Aku berpikir semua yang dikatakan Sinta itu memang benar, pasti dia akan dihina banyak orang, dicaci, dimaki dan banyak lagi omongan-omongan yang buruk terhadapnya. Kasihan dia, aku tak boleh egois dan memikirkan diriku sendiri.
Meski dalam hati aku tak setuju Alvin menikahi Sinta dulu, harusnya dia menceraikanku terlebih dahulu, baru Alvin nikahi dia.
Tapi aku sadar, kalau Sinta lebih membutuhkan Alvin, dia membutuhkan seorang bapak untuk anaknya nanti. Tetapi mungkin dalam hal ini Sinta akan menjadi maduku? Dan aku akan dipoligami oleh Alvin? Tidak-tidak, itu tidak boleh terjadi, aku nggak mau dimadu oleh suamiku. Berarti dalam hal ini Alvin memang sudah mempunyai siasat buruk terhadapku. Dia bermaksud akan mempoligami ku dan ingin menguasai seluruh hartaku, untuk keluarga barunya bersama Sinta serta anak nanti.
Mungkin kali ini mereka merencanakan sesuatu untuk diriku, tapi aku tak akan bisa diperdaya mereka semudah itu. aku tak akan membiarkan mereka untuk bisa melangkah lebih jauh lagi dengan cara membohongiku. Pasti perasaan mereka saat ini, mengatakan kalau aku sedang dalam tipu daya mereka. Mereka pikir aku itu adalah orang yang bodoh, tapi aku nggak sebodoh yang mereka pikirkan. Aku bukan lagi Rena yang dulu, yang bisa mereka bohongi selama bertahun-tahun lamanya. Kali ini tidak akan bisa Alvin, sinta. Aku tak mau hidup lebih hancur lagi dari yang sekarang. Gumamku dalam hati.
"Maaf, Alvin. Aku nggak bisa menerima syarat yang kau minta. Aku ingin bercerai terlebih dahulu denganmu. Aku ingin hidup terlepas dari beban kalian berdua. Aku ingin hidup lebih tenang lagi, tanpa memikirkan sesuatu hal yang dapat membuat ku gila setengah mati." Tolakku pada Alvin, yang saat itu sedang menatap ke arahku.
Terlihat dari keduanya mereka seperti kaget, matanya seketika membulat terpelongo. Entah mungkin karena tidak percaya aku akan menolak semua rencana mereka, atau apa. Yang jelas mereka kelihatan begitu tergagap. Mau bicara tapi bagaimana, tapi kalau bicara dan memaksa pasti akan membuatku semakin curiga. Mungkin itu yang sedang mereka dipikirkan dalam hati.
"Tidak, Alvin. Aku tidak akan menerimanya. Sekarang terserah kalian mau nikah atau nggaknya, yang penting saat ini aku akan tetap bercerai denganmu. Tanpa ada syarat-syarat atau apapun itu. Besok urusan kita akan cepat selesai." Ucapku tegas dan tanpa berpikir panjang aku pergi meninggalkan mereka berdua disana.
Tak tahu apa sedang mereka bicarakan sekarang ini di bawah, karena aku telah pergi meninggalkan mereka di bawah. Aku takut suasana hatiku akan terus semakin meledak-ledak. karena sudah mengetahui semua akal bulus mereka. Aku tak peduli mereka merencanakan apalagi, yang sekarang aku akan menghubungi pengacaraku yang saat ini sudah pulang dari luar negeri.
Ku hubungi pengacaraku, pak Bambang. aku menceritakan semua kronologi rumah tanggaku yang terjadi kemarin-kemarin dan yang sekarang ini baru saja terjadi. Hal ini akan justru lebih memberatkan lagi untuk Alvin. Ditambah dengan semua hal yang sudah dia lakukan bertahun-tahun lamanya.
***
Proses percerain kami berlangsung tiga bulan lamanya. Banyak hal yang harus kita taati terlebih dahulu sebelum kita melangsungkan perceraian. Belum lagi harus bolak-balik pengadilan untuk prosesnya dan banyak lagi semua yang dipersyaratkan oleh pihak pengadilan. Walau harus memakan proses yang cukup lama, Tapi seiring berjalannya waktu kami pun resmi bercerai. Sudah tidak ada ikatan suami dan istri lagi diantara aku dan Alvin.
Dan di pengadilan kemarin Alvin dipersilahkan untuk menikahi Sinta. Karena kasus kemarin Sinta juga terlibat didalamnya. Dia juga ikut membela Alvin di pengadilan waktu itu. Dan dijadikan tersangka sebagai orang ketiga dalam retaknya rumah tanggaku.
Kini hidupku resmi menjadi seorang janda, tanpa seorang suami yang kerjanya mainin perempuan saja. Mudah-mudahan kali ini aku hidup jauh lebih bahagia lagi. Hari-hari yang telah aku lewati setiap hari, dibikin sebahagia mungkin. Hubunganku dengan Fitri bekas simpanannya Alvin, kini baik-baik saja. Karena beliau sudah berubah menjadi wanita yang lebih baik lagi, dengan menggunakan kerudung sebagai mahkota kepalanya, subhanallah.
Hidupku mulai terasa lebih baik, tanpa memikirkan sesuatu hal yang menyangkut dengan masa laluku, antara aku, Alvin, Sinta dan Fitri. Kini aku sudah berubah menjadi Rena yang baru. Yang tidak akan mudah terpedaya lagi, seperti yang dulu.
Setelah beberapa minggu sesudah kasus perceraianku dengan Alvin sudah beres. Kini beralih ke sebuah pernikahan, Antara Alvin dan Sinta. yang akan segera melangsungkan pernikahan tepat di hari senin minggu ini. Dan mereka sengaja mengundangku di hari pernikahannya, karena katanya ingin mempunyai restu dariku sebelum melakukan janji suci pernikahannya.
Tak mungkin aku menolak undangan mereka, 'kan sekarang aku sudah memutuskan kalau aku akan menjaga hubungan silaturahmi dengan mereka, seperti hubungan saudara biasanya. Tak mengingat lagi waktu yang sudah ke belakang.
Hari ini, tepat di hari senin, tgl 12, bulan 1 ini, adalah hari pernikahan Alvin dan Sinta. Yang akan dilaksanakan di kediamannya, bersama Alvin dan keluarganya Sinta. Mereka memang tinggal satu rumah, dari sejak aku memutuskan akan bercerai dengannya.
Di pagi itu, kupanggil pak tarno dan mbok inah, untuk ikut serta menghadiri pernikahan Sinta dan Alvin. Mereka pun dengan senang hati ingin ikut kesana. Katanya, sekalian menyambangi keluarganya Sinta dan Alvin yang baru.
Pak tarno dengan sigap menyiapkan mobil yang akan kita tumpangi nanti, dan harus menunggu mbok inah yang dandannya lama. Hingga menjadi sebuah pertikaian antara suami istri itu, yang terdengar lucu di telingaku. Karena mereka memang mempunyai sifat dan perilaku yang humoris. Itulah yang aku suka pada gelagat mereka yang selalu berusaha menghiburku setiap hari. Yang terkesan lucu.
Ditengah perjalan kesana kami bertemu dengan pak Ariya dan ibu Diana. Mantan mertuaku yang sampai saat ini masih seperti ayah dan ibuku sendiri. Disana kami cukup lama berdiskusi dengan kriteria masing-masing, saling peluk, saling bercanda dan ngobrol-ngobrol kecil.
Dan kami baru teringat setelah pak tarno memanggilku dengan teriakannya. Kalau kita akan pergi ke kondangan. Kami pun berangkat bersama menuju kediaman Sinta dan Alvin. Setelah beberapa menit kemudian kami pun sampai di sana. Kami berhenti di tepi jalan raya dan memarkirkan kendaraan kami di sisi jalan. Selanjutnya kami berjalan kaki melewati gang yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua saja.
Melewati jalanan yang begitu becek dan kotor. Ya tuhan, mungkin Sinta setiap harinya menjalani hidup di daerah seperti ini, sungguh kasihan dia. Dia bisa bertahan di tempat seperti ini, mungkin dia sudah paham dan peka akan hidupnya yang sekarang ini. Dibanding saat masih tinggal bersamaku, dulu. Tapi tak papa, mungkin ini adalah jalan hidup kita masing-masing. Yang tak membuat kami hidup bersama lagi. Tapi mengingat lagi sama yang diatas, mengenai semua hal yang telah terjadi, memang sudah tercantum. Di Balik semua rencananya, sudah pasti ada hikmahnya.