"Kemana aja, Bund?" Amora berdecak tipis melihat Bella yang berjalan masuk ke ruangannya. Perempuan yang tadinya menggambar itu meletakkan kaca matanya untuk melihat sahabatnya.
"Enggak kemana-mana gue!" ujar Bella singkat tidak lupa meletakkan makanan di meja perempuan itu.
"Asyik nih datang enggak pakai tangan kosong."
Bella berdecak tipis. "Sebenarnya buat mama papa. Tapi karena dua orang itu lagi pergi jadi gue mampir aja disini. Heran sama mereka. Padahal habis pergi berdua juga pergi lagi berdua. Makin tua makin suka pacaran."
"Jadi gue dapatnya bahan buangan nih?"
Bella menaikkan bahunya sebagai jawaban. Amora tersenyum kecil sebelum dia berdecak lagi pada kawannya itu. "Enak nih. Beli di mana?" tanya Amora.
"Enggak beli."
"Huh?" kening Amora berkerut. Perempuan itu tadi jelas mengatakan untuk mamanya. Tidak mungkin makanan itu dibuatnya di rumah kemudian dibungkusnya sedemikian rupa. Bella bukan tipikal wanita yang seperti itu.
"Habis dari rumah mas Anka," ujar Bella.
"Mas Anka?" kening Amora berkerut. Wanita itu menyipit menelisik temannya. "Lo sebenarnya sama Mas Anka itu atau sama Neo sih?" tanya Amora. Perempuan yang sudah tahu Neo adalah Galas itu ingin tahu kelanjutan hubungan temannya. Bella memang sudah menceritakan semuanya pada Amora.
"Apa sih? Kenapa dengan semua orang. Gue dan Mas Anka cuma teman."
Ia berdecak tipis. "Trus lo dan Neo?" balas Amora.
Bella berdehem kecil. "Sudah masa lalu."
"Sudah masa lalu kok masih perhatian gitu. Masih beliin kado ibunya, masih mikirin kesehatan dia."
Bella berdehem kecil. "Gue selama ini ingin tahu Galas. Pas udah ketemu gue cuma ingin mastiin dia baik-baik aja. itu aja kok!"
Amora mencibir. "Anggap aja gue percaya."
Bella mendengus sekarang. "Gue serius tahu."
"Lo kayak orang yang takut jatuh hati lagi tahu enggak!" decak Amora.
"Emang iya takut jatuh hati. Diceraiin sedang sayang-sayangnya itu sakit tahu." Bella tidak menampik perasaan patah hati yang pernah membuatnya trauma itu. Wajar saja sekarang dia malas terburu-buru menjatuhkan pilihannya. Baik memulai jatuh cinta pada Anka atau mengulang lagi kisah dengan Neo dengan cerita yang lebih sempurna.
"Gue penasaran satu hal deh," ujar Amora dengan wajah penuh gosip dan rasa ingin tahu yang sudah menjadi ciri khasnya itu. "Kalau seandainya lo tahu Neo itu Galas dan kalian belum cerai apa yang akan lo lakuin?"
Bella menyandarkan raganya dikursi mendengar perkataan Amora. Dia merenung sebentar memikirkannya. "Mungkin gue yang akan ceraiin dia."
"Lo enggak berfikir untuk memaafkan dia?" tanya Amora.
Bella menggelengkan kepalanya. "Awalnya pasti tidak. Setiap gue tahu setiap kebenarannya gue selalu marah. Neo memberikan jalan yang tepat dengan menggugat cerai gue duluan. Kalau enggak mungkin gue akan benci dia seumur hidup."
Amora ingin membantah lagi tapi dering ponsel Bella menghentikan obrolan mereka sejenak. Perempuan itu langsung mengangkatnya tanpa pergi dari sana. "Tunggu bentar. Gue pamit dulu sama Mora!" ujarnya. Bella kemudian mematikan panggilan tersebut. Alis Amora terangkat meminta penjelasan.
"Gue pamit." Bella kemudian pergi dari sana.
Amora hanya bisa berdecak tipis. "Katanya sulit memaafkan. Katanya enggak mau memulai hubungan, tapi tetap aja mau kemana-mana dijemput ayang." Amora mendumel sendiri tidak lupa dengan geleng-geleng kepala. Baru saja perempuan itu berbicara buruk perihal Galas. Tapi dia sudah tidak keberatan pergi dengan Neo entah kemana.
***
"Kenapa tampang lo kayak gitu?" tanya Bella mendengus sinis pada mantan suaminya itu.
"Enggak ada. Aku senang aja kamu enggak keberatan aku ajak pergi kondangan." Laki-laki itu tersenyum kecil.
"Karena lo enggak ada pasangan aja. Tapi kita pulang dulu!"
"Ada sesuatu yang tinggal?" tanya Neo.
"Mau ganti majulah. Masa gue kondangan gini aja dandanannya."
Neo memperhatikan mantan isterinya itu dari atas sampai bawah. "Baik-baik aja menurut aku kok!" ujar Galas. "Tetap cantik kok!"
"Bukan masalah cantik yang jadi perkara. Tapi masalah cocok apa enggaknya!"
Neo tersenyum kecil. "Iya, Bee. Pemarah bangat sih kamu. biasanya juga lembut sama aku."
Bella memutar bola matanya. "Jangan bertingkah ya lo!" tidak lupa Bella juga mengacungkan telunjuknya.
Neo cengengesan menghindari kemarahan Bella. "Becanda, Bel!" setelahnya mereka diam sepanjang perjalanan dengan Neo yang tersenyum tipis. Laki-laki itu juga ikut turun saat sampai di rumah Bella. "Bukannya tadi kamu pergi dengan Anka?" papanya mengerutkan keningnya.
"Iya, dia jemput aku dari tempat Amora. Papa sama mama bukannya tadi katanya pergi."
"Baru balik kami!" jawab mama dari dalam kamar dengan baju rumahan yang sudah dipakainya. Tapi make up masih menempel di wajah perempuan itu. Pertanda memang mamanya tidak berbohong pada Bella.
"Tahu gitu Bella langsung pulang aja, Ma. Kirain mama dan papa perginya lama lagi."
"Kenapa memangnya?"
"Tadi mamanya Mas Anka ngasih makanan. Karena enggak ada orang di rumah Bella kasih Amora deh. Ya udah deh, Bella mau ganti baju dulu! Tunggu gue bentar!" ujar Bella pada mantan suaminya sambil naik ke kamarnya.
Neo yang sudah duduk di hadapan papa Bella itu hanya tersenyum tipis. Entah tersenyum kecut dengan kedekatan Anka dan Bella yang tidak bisa dia cegah, atau mungkin tersenyum melihat tingkah mantan isterinya. Neo tahu persis berapa lama waktu yang Bella butuhkan untuk berdandan. Tidak akan pernah sebentar.
"Kalian mau kemana memangnya?" tanya mama Bella pada mantan menantunya. Tidak lupa menghidangkan minuman untuk Neo.
"Pergi kondangan teman, ma!" jawab Neo.
"Trus dia pulang hanya untuk ganti baju?" mama tidak percaya pada anak perempuannya itu. Neo menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis pada wajah laki-laki itu. "Enggak apa-apa, Ma!" ujar Neo seolah tahu apa yang mama Bella pikirkan.
"Kerjaan lancar, Galas?" tanya papa Bella pada laki-laki itu.
"Lumayan, Pa. ada sih beberapa kendala tapi yah … udah hal biasa dalam proyekkan ya. Kalau enggak tukang yang bikin ulah, ya klien atau aspek yang lain."
Tuan Janu itu menganggukkan kepalanya. "Ada pertandingan bola antara rt minggu depan tuh!"
"Dalam rangka acara apa tuh, pa?" tanya Neo lagi.
"pelantikan bapak lurah yang baru."
Neo menganggukkan kepalanya. "lihat ntar deh, kalau ada waktu aku ikutan nonton."
"Papa kamu panitianya, Neo. Makanya dia membanggakannya," ujar mama.
"Oh gitu …!" ujar Neo dengan senyuman tipis. "Akan aku usahain datang." Kali ini Neo lebih memberikan janji untuk datang. Tadi hanya setengah-setengah.
"papa enggak niat jadi pejabat, pa? daripada ikut-ikut organisasi kemasyarakatan aja."
Janu menggelengkan kepala. "Dibelakang layar lebih seru. Kita memberikan kritik. Kalau kita yang memimpin lebih banyak masuk protesan."
Bella turun kemudian dengan pakaian yang jauh lebih baik. tidak lupa memakai warna senada dengan Neo. "Biar kayak couple ya, Bel," goda mama pada anak semata wayangnya itu. Bella spontan melotot tipis.
"Biar lebih bagus aja dipandang, Ma!" kilah Bella.