Chapter 29 - Pria penyayang

"Aku minta maaf."

Tebak lah siapa yang mengatakan itu.

Katsuki?

Tidak, dia sudah meminta maaf berkali-kali pada Eijiro dan dia tidak punya keinginan untuk meminta maaf pada Shouki.

Eijiro?

Tidak, mungkin banyak yang berpikiran kalau Eijiro akan meminta maaf pada Katsuki. Tapi tidak sekarang.

Shouki?

Ya, dia yang sedang meminta maaf. Meminta maaf kepada Katsuki.

"Aku minta maaf, aku telah melakukan itu. Aku tidak bermaksud untuk mengambil kesempatan di saat kau tengah kesulitan. Aku tidak---"

"Ya, aku tahu itu. Kau tidak perlu meminta maaf, dasar bodoh." Katsuki mencibir Shouki. Menurut Katsuki, Shouki adalah pria yang bodoh. "Kau baru saja meniduri seorang gigolo. Jadi santai saja, tidak perlu merasa bersalah seperti baru saja meniduri gadis perawan."

Bukannya Katsuki merasa senang setelah melakukan hubungan intim dengan Shouki. Hanya saja, dia tidak mungkin menyalahkan orang yang telah menyelamatkan dirinya. Dia juga menyalahkan dirinya sendiri yang mengalami heat tiba-tiba. Heat yang parah itu membuat dirinya sekali lagi mengingkari janjinya, janji agar dirinya tidak membiarkan dirinya digagahi lelaki lain.

Andaikan saja yang datang pada saat itu adalah Eijiro.

Mungkin saja sekarang Katsuki sudah menjadi mate Eijiro.

Namun kenyataannya, yang datang adalah Shouki.

Meskipun begitu, Katsuki harus tetap berterimakasih.

"Tapi tetap saja aku telah melakukan sesuatu yang melewati batasan kita berdua. Aku, aku, sekali lagi aku minta maaf," ucap Shouki. Dia terlihat sangat menyesal.

"Ck, jangan berlebihan seperti itu. Kau kan hanya..."

Katsuki tiba-tiba berhenti, dia yang tadinya masih berbaring dengan tubuh tertutup selimut langsung berdiri pada saat itu juga. Berlari ke sudut ruangan dan melihat dirinya melalui pantulan cermin.

Dia menengok ke punggungnya, memeriksa lehernya, dadanya, dan bahunya. Tidak ada tanda di tubuhnya.

Setelah yakin bahwa dirinya belum menerima tanda apapun, dia menghela nafas lega.

Shouki yang melihat hal itu dari atas kasur langsung berkata. "Aku tidak menandai dirimu. Aku tidak akan melakukan hal itu sampai kau memperbolehkan aku melakukan hal itu. Kau bisa percaya padaku, Katsuki."

Katsuki melirik Katsuki dari pantulan cermin yang ada di hadapannya itu. "Ya. Terimakasih."

Sangat singkat, bahkan tidak terdengar penghayatan dari ucapan itu. Namun tetap saja Shouki tersenyum dan merasa senang.

"Apa ada yang masih terasa sakit?" Shouki kemudian langsung mengoreksi ucapannya, dia tidak ingin Katsuki salah kaprah. "M-maksudku, aku akan mengobatimu atau membawa mu ke dokter untuk diperiksa kalau memang ada bagian tubuh yang masih sakit. Bukan maksudku untuk---"

"Kau tidak perlu merasa salah tingkah seperti itu. Kalau kau terus bersikap seperti itu, malahan aku berpikir kalau kau ingin meniduri aku lagi. Ya anggap saja apa yang kau dapatkan dari kegiatan kita tadi adalah ucapan terimakasih ku padamu. Bukankah kita sama-sama diuntungkan? aku berhenti mengalami heat dan kau mendapatkan kesempatan untuk tidur denganku."

Hal itu memang terdengar biasa saja, namun bila didalami maknanya maka pasti akan membuat Shouki tersinggung. Sebab, secara tidak langsung pernyataan itu memberikan makna bahwa Shouki mendekati Katsuki hanya dengan keinginan untuk menikmati tubuh Katsuki.

Padahal sedari awal sampai Shouki mencintai Katsuki, tidak ada terbesit pikiran seperti itu dalam pikirannya.

"Aku tulus."

Shouki membuat Katsuki memiringkan kepalanya, Katsuki terlihat heran. "Apa maksudmu?"

"Seandainya kau tidak mengalami heat, maka aku tidak akan melakukan itu sampai detik ini. Tapi, aku tulus ingin menolong dirimu. Aku mencintaimu. Itu saja."

Katsuki merasa ada yang berbeda dari Shouki. Dia mengingat-ingat ucapannya tadi, mungkin saja ada yang salah dari ucapannya.

"Aku akan pulang. Kalau ada sesuatu, kau bisa panggil aku." Shouki beranjal dari kasur Katsuki. "Jaga kondisimu, jangan minum supresan lagi. Itu tidak baik untuk kesehatanmu."

Mata Katsuki terpejam sejenak, dengan kening yang mengerut. Mulut Katsuki masih sedikit terbuka dengan kepala yang bergerak dengan gestur seakan-akan dia tengah menanyakan sesuatu.

'Kenapa? apa maksudnya? kenapa tiba-tiba menjadi serius seperti itu? aku kira tidak ada yang salah dari ucapanku.'

Katsuki membatin, dia menatap pintu kamarnya yang sudah tertutup rapat. Dia kemudian menoleh dan memandangi kasurnya yang berantakan akibat aktivitasnya bersama Shouki tadi. Dia menelan ludahnya, ekspresinya kemudian tak dapat dijelaskan.

Berada di dekat dan berinteraksi dengan orang yang jarang berekspresi seperti Shouki membuat dirinya sedikit kesulitan untuk memahami orang itu. Dia buka tipikal Werewolf yang dapat membaca pikiran seseorang. Dia juga bukan seseorang yang ahli dalam memahami perasaan orang lain. Padahal sebelumnya, Shouki terlihat baik-baik saja.

Dia tidak menunjukkan adanya kesan yang aneh pada sebelumnya, tapi setelah Katsuki berujar seperti tadi. Gaya bicara Shouki mendadak berubah.

"Apa dia marah? memangnya kenapa? bukankah apa yang aku katakan itu benar?" tanya Katsuki dengan penuh rasa penasaran di dalam benaknya.

Katsuki berkacak pinggang, dia menatap dirinya yang hanya memakai celana pendek itu terdiam. Dia memikirkan tentang apa saja yang telah dia lakukan kepada Shouki.

"Mungkin aku terlalu dingin kepadanya? ah sudahlah, aku juga tidak peduli. Aku harus fokus kepada Eijiro. Aku tidak mau ada pemikiran-pemikiran lain yang membuat hubungan ku dengan Eijiro terganggu," ucap Katsuki.

Sepi.

Tidak ada yang bisa diajak berbicara. Mungkin ada Melia, dia memang bisa berbincang dengan Melia sepuasnya. Melia adalah teman yang dapat diajak mengobrol dalam waktu yang lama, karena Melia sendiri memang punya waktu yang banyak untuk hal itu.

Mucikari memang hanya mengawasi para pelacur yang menjadi bawahannya, setelah itu dia bisa menikmati uang hasil kerja dari bawahannya itu

Sangat-sangat diuntungkan.

Namun, baik itu Katsuki ataupun Melia takkan bisa menikmati hidup di apartemen yang layak dan mewah dengan biaya hidup yang cukup besar jika mereka dulu tidak bertemu.