Daisy itu begitu polos dan murni, namun sayang sekali dia begitu malang, dan yah dia manis. Aku katakan dia memang sebatang kara, sejak ia bayi ia ditinggalkan di gubuk kardus dekat gunung sampah, dirawat oleh seorang pemulung, dan menjadi bagian dari para pemulung.
Entahlah bagaimana ia bisa bertahan hingga Xander dan keluarganya membawa Daisy ke mansion mewah ini. Haha ... bukankah semuanya terasa sedikit aneh? Hahaha. Terkadang sesuatu terjadi tanpa alasan :)
'Cklek'
Pintu kamar Daisy terbuka dan seorang pelayan muda yang usianya hampir setara dengan Daisy masuk, dia dengan wajah angkuhnya mulai memaki Daisy.
"Hei anak punggut!" sertaknya tanpa hati.
Florin, nama pelayan itu, dia hanya berbeda tiga tahun lebih tua dari Daisy, Ya, dan kau tahu? Dia itu iblis ular, dia licik dan jahat.
"Kak florin? Ada apa?" tanya Daisy tanpa marah, walau Flo nyatanya sangat tak sopan kepada Daisy beberapa detik yang lalu.
"Kau itu anak punggut! Kau pelayan! Enak sekali hanya tidur siang di sini?!" ketus Flo.
Ohohoho. Apa kalian pikir Flo sangat berani? Hahaha. Tidak juga. Flo berani hanya karena saat ini Xander sedang keluar dari mansion untuk suatu alasan.
Itulah sebabnya Flo berani untuk memarahi Daisy. Semua orang di mansion ini tahu jika memarahi Daisy sama saja dengan mengantarkan nyawa kepada Xander.
Walau status Daisy juga seorang pelayan, namun Xander memiliki sebuah peraturan khusus. Peraturan di mana tak ada yang boleh untuk menyakiti ataupun memerintah Daisy.
"Ahh?" binggung Daisy. Pasalnya ia diperintahhkan untuk diam di kamar sampai Xander yang memanggilnya keluar.
"Tapi kak--"
Ucapan Daisy sudah lebih dahulu dipotong oleh kalimat Florin.
"Sudahlah. Sekarang kau keberi tugas!" ucap Flo.
"Kau, pergilah ke pasar dan beli semua yang ada di list ini. Aku malas keluar. Sangat panas!" ucap Flo dengan sangat angkuh.
Ya. Benar saat ini sangat panas, huh bahkan rasanya matahari serasa ada tujuh di atas sana.
"Tapi nanti nanti Tuan Xander akan marah, dia tak mengizinkaku keluar, Kak Flo," ucap Daisy dengan penuh rasa ragu. Ia tak boleh kemanapun tanpa izin dari Xander, kan?
"Shh. Tuan muda tak d mansion, ia baru pergi tadi. Sepertinya ada urusan penting. Jadi kau! Jangan cari alasan! Pergi dan cepatlah!" Dengan tanpa perasaan Flo melemparkan uang dan tas belanjaan kepada Daisy.
Seusai Flo keluar dari kamar Daisy. Gadis cantik itu perlahan tersenyum kecil, "Huh. Aku jadi bisa sedikit berjalan-jalan. Tuan Xander tak akan tahu, kan? Terima kasih Tuhan!" ucap Daisy dengan begitu gembira.
.
.
Langkah kecil Daisy dengan sangat ringan menyusuri jalanan ramai itu, ya Daisy sangat jarang sekali keluar.
Ia ingat jika kali terakhir ia keluar adalah saat menemani Xander untuk mengecek kakinya, itupun sudah tiga yang bulan lalu.
Hah. Rasanya ini adalah hari baik bagi Daisy. Walaupun memang cuaca hari ini begitu panas, apalagi dengan kulit putih sensitif yang Daisy miliki. Oh rasanya seperti kalian sedang melihat snow white yang berjalan di antara keramaian.
"Wah. Hehhe ...." Daisy tersenyum di sepanjang jalan yang ia lalui, bahkan orang-orang yang melihatnya merasa gemas.
Rasanya sangat bahagia bisa berjalan dan melihat tempat yang lebih luas. Daisy arang sekali merasakan hal ini. Ya. Dulu ia sering saat ia masih kecil dan tinggal di gunung sampah, tapi tidak sejak ia berada di mansion. Kehidupannya layaknya seorang tahanan yang tak diizinkan untuk keluar sembarangan.
"Ah. Aku harus segera membeli semua yang ada di dalam list ini."
Daisy melihat catatan yang diberikan oleh Flo kepadanya tadi.
"Labu, buah bit, Salmon, hati sapi, bacon--"
Daisy yang sangat sibuk membaca, hingga gadis cantik itu tak sadar di sana sangat ramai dan seseorang menabraknya.
'Bruk'
"Ah!"
"Maaf Paman. Aku tak melihat jalan Yadi, aku tak fokus," ucap Daisy dan bergegas bangkit, sedikit membersihkan pakainya yang kotor.
"Lain kali berhati-hatilah," ucap orang itu. Dia meneliti Daisy dari atas hingga ke bawah.
"Kau sendirian?" tanya orang itu penuh selidik.
"Hum? Iya Paman, aku sendiri dan aku akan membeli ini semua," Daisy menunjukan kertas berisi catatan apa saja yang harus dibelinya.
"Astaga," gumam orang itu lirih.
Dari wajah putih milik Daisy saja bisa sangat mudah ditebak, anak itu jarang keluar, ia terlalu mencolok diantara orang lain. Ini bisa saja bahaya kan jika Daisy berkeliaran seorang diri dan bertemu dengan orang jahat?
"Mari kuantar mencari itu semua!" tawar si orang itu.
Daisy tersenyum polos. Oh ayolah mereka kan tak saling kenal. Apa Daisy bodoh? Dia mau saja mengikuti orang yang baru saja ia tabrak lima detik lalu.
"Namaku, Max" ucap orang itu dengan inisiatifnya. Pasalnya Daisy dari tadi hanya diam dan memandangi sekelilingnya dengan takjub, seolah itu adalah hal baru. Hahaha.
"Eoh? Iya. Namaku adalah Daisy, Paman. Salam kenal ya, Paman Max."
"Kau ini. Berapa umurmu? Kenapa kau memanggilku Paman sedari tadi?" tanya Max.
"Dua puluh tahun di bulan Desember nanti."
"Astaga kukira kau sekitar berusia sekitar lima belas atau enam belas tahun. Kau nampak seperti anak kecil."
"Astaga! Aku ini sudah besar ya!" ucap Daisy dengan sedikit kesal, namun justru menambah kesan imut di dalam dirinya.
"Ok. "
"Lalu Paman berapa?" tanya Daisy dengan menunjuk Max yang tingginya hampir sama dengan Xander, jika saja Xander bisa berdiri dengan kedua kakinya.
"Jangan memanggilku Paman, aku baru 27 tahun," ucap Max.
"Lalu aku harus memanggil apa?" tanya Daisy dengan polos.
"Panggil aku dengan, Kakak," ucap Max.
"Oke kak Max. hihihi"
Tak sadar karena terlalu asik berbincang dan mengagumi keadaan sekitar, ternyata keranjang Daisy telah penuh. Ah.. Berkat Max yang menbantunya.
"Wah. Semuanya sudah terbeli. Terima kasih, kak Max," ucap Zane dengan senyumanya.
"Hmm."
"Kalo begitu sekarang aku harus segera pulang. Kak Max, sekali lagi terima kasih banyak, ya."
"Ah. Tunggu!"
"Eng?"
"Ayo kuantar, nanti kau tersesat lagi. "
"Tak perlu. Aku saja tadi kemaru sendiri, lagipula rumahku tak telalu jauh, Kak Max."
"Oh? Ok."
Lalu setelahnya Max hanya menandangi Daisy yang pergi menjauh.
Ah. Max rasanya merasa tak asing pada gadis manis nan cantik itu. Ada apa ini? Siapa Max? Dan, ahhh Sudahlah.
.
.
'Ckek'
Daisy membuka pintu utama mansion, dan apakah kalian tahu apa yang menyambutnya detik itu?
"Bagus!"
Suara berat Xander.
"Tuan Xan," lirih Daisy saat melihat Tuannya sedang duduk di kursi rodanya, dengan cambuk ditanganya, serta Florine yang sudah berdarah di bagian punggungnya.
"Hiks, ampuni aku, Tuan. Hiks ...." tangis Flo terdengar nyaring mengisi seisi mansion yang menonton adegan itu.
"Kak flo," Daisy mendekati flo dengan rasa khawatir, ada apa ini? Kenapa Xander mencambuk Florin?
"Kak. Hisk, Tuan Xan?! Kenapa kau mencambuk Kak Flo?" tanya Daisy yang tanpa sadar sudah menangis.
Xander diam dan menadang marah bercampur khawatir, dan kesal kepada Daisy
"Arin! Bawa Daisy ke kamarnya dan kunci pintunya!" titah Xander dengan tanpa ingin dibantah.
"Hiks, Tuan Xander! Kumohon jangan sakiti Kak Flo. Ada apa ini sebenarnya?!Hiks."
"Ayo, Daisy ...." Arin menarik tangan Daisy dengan hati-hati. Sedangkan Daisy masih terus menangis sesenggukan.
Tangisan Daisy tak kunjung henti, bahkan sampai ia berada di dalam kamarnya.
Di luar, Xander masih memegang cambuknya dengan memadang Florin penuh amarah.
"Tau apa kesalahanmu? Florin?" tanya Xander dengan begitu dingin dan mengintimidasi.
"Hiks, maafkan saya Tuan. Maafkan saya yang memerintahkan Daisy untuk keluar dan berbelanja."
"Cih!"
"Tak semudah itu! Jack!" panggil Xander pada salah satu bawahanya.
"Ya, Tuan?"
"Bawakan aku tang dan gergaji!sekarang!"
FIorin semain ketallutan, apa yang akan dilakukan Xander? Kenapa dia meminta alat-alat itu?
"Hiks, Tuan ampuni saya. Saya mohon ...." Florin sampai bersujud di kaki Xander.
Pakaianya sudah robek di bagian punggung. Punggunya bahkan sobek penuh darah belas cambukan.
"Ini, Tuan"
"Kalian, pegangi jalang itu!" titah Xander.
"Jangan, Tuan! Lepaskan aku! Hiks ...." Flo mencoba berontak, namun semuanya sia-sia.
"Ini yang akan kau dapatkan jika melarang perintahku!" desis Xander.
"Akkgh"
"Dan ini karena kau memarahi Daisy!"
"Sshh hisk akkgh"
"Dan ini untuk kau yang sudah membiarkan Daisy keluar dari gerbang itu!"
"Aaahhhh!!!"
"Cih. Bereskan semuanya!"