Chereads / SALAH PILIH SUAMI / Chapter 11 - DIHAJAR MERTUA

Chapter 11 - DIHAJAR MERTUA

"Permisi,"

Jaka bertandang ke rumah mertuanya saat jam menunjukkan pukul sebelas malam. Ia tak lagi mementingkan adab bertamu, karena hasratnya untuk bertemu Anggi sudah menggebu.

"Om, Tante,"

Berulang kali Jaka mengetuk pintu sambil melaungkan suara. Membuat sang empunya rumah merasa terusik dan akhirnya keluar.

"Kamu?" Dida orang pertama yang membuka pintu.

"Mas! Cepat ke sini. Lihat siapa yang datang." Dida berseru pada suaminya.

Dodi pun segera meluncur akibat permintaan Dida. Saat itu pulalah tensinya mendadak tidak stabil. Wajah Jaka bagaikan samsak tinju bagi Dodi.

"Oho! Masih berani kamu menampakkan muka?" Mata Dodi memerah.

"Aku mau menjemput Anggi, Om," titah Jaka lembut.

Seperti apapun Anggi di rumahnya, wanita itu tetaplah istri Jaka. Anggi harus membersamai setiap langkah suaminya.

"Hah? Kamu udah gila, ya?" Dida berteriak tepat di wajah menantunya.

"Setelah semua yang kamu lakukan pada putriku?" timpal Dodi.

Dua manusia itu pun tertawa habis-habisan. Mereka melece permintaan Jaka untuk membawa Anggi kembali ke kediamannya. Jaka mengusap dadanya sendiri. Memberi kekuatan pada jiwanya.

"Laki-laki tak tahu diri!"

BUGH!!!

PLAK!!!

SPLASH!!!

Tanpa sungkan Dodi langsung meninju wajah Jaka dan memberinya beberapa tamparan. Pria malang itu terpental dan tersungkur di lantai.

Melihat suaminya mengamuk, Dida langsung memundurkan langkah. Takut kalau-kalau dirinya juga terkena pukulan akibat Dodi tak terkendali. Dida enggan menghalau suaminya. Bahkan ia ikut menyemangati Dodi untuk memukul Jaka lagi.

"Terus, Mas! Hajar sampai mati," pekik Dida dari penjuru lain.

"Anak satu-satuku sampai jadi pembantu di tanganmu. Laki-laki macam apa kamu ini, Jaka?" Dodi semakin menggebu-gebu. Ia membungkukkan badan lalu mencekik leher Jaka.

"Uhuk uhuk uhuk!"

Jaka tersedak. Rasanya begitu sulit untuk menghirup oksigen. Dia menahan lengan kokoh Dodi agar tak sampai keterusan. Jaka bisa mati di tangan mertuanya sendiri kalau begini.

"Ampun, Om." Jaka berusaha menghindar.

"Anggi sampai berbohong demi rumah tangga kalian!" Lagi-lagi Dida ikut memanaskan suasana.

"Dengar ya, Jaka! Jangan harap Anggi akan pulang ke rumahmu lagi. Kalian akan segera kuceraikan,"

Krak!!!

Hati Jaka mencelos mendengarnya. Jaka sangat takut dengan yang namanya perpisahan. Terlebih mereka sudah susah payah mempertahankan hubungan.

"Sudahlah, Mas. Usir aja dia dari sini," tambah Dida.

Dodi pun menyeret tubuh Jaka yang sudah tak berdaya. Bukannya pria itu tidak mau melawan, melainkan ia menjaga nama baik di hadapan mertuanya. Dodi adalah orang tua Anggi dan Jaka dapat memaklumi bagaimana perasaannya saat ini.

"Jangan pernah datang ke sini lagi atau kamu bakal mati di tanganku," ancam Dodi. Dia pun membuang tubuh Jaka di balik pagar.

"Awww akh," Jaka berdesis seorang diri. Ia meraba wajahnya yang penuh tanda cinta dari Dodi. Ah, lebih tepatnya tanda kebencian. Jaka pun pulang dalam keadaan terseok-seok.

Jaka tiba di rumah ketika purnama berada di pusat bumi. Ia disambut oleh Jamilah yang sudah berderai air mata.

"Loh, kamu kenapa, Nak?" Jamilah kian menjadi-jadi saat melihat wajah putranya bonyok.

Jaka membuang diri di atas kursi kayu. Kepalanya terasa begitu berat.

"Mana Angginya? Kalian baik-baik aja, kan?" tanya Jamilah lagi. Dia sudah sangat penasaran dengan cerita Jaka.

"Semuanya baik-baik aja, Bu," titah Jaka kemudian memejamkan mata.

Jamilah tidak tahu apa yang terjadi pada putranya, tapi dia langsung berinisiatif untuk mengambilkan air hangat guna mengompres luka Jaka. Lelaki bertubuh jangkung itu bergidik perih. Luka-luka di wajahnya menjadi saksi bisu atas kebringasan mertuanya sendiri.

"Kamu kenapa, Jaka? Jangan bohong sama Ibu," kata Jamilah seusai suasana hening selama beberapa waktu.

Jaka tidak boleh membiarkan Jamilah hidup dalam perasaan curiga. Namun, dia juga tak ingin apabila Jamilah mengetahui fakta sebenarnya.

"Anggi tadi siang sakit dan dia langsung pulang ke rumah orang tuanya, Bu," bohong Jaka.

"Kenapa gak di sini? Kan, kamu suaminya,"

"Mungkin dia merasa lebih nyaman sama Ibunya. Kita gak bisa salahin dia," bela Jaka.

"Terus kenapa wajah kamu luka begini, Nak?"

"Aku dipalak preman, Bu." Terpaksa Jaka mengarang semuanya.

"Ya, ampun. Jadi gimana, Jaka?" Jamilah begitu syok mendengar penuturan anaknya.

"Gak apa-apa, Bu. Aku gak punya uang, jadi mereka gak bisa ngambil apapun,"

"Maafin Ibu, ya. Gara-gara Ibu suruh kamu keluar, kamu jadi gini." Jamilah sungguh menyesal karena telah salah mengambil keputusan.

"Gak apa-apa, Bu. Sudah tanggung jawabku sebagai suami Anggi. Yang penting kita tahu kalau Anggi sudah aman sama orang tuanya. Luka ini sebentar lagi juga sembuh,"

"Jadi kapan Anggi pulang ke sini, Jaka?"

"Sampai dia benar-benar pulih,"

Hingga sampai detik ini, Jamilah belum pernah bertemu dengan besannya dan dia tidak mengetahui jika keluarga Dodi tak pernah merestui hubungan Jaka dan Anggi. Selama ini anaknya mengatakan bahwa mertuanya adalah sosok baik dan penyayang. Ia tak ingin menambah beban pikiran Jamilah di usia tuanya.

Setelah selesai mengobati luka Jaka, Jamilah pun menyuruh putranya itu untuk tidur.

***

"Anggi, kamu kenapa?"

Dida yang penasaran karena Anggi tak kunjung membukakan pintu, lantas saja meminta suaminya untuk membobol benda tersebut. Mereka menemukan Anggi terkapar lemah dan menggigil di pembaringan. Dida meraba dahi Anggi dan merasakan hawa panas yang menusuk.

Semalaman ini Anggi terlampau memikirkan nasibnya bersama Jaka. Belum lagi perasaan malu yang ia derita kerana ketahuan mengarang cerita. Anggi tak mampu menampung semuanya. Akhirnya ia tumbang seorang diri di kamar.

"Mas, cepat panggil dokter pribadi kita," pinta Dida pada suaminya.

Dodi pun gegas membuka gawai dan menghubungi sosok yang dimaksud. Tak lama setelah itu, sang dokter pun datang dan segera menangani Anggi.

"Istirahat yang cukup dan jangan terlalu banyak pikiran, ya," saran dokter tersebut sebelum beranjak pulang.

Anggi merasa separuh jiwanya pergi. Ia berharap bahwa Jaka akan menjemputnya tanpa tahu bahwa pria itu sudah ke rumahnya tadi malam dan diusir oleh Dodi. Anggi tak banyak bicara. Ia hanya melampiaskan sakit hatinya dengan menangis di dalam hati.

Siang hari, Dodi memutuskan untuk menemui Misri di rumahnya. Ada banyak pertanyaan yang berseliweran di benak pria itu. Dodi menuju kediaman Misri tanpa diketahui oleh Dida.

"Dodi?" Misri terkejut melihat siapa yang hadir.

"Maaf aku datang tanpa izin. Ada hal yang ingin kutanyakan, Misri," pungkas Dodi.

Misri pun meminta agar Dodi duduk di kursi beranda rumah sementara dia menyediakan camilan.

"Ada apa?" tanya Misri setelah kembali.

"Kamu kenapa bisa pingsan kemarin di super market?"

"Ah, itu. Aku cuma kecapekan aja, Dodi,"

"Gimana keadaan kamu sekarang?"

"Jauh lebih baik setelah aku istirahat dan gak ngajar hari ini,"

"Oh, ya. Ini soal Anggi. Sejak kapan dia kerja di sini?"

Misri kembali teringat dengan kejadian di rumahnya kemarin. Dengan begini, dia juga dapat mengetahui siapa Anggi dan bagaimana latar belakangnya.

"Seminggu lalu. Apa Anggi itu anak kandungmu?"

"Iya. Aku gak nyangka kalau dia jadi pembantu gara-gara suami miskinnya itu. Makanya aku marah banget dan bawa dia pulang," balas Dodi. Ia pun tahu bahwa Misri begitu penasaran.

Dodi dan Misri pun bercertita panjang lebar. Kini, tak ada lagi rasa penasaran yang bergelayut dalam kepala. Malangnya, ketika sedang berduaan di beranda rumah, tiba-tiba saja sosok yang beberapa hari terakhir hilang mendadak kembali. Tak lain dan tak bukan orang itu adalah Morko. Betapa kagetnya ia saat melihat Misri berduaan dengan pria lain.

"Misri! Oho. Begini kelakukan kamu di belakang aku, ya!"

PAM!!!

Bersamaan dengan itu, wajah Dodi langsung ditimpuk oleh Morko.

***

Bersambung