Neo menarik nafasya. "Itu anak pekerja di rumahnya. Gitulah, karena cantik, dia tertarik buat nikahin."
"Memangnya dia tidak punya isteri sebelumnya?"
"Punya. Seusia kita."
Mata Bella melotot. "Dan dia memilih menceraikan isteri mudanya itu untuk isteri lebih muda dari usia sebelumnya? Lo ngasih saran yang enggak benar ya sama dia?"
Neo diam beberapa saat menatap Bella. "Perempuan yang dinikahin hari ini udah dia pake dari lama, Bel tanpa mau dia nikahin." Neo menerangkan.
Bella menutup mulutnya. "Enggak habis pikir dengan laki-laki," bisik perempuan.
"Jangan gitu dong, Bee!"
Bella mencubit Neo pada akhirnya membuat Neo mau tidak mau mengaduh. "Rasain." Bella mengerucutkan bibirnya pada mantan suaminya itu. Sekilas Neo tertawa kecil dengan kelakuan isterinya itu. Mengacak kepala Bella tanpa suatu alasan yang jelas.
"Gimana? Jadi ke Bogor enggak nih? Apa mau protes disini?!" tanya Neo pada wanita itu.
"Jadi!" ujar Bella.
***
Suara deru mobil pada halaman rumah ibu sudah dihapal sekali oleh wanita tua itu. Dia mengerutkan keningnya. Jarang sekali puteranya, Galas pulang di siang hari. Biasanya Galas seringnya sore jam lima ke bawah atau tengah malam. Kecuali dulu, saat bersama Bella. Galas bisa datang kapanpun tanpa ibu duga.
"Ibu!" suara dari luar yang tidak kalah ibu hapal membuat wanita tua itu langsung melangkahkan kaki memastikan.
"Ibu baru aja selesai masak buat makan malam." Ibu berkata pada anak tunggal semata wayangnya itu.
"Masak apa, bu? Aku mau!" Bella bersuara dibalik punggung anaknya membuat ibu sangat terkejut.
"Bel, kamu …"
Bella hanya tertawa kecil, menguasai ibu dibandingkan dengan Neo yang hanya mendapatkan desahan dari laki-laki itu. Bella tidak pernah berubah. Dia selalu mengusai ibu, ibupun juga sama. Neo langsung menjadi yang kedua setelah kedatangan menantu kesayangannya itu.
"Baru juga habis makan di kondangan, Bel!" decak Neo menarik kursi bergabung dengan dua orang itu.
Bella menoleh sekilas. "Udah dua jam yang lalu. lambung gue udah kosong lagi."
Neo hanya bisa tersenyum sementara ibu mengusap pelan hidung Bella dengan telunjuknya. "Ibu tidak tahu kamu akan datang bersama Galas," bisik Ibu dengan wajah sumbringah berkaca-kaca.
Neo berdehem. Salah tingkah. Bella baru kali itu melihat ekpresi Neo salah tingkah dihadapan ibunya. Ternyata begitu kaya Galas selama ini. Hal yang membuat Bella penasaran dengan beberapa hal sekarang perempuan itu bisa melihatnya.
"Iya, tadi dia ajak Bella kondangan. Kangen ibu jadi kami pergi kesini." Ibu tersenyum tipis. Seperti dugaannya seperti biasa. Tapi ibu tahu bahwa tidak sepenuhnya baik dari dua orang itu. Buktinya tidak ada kabar pernikahan yang Galas sampaikan padanya. Itu berarti masih ada beberapa hal yang belum. Memang, kadangkala beberapa masalah tidak bisa merangkai kembali hanya dengan sebuah kata memaafkan. Hubungan –terlebih lagi perceraian- tidak bisa mudah seperti itu untuk dipermainkan.
"Ehm, kondangannya di mana?" tanya ibu. Pasti merujuk pada alamat yang lebih spesifik.
"Kondangannya masih di Jakarta, Bu. Tadi anak kesayangan ibu itu yang kangen."
"Idih, suka-suka gue dong. Kan juga enggak dipaksa buat nganterin ke Bogor. Bisa nolak kali kalau enggak mau." Bella mendengus pada Neo membuat ibu mengerutkan keningnya. Pertama kalinya ia melihat dua anak manusia itu bertengkar.
Bella menggigit bibirnya. "Maaf, Bu! Galas suka ngesalin belakangan ini. Ngasih surat cerai tiba-tiba, tapi masih ngintilin kemana-mana." Bella mengadu pada Ibu.
"Kita bisa balik lagi kalau masih punya dendam."
"Enggak mau!" tegas Bella memeluk ibu meminta pembelaan.
Ibu tersenyum kecil. "Entahlah, Bel! Dia hanya menangis di paha ibu saat dia mengatakan akan menceraikan kamu."
"Bu …" ujar Neo memelas sambil mengusap kepala belakangnya menahan malu. Ia tidak pernah Bella tahu kalau dia juga sedih memberikan keputusan yang berat itu padanya. Meski dia selalu mengatakan segalanya pada Bella soal apapun selama ini.
"Anehkan, bu!" ujar Bella sambil menyerngitkan hidungnya.
"Gimana keadaan mama papa, Bel?" ibu beralih topik saat Bella mulai menyendok makanan pakai tangan.
"Baik. sibuk pacaran terus."
Ibu menganggukkan kepalanya. "Kalau kamu sibuk apa?" Ibu kembali bertanya.
"Sibuk pacaran dia, Bu." Neo sekarang yang menjawab.
Kening Bella menyerngit dengan alis yang menukik. "Kita enggak pacaran ya!"
Neo tersenyum kecut. "Aku enggak bilang kita. Aku bilang kamu dan pria itu. Udah serius kayaknya. Udah ketemu dua keluarga." Neo memutar gelas kosong dihadapannya tanpa berani menatap Bella. Satu pukulan langsung mendarat di punggung laki-laki itu membuat Neo reflek mengaduh.
"Ibu, lihat Bella!" giliran Neo yang sekarang mengaduh. Ibu seperti memiliki dua anak kecil dihadapannya sekarang. Perempuan yang sudah tua hanya bisa menarik nafas saat menyaksikan. Bahasa cinta dua anak manusia yang tidak ingin ibu campuri. Biarlah mereka saling meluapkan segala kemarahan dan kekecewaan sebelum nantinya saling memaafkan. Jujur, ibu masih berharap besar. Sama halnya dengan mama Bella.
"Gue enggak pacaran dengan Anka. Jangan norak deh, lo!"
Neo mencibir sambil mengulang perkataan Bella itu. Perempuan itu bersiap melayangkan cubitan kepitingnya pada Neo sekarang tapi lupa tangannya masih kotor. "Awas ya! Tunggu aja pas gue selesai makan."
"Sudahlah! Kenapa harus bertengkar terus? Tidak baik di depan nasi."
Bella menggigit bibirnya. Masih saling tuduh-tuduhan melalui matanya dengan Galas. Tapi mereka tetap menghormati ibu untuk tidak ribut lagi. setelah makan dan berbincang sesaat Bella memeluk ibu sebelum perpisahan untuk pulang. Kali ini ibu memeluk Bella lebih erat.
"Jika kamu menemukan jalan bahagia selain Galas, ibu juga senang. Jangan terbebani dengan perkatana Galas, ya?!" membuat Bella ingin menjatuhkan air matanya pada Ibu. Merasa wanita paruh baya itu selalu pandai memahami Bella dari dulu.
***
Bella dan Neo sampai di Jakarta menjelang jam 9 malam. Perempuan itu langsung masuk rumah dengan wajah masamnya. Dia tidak berbicara sepanjang perjalanan dengan Neo. Hanya tanduknya yang dikeluarkan pertanda aura permusuhannya dengan Neo menguar.
"Bel!" mama mengerutkan keningnya melihat anak semata wayangnya itu menaiki tangga dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Maaf, Ma. Tadi Galas hanya bermaksud bercanda tapi Bella benar-benar tersinggung."
"Lo enggak bercanda. Lo memang sengaja mincing-mancing nama Anka. Kalau cemburu itu ngomong. Enggak perlu pakai sindir! Pengecut!" dada Bella naik turun menatap Neo dengan tatapan menggebu. Pria itu menggigit bibirnya benar-benar menunjukkan tampang bersalahnya pada Bella.
Mama melirik sekilas puterinya itu. "Apa aku salah mengatakan kalian pacaran?"
"Kalau status gue dengan Anka pacaran trus apa kabar dengan kita yang habis tidur usai perceraian!" pekik Bella.
Neo diam kali ini. Pria itu bungkam seribu bahasa. Perasaan kejadian itu baru terjadi kemarin. Tapi sudah banyak peristiwa yang mereka lalui berdua. Hari belum sepenuhnya berganti. Tapi sudah banyak episode cerita yang tidak bisa mereka prediksi seperti roller coaster.