Chapter 4 - Sudah biasa

"Ini tidak serumit yang kau kira. Aku memang butuh uang, hanya itu."

Melia menyipitkan matanya, ia bisa merasakan adanya kebohongan dalam perkataan teman dekatnya itu. Tapi bukan seperti orang-orang lain yang akan memaksa sahabatnya untuk mencurahkan masalahnya, Melia lebih memilih untuk diam dan memberikan kesempatan untuk Katsuki dalam menjaga rahasianya.

Menurut Melia, pastinya ada sesuatu yang memang tidak bisa dikatakan Katsuki. Hingga, lelaki itu tidak mau jujur kepada Melia sekarang ini.

Itu hal yang dpaat dimaklumi menurut Melia. Terlebih-lebih, Katsuki juga tidak pernah memaksa Melia untuk menceritakan masalahnya bila Melia memang tidak ingin memberitahukannya.

"Begitu rupanya, hm... atau sebenarnya kau hanya tidak mengincar uang dari Tuan Misaki. Melainkan...."

Melia mendekatkan wajahnya ke telinga Katsuki. Ia sangat bersemangat ketika hendak mengatakan sesuatu hal yang tengah ia pikirkan sekarang.

"Kau ingin kepuasan dari penis besar dan tubuh berotot milik Tuan Misaki."

Katsuki tersenyum miring. Dia menutup mulutnya smebari menahan tawa, kali ini perasaan senang di dalam hatinya benar-benar terpicu oleh candaan yang dibuat oleh Melia. Mereka benar-benar teman yang sangat menyenangkan dan serasi.

"Kau perlu menambahkan kalimat 'wajah yang tampan' di dalam ucapan mu itu," sahut Katsuki. "Aku benar-benar tidak sabar untuk dimasuki olehnya. Merasakan batang panjang miliknya menerobos masuk ke dalam tubuhku. Akhhh, aku akan merasakan kenikmatan luar biasa."

"Kau juga harus mengingat bahwa kau akan kesulitan saat ke toilet nanti setelah kau digagahi oleh Tuan Misaki. Kau terlalu bersemangat," ujar Melia. Dia suka sekali membuat wajah temannya itu jadi tersenyum masam.

"Tentunya itu adalah hal yang biasa untukku," balas Katsuki.

.

.

.

.

.

"Apa lagi yang kau tunggu? bukankah kau sudah mapan? kau juga tampan. Tidak ada alasan bagi dirimu untuk tidak memiliki seorang keturunan."

"Tidak bisa," sanggah Eijiro. Dia berdecak sebal tatkala seorang wanita sudah mengomeli dirinya sejak satu jam yang lalu.

"Apa yang tidak bisa?!" bentak wanita itu pada Eijiro.

Seisi ruangan seperti terkena hembusan angin yang cukup kencang. Kekuatan dari energi magis yang dimiliki oleh wanita itu cukup untuk membuat ruangan tersebut hancur saat itu juga, tapi nampaknya wanita itu masih berpikir untuk membuat suasana tetap kondusif, mengingat ia dan Eijiro sekarang masih berada di gedung perusahaan milik Eijiro.

"Aku tidak tertarik," balas Eijiro dengan singkat.

"Benarkah?" tanya wanita itu.

Wanita itu menunjukan reaksi skeptis terhadap pernyataan Eijiro itu. Dia memang bukan seorang peramal, dia juga tidak bisa membaca pikiran Eijiro karena Eijiro menghalanginya dengan kekuatannya.

Wanita itu menggebrak tangannya ke meja kerja Eijiro. Eijiro bersikap tak peduli, sibuk dengan lembaran-lembaran laporan perkembangan perusahaan miliknya.

Eijiro tidak sepenuhnya berbohong, namun tidak sepenuhnya jujur. Sebab, sekarang ia lebih tertarik untuk mengamati perkembangan sahamnya di bursa saham dunia. Sekarang dia sudah membeli 180 lot saham, dan 80 persen dari seluruh saham yang ia beli itu mengalami kenaikan pesat, walau sisanya tetap mengalami statistik yang datar. Itu wajar, dalam bisnis pasti ada hal seperti itu.

Sekarang ia lebih tertarik dengan hal seperti itu, ditambah ia berniat untuk membuka bis berupa bar mewah di tengah pusat kota besar. Contohnya saja adalah negara Okhlahoma, Las Vegas, dan Macau.

Walau dia sudah punya hotel di sana, namun bila belum memiliki bar maka rasanya kurang lengkap menurut Eijiro. Sudut pandang Eijiro dalam berbisnis memang sedikit unik, tapi sejauh ini dia terus mendapatkan keuntungan dan bisnisnya meroket.

Dan hal itu juga lah yang membuat Eijiro lupa akan sesuatu hal yang juga tak kalah penting untuk hidupnya.

Memiliki anak.

Dan sekarang, dia sudah didesak oleh kakaknya untuk segera memiliki anak dan juga berkeluarga. Walau pada dasarnya, Werewolf tidak terlalu memperhatikan ikatan asmara resmi seperti pernikahan. Asalkan sudah memiliki mate dan menghasilkan keturunan, itu sudah cukup.

Karena bila seorang Werewolf sudah menemukan mate nya, tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk mencari sosok lain dalam memuaskan nafsu mereka. Juga tidak ada lagi kata berpisah, selain maut yang memisahkan mereka. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa bila berpisah terlalu lama dari mate nya, maka Werewolf itu akan mati.

Sistem kehidupan di bumi saat ini memang sudah semakin kompleks. Substansi penghuni bumi sekarang tak hanya terdiri dari manusia, hewan, dan tumbuhan, melainkan serigala dan juga Vampire.

Ya, makhluk seperti mereka sudah menjadi penduduk bumi. Walau memang mereka sudah menempati dunia ini sedari dulu, namun eksistensi mereka sekarang sudah jauh lebih terekspos dan diterima pada saat sekarang ini.

Mereka juga mulai mengubah kebiasaan alamiah mereka. Yang dulunya memangsa manusia, kemudian beralih untuk memakan daging hewan saja. Meski kekuatan magis yang mereka punya masih melekat pada diri mereka dari generasi ke generasi, sebagai simbol bahwa mereka adalah makhluk yang berbeda dari manusia.

Simbol?

Ya, hanya sebatas itu. Perkelahian atau pertempuran diusahakan agar tidak bersinggungan langsung dengan dunia manusia. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga membuat keributan di tengah publik. Sebagian dari mereka lebih memusatkan fokus mereka dalam dunia kapitalis, bekerja, bahkan membangun perusahaan besar. Contohnya saja seperti Eijiro sekarang.

Kita sudah terlalu jauh dari pembahasan utama kita. Kembali ke Eijiro dan lawan bicaranya sekarang.

"Carla, kenapa kau begitu peduli denganku? oh tidak, biar aku koreksi kata-kata ku. Maksudku, kenapa kau menunjukkan sikap peduli padaku?" ucap Eijiro.

Nada bicara Eijiro terdengar menyinggung sekali, berinidkasi sindiran untuk wanita itu. Ya, sebut saja nama wanita itu adalah Carla.

"Eijiro, aku kakak mu. Wajar bila aku mengkhawatirkan dirimu. Tidakkah kau berpikir untuk menyempurnakan hidupmu dengan memiliki keluarga? maksudku, carilah pasangan hidup dan memiliki anak. Apa kau tidak merasa kesepian?"

Carla merubah ekspresinya, kini ia menatap Eijiro dengan tatapan yang menyiratkan perasaan sedih dan juga khawatir. Tatapan yang sendu, kemarahan yang tadi dia tunjukkan juga sudah berubah dengan nada bicara yang lebih lembut dan penuh iba.

"Aku tidak perlu perasaan khawatir darimu. Aku tidak perlu untuk kau cemaskan, aku tidak perlu rasa perhatianmu itu," tolak Eijiro. Dia orang yang cukup gamblang ketika menyatakan pendapatnya.

Eijiro menghembuskan nafas kasar. Dia sangat terganggu dengan kehadiran Carla di sana.

"Lebih baik kau mengurusi kehidupanmu sendiri. Aku punya urusan dan kau pun juga. Mau aku punya pasangan atau tidak, itu bukan urusanmu. Bukankah selama belasan tahun aku hidup, kau dan keluarga sialan itu tidak pernah mengurus aku? kenapa tiba-tiba kalian semua peduli padaku? Meskipun kalian peduli padaku, kalian juga tidak akan dapat sepeserpun uang dariku. Lebih baik menyerah saja. Atau... Frederick Company sebentar lagi akan bangkrut? kasihan sekali."

Carla mengepalkan tangannya dengan kuat, terlihat sekali kalau tangannya bergetar dan mengeluarkan darah karena tertusuk kukunya sendiri. Namun rasa sakit dan perih itu tertutupi oleh rasa kesalnya kepada Eijiro.

Rupanya Eijiro tidak semudah itu terbujuk dan terbawa suasana kekeluargaan yang ditawarkan oleh Carla. Padahal dalam rencananya, Carla yakin bahwa Eijiro akan tersentuh dan menerima usulan dari Carla.