Chapter 24 - ALASAN

Alleta terlihat terkejut saat menyadari ternyata Rendra juga sedang berada di restoran yang sama. Awalnya wanita itu ingin menyapa, tetapi dia meurungkan niat itu saat melihat wanita di depannya menghampiri Rendra. Dan lagi, rekan kerja Aleeta rupanya sudah tiba lebih dulu. Dia pun segera menghampiri rekannya saat lelaki itu melambaikan tangan.

Aleeta segera duduk seteh menjabat tangan lelaki itu. Dia duduk di belakang meja Rendra yang terhalang oleh dua meja lainnya.

"Siapa wanita itu?" Kini pikiran Aleeta mulai tidak fokus.

"Aleeta, aku sudah pesankan kamu makan. Menu kesukaanmu masih sama seperti dulu, bukan?" Pertanyaan dari lelaki itu mengembalikan fokus Aleeta.

Aleeta tersenyum menanggapi ucapan lelaki itu. "Terima kasih, Dimas."

Dimas adalah teman lama Aleeta semasa kuliah dulu. Pria itu memang memiliki rasa kepada Aleeta, dan lelaki itu sempat mengutarakan rasa cintanya itu. Namun, dengan halus Aleeta menolak cinta Dimas, tetapi itu tidak membuat pertemanan mereka berakhir. Mereka masih berteman baik sampai masa akhir kuliah dan Dimas memutuskan untuk melanjutkan studinya ke luar negri. Hingga mereka dipertemukan kembali dalam sebuah kerja sama antara perusahaan Aleeta dan Dimas.

"Aku tidak menyangka ternyata rekan kerja aku adalah kamu. Lebih tepatnya aku senang sekali." Dimas memulai obrolan kembali.

"Aku juga tidak menyangka. Aku pikir kamu akan menetap di luar negeri, secara perusahaan keluargamu ada di sana," balas Aleeta.

Dimas terkekeh. "Aku selalu merindukan Indonesia, Aleeta." Dimas menatap wanita di depannya. Wanita yang dulu sangat dia cintai, bahkan sampai saat ini. Wanita yang selalu membuatnya kagum.

Mereka berbincang sampai seorang pelayan membawakan pesaan mereka. Namun, mata Aleeta masih belum bisa teralihkan dari meja di depan sana. Tatapannya bertemu dengan Rendra. Entah kebetulan atau tidak, posisi duduknya saling berhadapan dengan Rendra. Cukup senang karena bisa melihat interaksi kedua manusia di sana. Walaupun tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, tetapi setidaknya dia bisa melihat dari gerak dan gestur tubuh mereka.

Usai menyantap makan malam, Aleeta kembali berbincang dengan Dimas. Mereka saling berbagi cerita setelah beberapa tahun tidak bertemu. Dimas tidak menyinggung soal apakah Aleeta sudah mempunyai pasangan atau belum. Pria itu hanya ingin menikmati pertemuannya dengan teman lamanya itu kali ini. Toh, cepat atau lambat dia akan tahu status wanita itu saat ini, karena setelah ini, mereka pasti akan lebih sering berkomunikasi atau bahkan bertemu.

Aleeta yang terbawa suasana karena perbincangan dengan dimas tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang sedari tadi mengawasinya.

"Siapa lelaki itu? Kenapa mereka terlihat begitu akrab. Aku belum pernah melihat Aleeta tertawa seperti itu saat bersamaku." Rendara menatap tajam Aleeta yang tengah berbincang degan lelaki lain dan sesekali wanita itu tertawa.

"Ah, Sial! Aku tidak bisa mendengarkan obrolan mereka." Rendra kembali membatin.

Hingga sebuah panggilan dari wanita di depannya menyadarkan ia. Namun, karena terkejut, tanpa sengaja Rendara menyenggol gelas minuman miliknya dan membuat isinya tumpah mengenai pakaian teman kencannya itu.

"Astaga, Maafkan aku, Mona." Refleks Rendra berdiri dan menghampiri wanita itu mencoba untuk membantu wanita itu. Mona yang kaget dan langsung berdiri membuat dia hampir terjatuh karena hilang keseimbangan. Dengan sigap Rendra menahan tubuh wanita itu agar tidak sampai terjatuh.

"Terima kasih, Redra. Aku permisi ke toilet sebentar." Mona berlalu meninggalkan Rendra. Lelaki itu kembali duduk dan baru menyadari jika Aleeta tengah menatapnya. Bukannya membalas dengan senyuman, Rendra justru memalingkan pandangannya pada ponsel di atas meja. Meraih benda itu dan memainkannya.

Sementara itu Dimas sedikit heran saat melihat ekspresi Aleeta yang berubah tiba-tiba. Wajah Aleeta tampak kesal.

"Aleeta, kamu baik-baik saja?" Dimas tampak cemas.

"Ya, Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah saja." Aleeta mencoba tersenyum pada temannya itu.

Entah kenapa tiba-tiba Aleeta merasa tidak suka saat Rendra menyentuh wanita lain. Aleeta merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. Tiba-tiba saja ia ingin membalas perbuatan Rendra.

"Dimas, kamu ini minum saja seperti anak kecil." Aleeta menyodorkan tisu di depan wajah Dimas, tetapi tidak sampai menyentuh wajah lelaki itu. Dimas pun segera meraih tisu yang di sodorkn Aleeta. Namun, jika dilihat dari tempat Rendara berdiri, seolah Aleeta tengah menyentuh wajah lelaki itu, dan lelaki itu balas menyentuh tangan Aleeta.

Renda semakin geram melihat tingkah Aleeta. Ia sudah tidak bisa menahan diri. Bahkan, ia mengabaikan Mona yang sudah kembali duduk di depannya.

"Rendra, kamu mau ke mana?" tanya Mona, ketika melihat Rendara berdiri, merapikan jas yang ia kenakan.

"Sepertinya kencan kita cukup sampai di sini, Mona. Aku harus menemui kekasihku." Rendra beranjak meninggalkan Mona yang sedang mencerna kalimat lelaki itu.

"Kekasih?" lirik Mona. Matanya mengikuti langkah Rendara. Lelaki itu menghampiri seorang wanita yang sedang duduk di meja belakang mereka. Mona tidak menyangka, jika wanita yang tadi masuk bersamanya ke restoran ini adalah kekasih Rendra. Tentu saja dia sangat kecewa mengetahui kenyataan itu

"Hai, Sayang. Apakah kamu sudah selesai?" Rendra tiba-tiba saja duduk di kursi samping Aleeta. Ia bahkan menggeser kursi itu agar lebih dekat dengan Aleeta dan merangkul pundak wanita itu.

Dimas terkejut dengan kedatangan Rendra, apalagi dengan panggilan lelaki itu pada Aleeta.

"Sayang?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari Dimas dengan keran.

"Oh, Maaf. Saya belum memperkenalkan diri. Kenalkan, saya Ryan, kekasih Aleeta." Rendara menyodorkan tangan ke arah Dimas. Ia memberikan penekanan pada kalimat terakhirnya.

"Saya Dimas, rekan kerja sekaligus teman dekat Aleeta semasa kuliah dulu." Dimas menyambut uluran tangan Rendara, ia tersenyum. Meskipun tak bisa dipungkiri ada rasa kecewa saat mengetahui jika Aleeta sudah mempunyai kekasih.

"Baiklah, Aleeta. Kalau begitu saya pamit dulu, sepertinya kekasih kamu sudah tidak sabar ingin mengantarmu pulang. Kita akan bahas pekerjaan pada kesempatan lain." Aleeta menyambut uluran tangan Dimas dan menjabatnya. "Mungkin dikesempatan lain aku bisa mengantarmu pulang," sambung Dimas. Tentu saja ucapannya itu mendapat lirikan sinis dari Rendra.

"Tetima kasih, Dimas. Maaf karena malam ini kita tidak banyak membicarakan tentang kerja sama kita."

"It's Okay. Masih ada waktu dan kesempatan lain, bukan?" Dimas tersenyum manis pada Aleeta. Tentu saja Aleeta sengaja membalas senyum itu dengan tak kalah manisnya. Hal itu sengaja ia lakukan di hadapan Rendra.

"Baiklah. Kalau begitu aku duluan, ya." Dimas pun beranjak meninggalkan Aleeta.

Setelah kepergian Dimas, Aleeta menatap tajam Rendar. "Apa maksud Anda bicara seperti tadi, Pak Rendra?"

"Aku tidak suka kamu dekat dan seakrab itu dengan lelaki lain. Apalagi sampai tersenyum dan tertawa seperti tadi. Aku bisa gila melihatnya." Rendra menjawab dengan santai.

Aleeta menghembuskan napas. "Kamu tidak mempunyai hak."

"Tetapi aku mempunyai alasan yang cukup kuat," tegas Rendara.

"Alasan?" Aleeta menatap penuh selidik lelaki di depannya.

"Ya. Alasannya karena aku mencintaimu, Aleeta." Rendara menatap dalam mata Aleeta. Membuat wanita itu hanya bisa terdiam tanpa mampu memalingkan tatapannya.