menghela napas panjang. Ia menepuk pundak pemuda itu perlahan.
"Dia butuh waktu untuk menerimamu. Dalam hal ini aku yang bersalah, Nak. Seharusnya aku membawamu sejak dulu supaya kalian bisa saling mengenal. Maaf, kalau jadinya malah seperti ini," ujar Frans.
Oscar hanya mengangguk.
"Bagaimana kalau Oscar saja yang menemani Papi nanti jika papi sudah berada di kamar rawat?" Kata Marini tiba- tiba. Frans menoleh kepada istrinya itu lalu tersenyum.
"Betul juga, dengan begitu papi bisa melihat bagaimana kau menyayanginya. Kau bersedia, Oscar?"
"Apakah tidak akan membuat kakek bertambah sakit, Pa?" TanyOscar.
"Papa rasa tidak."
"Baiklah, aku akan menjaganya, Pa."
Dan, akhirnya di sinilah Oscar. Di sebuah kamar VVIP. Lelaki tua itu berbaring dengan banyak alat- alat terpasang di tubuhnya. Denyut jantungnya terlihat stabil di layar monitor.
Frans masih berbincang dengan dokter di luar kamar. Sementara Marini dan Nadia duduk di sofa yang ada di ruangan.
Tak lama kemudian, Frans masuk dengan wajah lesu.
"Jika malam ini papi tidak bisa melewati masa kritisnya , kemungkinan nyawa papi tidak tertolong lagi. Rupanya selama ini papi memiliki penyakit jantung yang sudah lumayan parah. Tapi, papi tidak pernah rutin untuk cek-up. Papi memang keras kepala," kata Frans dengan sedih.
"Malam ini pasti di rumah akan mengadakan doa bersama, lalu papi bagaimana?"kata Nadia.
Frans menatap Marini lalu menatapku.
"Papa bisa meminta bantuanmu untuk menjaga kakek, Oscar? Tolong , Nak"
Sejenak Oscar menghela napas dan berpura-pura berpikir, sebelum akhirnya Oscar mengangguk kan kepalanya.
"Baiklah Pa, saya mau menjaga kakek. Papa jangan khawatir ya. Papa, Ibu dan Nadia bisa pulang. Kalau terjadi sesuatu, aku akan segera menghubungi Papi atau Ibu," ujar pemuda itu dengan senyuman.
Oscar menatap Frans berusaha meyakinkannya lewat sorot matanya. Dan, Oscar berhasil. Frans menepuk bahunya dan merangkul pemuda itu dengan hangat.
"Papa bangga padamu, terima kasih banyak, Nak."
Oscar tersenyum, pembalasan akan segera dimulai. Dan, dimulai dari Surya.