Chereads / Cinta Noda Hitam / Chapter 26 - Di pertemukan dalam kabar duka

Chapter 26 - Di pertemukan dalam kabar duka

Tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, antara baik dan buruknya. Semuanya hanya kuserahkan kepada yang maha esa.

Terdengar suara kokokan ayam yang seketika membangunkanku. Dengan mata yang masih merem melek, melihat matahari yang sudah bersinar yang membuatku sedikit silau. Dengan keadaan selimut yang masih menempel lekat pada tubuhku, perlahan terpaksa kulepas, karena hari sudah pagi. Aku harus pergi kekantor. 

Ku berjalan menuju kamar mandi, lunglai kesana kemari seperti orang yang mabuk. Karena masih mengantuk. Lutut dan tubuhku terasa berat sekali, mungkin karena semalaman tak tidur. 

Setelah selesai mandi, kulihat jam yang terletak di dinding kamarku, ternyata sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh. Kulihat handphone yang berada di atas nakas. banyak sekali  panggilan yang tak terjawab dari Rany, Astaga aku kesiangan. Dengan tergesa-gesa aku memakai baju dan berdandan secepat mungkin. 

Sembari keluar dari dalam kamar, aku berteriak memanggil pak tarno. Untuk segera menyiapkan mobil dan mengantarkanku.

"Pak, pak tarno. Tolong siapkan mobil, saya akan berangkat sekarang,"  ku berjalan menuruni anak tangga.

"Non, mau kemana. makan dulu," ucap mbok inah menghampiriku.

"Nggak mbok, saya nggak lapar. Nanti saya makan di kantor saja." Sembari terburu-buru pergi keluar.

Terlihat diluar pak tarno sedang mengelap-ngelap mobil. Ternyata dari tadi pagi ia sudah bersiap diri dan menungguku.

"Pagi non," sapanya sambil menundukan kepalanya sedikit.

"Pagi pak, pak tarno dari tadi sudah nungguin saya?" Tanyaku menghampirinya.

"Iya, nggak papa kok, non,"  sembari membukakan pintu mobil.

"Maaf ya, pak. Tadi saya kesiangan, pak tarno jadi nunggu lama," sambil masuk kedalam mobil.

"Nggak papa, kok non," sembari mengulas senyum.

Setelah beberapa menit, aku sampai di sana. Dengan buru-buru aku masuk kedalam. Tapi anehnya, tak terlihat satu orang pun yang berada di dalam kantor. Kulihat kesana kemari untuk memastikan apakah ada orang, tapi benar-benar tak ada orang sama sekali. Apa mungkin ini hari libur, tapi kan ini hari rabu, bukan hari minggu. Kalaukan libur seharusnya aku yang lebih tahu duluan. Rasa bingung dan penasaran datang menghampiriku. Tapi ku mencoba berpikir positif, mungkin mereka belum datang. 

Aku merasa lelah dan capek, dengan  berjalan menuju ruangan ku di sebelah sana. Kupegang gagang pintu dan dengan pelan kubuka pintu tersebut. 

Plettak ..! Plettak ..! Plettak ..! 

Terdengar suara petasan dari dalam ruangan. Aku terkejut dan langsung diam sambil terpelongo. Terlihat semua staf kantor berada di dalam ruangan tersebut, mereka bertepuk tangan sambil mengucapkan selamat padaku. Berteriak sambil bernyanyi.,

Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday,  happy birthday, happy birthday, Rena.

Ya ampun, aku sampai lupa. Kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Mereka sudah menyiapkannya dari pagi-pagi sekali. Mereka sengaja masuk kantor cepat, hanya untuk menyiapkan surprise untukku. Terutama pak Ariya dan Rany yang sudah merencanakan ini  semua. Mereka begitu sangat menyayangiku. Tidak hanya mereka semua yang ada disini, tetapi kehadiran Ibu Diana disini membuatku semakin bahagia. Terasa lengkap sudah keluargaku ini. Semoga kedepannya bisa terus seperti ini. Menjalin hubungan baik terhadap sesama terutama dengan pak Ariya dan Bu Diana yang sudah menganggapku sebagai putri kandungnya sendiri. 

Setelah kami selesai potong kue, pak Ariya selaku pemilik perusahaan menyuruh semua staf kantor untuk berlibur hari ini. Dan menyuruh mereka semua untuk pulang, menemui keluarganya. Anggap saja ini sebagai bonus untuk libur satu hari penuh.

Pak Ariya dan Bu Diana mengajakku dinner di sebuah cafe ternama di kota ini. Aku turuti saja kemauan mereka, yang penting kami semua berbahagia. Ternyata mereka membawaku ke sebuah cafe yang  kemarin aku datangi untuk meeting bersama dengan klien. 

Mereka memesan berbagai makanan dan minuman yang begitu banyak dan elegan. Sehingga harus banyak pelayan yang mengantarkannya. Saat kita mengobrol sambil tertawa-tawa kecil, terlihat salah satu pelayan yang sedang mengantar makanan ke meja orang lain di sebelah sana. Wajahnya sangat mirip sekali dengan Sinta. Ku melihatnya dengan jelas, bahwa itu benar-benar Sinta. Ingin rasanya aku menemuinya, tapi bagaimana dengan pak Ariya dan Bu Diana, mereka kan sangat membenci Sinta. Aku terdiam sebentar. Hingga suara merdeka menyadarkanku.

"Kamu kenapa, sayang," tanya Bu Diana sambil melirik ke arahku.

"Oh, nggak papa kok, Bu," dengan segera aku memalingkan wajah kepadanya.

Aku bersikap seolah-olah tidak ada apapun, aku takut mereka melihat kearah yang aku lihat tadi, dan melihat Sinta disana. Dengan segera aku mengajak mereka berbincang untuk mengalihkan perhatiannya. Ketika mereka sedang keasyikan mengobrol, kulihat dengan sisi mataku, ternyata Sinta sudah tidak ada.

Aman-aman. Ucapku dalam hati, seraya mengelus pelan dadaku.

Hari ini mungkin aku tak bisa bertemu langsung dengan Sinta, tapi besok atau lusa, aku akan mencari dan menemui nya. Kalau itu memang benar Sinta, apa dia tak mengenaliku? Apa mungkin dia tak melihatku? Atau dia sengaja menghindar dariku? Ah, entahlah. semoga saja kapanpun dan dimanapun kita akan bertemu.

Setelah semua makan yang dipesan oleh mereka selesai hidangkan, kami pun segera memakannya. 

Lumayan cukup lama kami menghabiskan waktu disana. Hingga waktu tak terasa sudah hampir sore. Kami Pun bergegas untuk pergi dari sini.

"Mah, pah. Sudah hampir sore, nih. Kita pulang, yuk. Nanti keburu hujan," ajakku pada mereka.

"Oh, iya benar pah. Ini sudah sore, nanti kita kehujanan," seru Bu Diana pada suaminya.

Pak Ariya pun menganggukkan kepalanya, tanda ia telah setuju dengan pendapat aku dan istrinya. 

Sembari berjalan keluar, aku sempat melihat-lihat sekeliling cafe tersebut. Untuk memastikan, apakah ada perempuan mirip Sinta itu lagi, disini. Tapi tak kulihat dirinya lagi disana.

Sudahlah, sekarang aku harus pulang. Besok-besok sajalah aku mencarinya kembali. Untuk saat ini aku harus segera pulang, karena kepalaku sedikit pusing dan badanku tak terasa begitu vit. Mungkin karena epek tak tidur dari semalaman.

"Mampir dulu, mah, pah."sembari keluar dari dalam mobil.

"Tidak sayang, lain kali saja mama dan papa mampirnya, soalnya cuaca hari ini kelihatan mendung, takut diperjalan hujan besar," jawab mereka ssmbil beriamitan.

"Ya sudah, mah. Daaah!" Sahutku dari luar.

Setelah di antar sampai rumah. mereka  lansung pamit pulang, tanpa mampir kerumahku terlebih dahulu. memang cuaca sore ini agak mendung, Pantesan saja mereka takut kehujanan mungkin karena takut jalanan menjadi licin. 

Dan benar saja setelah sampai di rumah, hujan pun mulai turun, membasahi jakarta yang penuh dengan polusi. Seketika diguyur hujan lebat dengan sauran petir yang berkolebatan seperti aliran listrik. Dunia yang tadinya sangat cerah, berubah menjadi gelap menyelimuti bumi pertiwi ini.

Membuat hatiku seketika bergemuruh me jadi teramat gelisah. Ada apa ini!