Chereads / SALAH PILIH SUAMI / Chapter 16 - MENCERITAKAN WANITA LAIN

Chapter 16 - MENCERITAKAN WANITA LAIN

Anggi tak berani lagi menoleh ke sisi kiri. Morko bagaikan kuman yang harus dihindari. Anggi terus meluruskan pandangan, hingga ia berhenti di sebuah bangunan raksasa. Anggi pun segera turun dari angkutan.

"Fiuh. Selamat." Anggi mengusap dadanya lega.

Rumah Raka sepi penghuni, bahkan satpam pun tidak ada di sini. Anggi nyelonong masuk dan mulai menjalankan tugasnya.

"Cantik banget rumah si Raka," gumam Anggi saat ia menyapu lantai.

Perlahan, tapi pasti. Anggi mulai menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Tubuh wanita itu mulai kehabisan energi. Sesuatu yang membuatnya memilih untuk duduk di sofa seraya memerhatikan furniture ruangan.

"Sayang, tolong ambilin ayam gorengnya, ya," titah Anggi pada Jaka.

Saat ini keluarga kecil Jaka tengah menyantap makan malam bersama. Berbagai menu makanan telah dihidangkan oleh asisten mereka.

"Ini." Jaka menjatuhkan dada ayam di piring Anggi.

Tiada kenikmatan selain berkumpul dengan keluarga. Itulah yang Anggi rasakan sekarang. Menikah dengan pria kaya seperti Jaka membuat hidupnya terjamin dan selamat dari segala keterpurukan. Apa yang diinginkan oleh Anggi selalu Jaka kabulkan. Tak hanya itu, Anggi juga memiliki mertua yang sangat baik dan perhatian. Membuat Anggi semakin nyaman tinggal di rumah megah tersebut.

Setelah menyelesaikan makan malam, Jaka mengajak keluarganya untuk keliling kota. Tentu saja Anggi dan Jamilah tidak menolak. Mereka mengendarai sebuah kendaraan beroda empat.

"Kita mampir ke mall yuk, Mas," ajak Anggi antusias.

"Siap, Tuan Putri,"

Jaka pun membelokkan mobil mereka ke parkiran mall. Setelahnya, ia membawa keluarga kecilnya memasuki bangunan luas tersebut.

"Mas. Aku beli baju, ya," pinta Anggi.

"Iya. Ambil aja apa yang kamu mau, Sayang. Ibu kalau mau beli apa-apa juga tinggal ambil aja,"

Jaka menyugar rambut ke belakang seraya berdehem. Menjadi pria kaya membuatnya begitu mudah untuk menuruti kemauan sang istri.

Keluarga mereka bebas memilih apa saja di sana tanpa memikirkan biaya. Saking senangnya, Anggi sampai melompat-lompat kegirangan karena mendapatkan apa yang dia inginkan.

Tak! Tak! Tak!

Sepatu Anggi terhentak di lantai mall. Belum selesai ia mengekspresikan kesenangan, tiba-tiba saja kaki Anggi terpeleset dan ia pun terguling ke bawah.

BRAK!!!

"Aaaaakh!" Anggi meringis kesakitan.

Secepat mungkin Anggi membuka mata dan betapa terkejutnya ia saat melihat sebuah kain lap menutupi sebagian wajahnya. Anggi memindai sekitar. Detik berikutnya dia baru sadar kalau dirinya sedang berada di rumah Raka, bukan mall.

"Oh, astaga. Rupanya aku cuma mimpi,"

Anggi menurunkan kedua bahunya. Mimpi itu membuatnya sampai terungkal dari atas sofa ke lantai.

"Andai aja Mas Jaka beneran kaya," desis Anggi pasrah.

***

"Misri!" teriak Marko tatkala ia baru memasuki rumah.

Pria itu menaikkan lengan bajunya hingga ke siku. Matanya mengitari seluruh ruangan guna mencari keberadaan sang istri.

"Kenapa, Mas?" Misri keluar dari kamarnya.

Morko langsung berkacak pinggan sambil berseru, "Sebenarnya apa yang buat Anggi gak kerja di sini lagi?"

"Anggi?" Misri heran kenapa suaminya mendadak bertanya perihal wanita itu.

FLASH BACK ON

Bep!

Morko mendaratkan bokong di angkutan umum, persis di sebelah seorang wanita berkulit putih. Morko memang sosok pria yang begitu terobsesi dengan wanita. Karenanya, ia berinisiatif untuk melihat paras sosok di sisi kanannya. Namun, betapa terperanjatnya Morko saat tahu bahwa wanita itu adalah Anggi, mantan pembantunya yang kabur entah ke mana tanpa izin. Morko ingin menegur Anggi. Sayangnya, perempuan itu seolah menghindari kehadiran Morko dengan menutupi sebagian wajahnya dengan rambut sambil menunduk. Morko jadi ingin tahu ke mana ia pergi. Tak lama setelah itu, Anggi turun di perkarangan rumah megah dan mewah. Itu rumah siapa? Batin Morko bertanya-tanya. Ia juga melihat kalau Anggi membuka pagarnya sendiri.

"Ah, sebaiknya kutanya aja dulu sama Misri. Barangkali dia tahu," geming Morko.

Ia yang barusan mencuri uang istrinya dan berencana untuk berfoya-foya, lantas saja kembali ke rumah.

FLASH BACK OFF

"Tadi aku lihat Anggi di angkutan umum, tapi dia kayak menghindar gitu. Emang aku setan apa!" Morko kembali bersuara setelah melihat gelagat bingung istrinya.

"Di Kota?"

"Iyalah. Di mana lagi?"

Misri menghela napas. Setelah kejadian itu, Anggi tak pernah lagi menampakkan wajah. Bahkan, ia tidak izin kalau resign dari pekerjaan.

"Aku gak tahu kenapa Anggi gak kerja di sini lagi, Mas. Yang jelas, waktu itu dia dijemput orang tuanya di rumah kita,"

"Hah? Kenapa bisa?" Morko semakin kaget.

Pria itu bergulir ke sofa setelah memberi kode pada Misri untuk mengikutinya. Baru kali ini sepasang suami istri itu kembali berdiskusi seteleh sekian lama. Sayangnya, yang mereka bicarakan adalah wanita lain, bukan rumah tangga keduanya.

"Jadi gini, Mas…" Misri kembali mengingat pertemuan keduanya dengan Dodi. "…Aku pernah pingsan di super market. Kebetulan ada temenku Dodi dan istrinya, lalu mereka tolong aku. Dodi kaget banget sewaktu liat Anggi di rumah kita. Awalnya aku juga gak tahu ada hubungan apa dengan ketiganya, tapi setelah dengar percakapan mereka, ternyata mereka itu keluarga, Mas." Misri menatap wajah Morko yang perlahan menua.

"Mereka marahin Anggi, karena Anggi jadi pembantu. Ternyata Anggi bohong sama orang tuanya kalau selama ini hidupnya senang dengan suaminya,"

"Dia pura-pura kaya?" Morko memotong ucapan Misri.

"Bener, Mas. Dari pembicaraan mereka aku tahu kalau orang tua Anggi gak setuju, karena suaminya berasal dari keluarga kurang mampu. Karena itulah Anggi dibawa pulang,

"Apa tadi rumah dia, ya?" Morko bergumam dalam hati.

"Oh, ya. Malamnya, suami Anggi ke rumah kita loh, Mas. Dia kecarian sama istrinya. Aku bilang deh kalau Anggi udah dibawa pulang sama Dodi,"

"Di mana emang rumah temen kamu si Dodi itu?"

"Jalan Apel, Mas,"

Degh!

Pikiran Morko langsung berlayar jauh. Anggi menaiki angkutan umum, lalu berhenti di sebuah rumah mewah, tapi gedung itu bukanlah di jalan Apel.

"Atau, jangan-jangan Anggi kabur dari rumahnya dan kembali jadi pembantu," batin Morko.

"Misri. Tanyain di mana alamat lengkap si Dodi itu dong,"

"Loh, buat apa, Mas?" Misri membeliakkan mata.

"Ah! Kamu banyak tanya. Udah tanyain aja nomor rumahnya berapa,"

"Mas mau iktu campur urusan keluarga mereka? Gak, Mas. Jangan begitulah." Misri mencium bau-bau tidak sedap di sini.

"Kamu jangan bantah, dong! Aku cuma mau berteman sama si Dodi. Dia teman kamu juga, kan?" ucap Morko berdalih.

"Bener kamu gak macem-macem kan, Mas?" Misri menatap Morko penuh selidik.

"Iya. Cepatlah!"

Mendengar jawaban suaminya, Misri buru-buru menghubungi Dodi. Awalnya Dodi sempat kaget, karena mengira Misri akan bertamu ke rumahnya sekarang juga. Nyatanya, Misri hanya mengatakan kalau suaminya ingin berkenalan dengan Dodi. Agaknya, Morko ingin mengucapkan terimakasih pada pria itu karena telah menolong istirnya sewaktu pingsan beberapa hari lalu.

"Nomor 58, Mas," kata Misri setelah mendapatkan jawaban.

Morko diam dan menyandarkan kepalanya di tubuh sofa. Ia meminta agar Misri membuatkannya secangkir kopi.

"Sepertinya aku harus ambil kesempatan dari kejadian ini." Morko tersenyum nakal. Ia meraba dagunya sendiri dengan kelima jari.

Apa yang akan dilakukan oleh Morko?

***

Bersambung