Camelia menatap putri bungsunya itu dan lelaki yang bersamanya. Camelia sama sekali tidak menyukai lelaki yang di bawa anaknya ini. Dia terlihat berandalan,tidak memiliki sopan santun. Pasti bukan lelaki baik- baik. Ia menoleh suaminya yang sedang duduk di sampingnya. Nampak jelas, bahwa sang suami juga tidak menyukai lelaki itu.
"Namanya Ramon, papi, mami. Minggu depan, dia akan melamarku. Boleh kan, mami,papi?"
"Apa pekerjaan mu? Dimana orang tuamu?" Tanya Surya.
Surya Wijaya adalah seorang pemilik pabrik sepatu di kota Bandung. Dia memiliki 2 orang anak. Frans Wijaya dan Casandra Wijaya. Surya sangat mencintai kedua anaknya. Jelas saja tidak mungkin baginya untuk menikahkan putrinya dengan orang sembarangan. Terlebih, Casandra akan ia jodohkan dengan anak dari sahabatnya.
"Saya sudah tidak memiliki orang tua lagi. Saya bekerja di sebuah toko mainan."
"Penjaga toko? Hanya seorang penjaga toko berani melamar putriku? Jangan mimpi! Lebih baik kamu pergi dari sini sebelum saya berbuat kasar!"
"Papii, aku cinta sama dia pi. Tolong, restui hubungan kami," tukas Casandra.
Surya menatap tajam putri bungsunya.
"Sebaiknya, kamu diam saja. Bawa dia masuk, mami!" Perintah Surya pada Camelia.
Camelia pun segera menarik tangan Casandra dan membawanya masuk.
"Kau mau pergi dengan sukarela atau harus aku panggil satpam yang berjaga di depan rumahku itu untuk mengusirmu?!" Hardik Surya.
Ramon hanya menatap Surya penuh kebencian, "Anda akan menyesali sikap anda hari ini. Karena, seorang Ramon Tanoto tidak pernah gagal dalam mendapatkan apa yang ia inginkan."
"Bocah tengik! Pergi kau sekarang juga, pergii...!!!"
Ramon pun tak menunggu lama, ia langsung beranjak pergi dari rumah mewah itu.
Surya pun langsung masuk dan menemui putrinya. Tanpa aba- aba dia langsung menampar putri kesayangannya itu.
"Apa kamu sudah gila?! Laki- laki tengik seperti itu mah kau jadikan seorang suami?! Kau mau bikin malu papi dan mami?!" Bentak Surya.
"Tapi, aku cinta sama dia, Papi. Dia itu baik, dia nggak sama kaya lelaki yang lainnya, papi."
"Tau apa anak ingusan seperti kamu tentang cinta?! Mulai sekarang, jangan pernah lagi kamu berhubungan sama bocah tengik itu!"
Surya pun langsung beranjak pergi. Sementara Casandra masih menangis sesenggukan. Ia merasa begitu sakit. Selama ini, ayahnya tidak pernah marah apalagi sampai menamparnya seperti tadi.
"Kamu ini seperti tidak ada lelaki lain saja. Kamu itu cantik, Casandra, putri seorang pengusaha. Meskipun papimu hanya seorang pemilik pabrik sepatu. Tapi,ya tetap saja pengusaha. Masa iya, kamu pacaran sama anak begajulan kaya begitu?" Kata Camelia.
"Sekarang, kamu masuk ke kamarmu, mami sama papi harus memghadiri acara pameran. Ingat, jangan macam- macam. Apalagi sampai menemui lelaki tengik itu!"
*
*
*
Casandra melangkah perlahan ke jendela kamarnya. Ramon sudah menunggunya di situ. "Ayo, masuk sini. Papi sama Mami pergi, dan baru pulang malam. Kamu nggak keliatan sama siapapun kan?"
"Aman kok..." Kata Ramon. Ia pun melompat ke dalam dan melangkah masuk, lalu duduk di ranjang milik Casandra.
Casandra pun dengan cepat mengunci pintu kamarnya dari dalam.
"Maafin papi ya, sayang. Aku nggak tau kalau papi sama mami bakalan kaya gitu sama kamu tadi. Aku udah takut kalau kamu nggak mau angkat teleponku lagi."
Ramon membelai rambut Casandra dengan lembut.
"Aku nggak marah sama kamu. Aku tau, kalau kamu nggak salah kok. Kamu cinta sama aku kan?"
Casandra mengangguk. "Aku mau kamu kasi aku bukti kalau kamu cinta aku ya," ujar Ramon. "Bukti apa?"
"Kamu ikuti saja apa mauku ya?" Kata Ramon. Casandra mengangguk pasrah.
Perlahan Ramon mengecup bibir Casandra dengan lembut, perlahan ia membaringkan tubuh Casandra. Satu persatu Ramon melepaskan pakaian yang melekat di tubuh gadis itu. Menyisakan penutup dada dan penutup area pribadinya saja. Ramon memulai dengan kecupan- kecupan kecil di leher Casandra. Gadis yang masih belum pernah di sentuh lelaki manapun itu hanya bisa pasrah dan menikmati setiap sentuhan dan kecupan Ramon.
Perlahan, Ramon menyentuh dada Casandra yang masih tertutup lalu membukanya perlahan. Dan, ia sedikit terkejut dengan pemandangan yang terpampang nyata di hadapannya. Sepasang gunung kembar yang begitu padat dan kenyal dengan puncaknya yang berwarna pink muda.
Ramon mulai menangkupkan tangan di atas gunung itu. Lalu ia mulai menghisap gunung yang sebelah kanan. Sementara tangannya memilin yang sebelah kiri. Terkadang, ia menjilat puncaknya yang berwarna pink muda itu dengan gemas.
Casandra mulai merasakan getaran- getaran penuh kenikmatan. Ia pun mendekap kepala Ramon supaya lebih liar bermain di dadanya. Merasa mendapat angin, tangan Ramon pun mulai bergerilya dan kali ini tangan nya mulai meraba area sensitif milik Casandra dan membuka penutupnya. Dan ia melihat gundukan yang begitu bersih terawat. Lalu ia pun mulai mencari titik klitorisnya dan mulai bermain-main disana.
Casandra memggelinjang dan mulai mendesah. Ia merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan. Ramon tersenyum licik melihat gadis itu. Dan ia pun mulai melepaskan semua pakaiannya. Perakatnya yang sudah berdiri sudah siap untuk menjebol gawang lawannya.
"Tahan ya, sayang. Pertama memang sedikit sakit, tapi kamu akan menikmati nya, " bisik Ramon di telinga Casandra. Lalu perlahan, ia pun memasukkan perakatnya kendalam lubang surgawi milik Casandra. Sedikit, sedikit dan blesss, Ramon pun berhasil merobek penghalangnya. Dan berhasil memasukkan semua perakatnya ke dalam lubang surgawi milik Casandra.
Casandra merasakan perih di bagian inti tubuhnya, tanpa terasa air matanya menetes. Ia telah kehilangan mahkota nya yang paling berharga. Sambil tetap memilin dada Casandra, Ramon pun mulai memacu tubuh indah milik Casandra. Awalnya terasa sangat menyakitkan bagi Casandra, namun lama kelamaan ia merasakan nikmat dan mulai mengikuti permainan Ramon.
Ramon pun terus memacu, membuat Casandra akhirnya menjerit mencapai puncak. Dan,tak lama kemudian Ramon pun mempercepat gerakannya sampai akhirnya ia memuntahkan lahar cinta miliknya ke dalam rahim Casandra.
Casandra meraung, saat menyadari perbuatan Ramon.
"Aaa, kenapa di dalam? Ka- kalau aku hamil bagaimana, ini masa suburku , Ramon." Casandra pun mulai menangis, dan ia makin histeris saat melihat noda merah di sprei miliknya. Darah dari mahkota kesuciannya.
Ramon memeluk Casandra dan langsung membungkam bibir gadis itu dengan bibirnya.
"Sttt...aku akan bertanggung jawab untuk semuanya. Justru semua ini aku lakukan agar orang tuamu memberikan restu untuk kita."
"A- aku takut, kau jangan pernah tinggalkan aku."
Ramon tersenyum dan mengecup dahi Casandra. Ia pun mulai mengenakan pakaian nya kembali. "Aku harus pulang sebelum orang tua mu datang." Casandra hanya mengangguk. Dan, Ramon pun melompat dan menghilang di balik jendela. Ia meninggalkan Casandra dalam kondisi ternoda.
Bersambung