Chereads / BEAUTIFUL DESTINY (BAHASA INDONESIA) / Chapter 23 - DIPEREBUTKAN

Chapter 23 - DIPEREBUTKAN

Malika masih menikmati raut kesal Rendra. Ah, sungguh pemandangan dan kesempatan yang langka. Dia berpikir untuk menggoda kakak sepupunya itu sekali lagi.

"Aku bisa meminjamkan Ryan kepadamu asal ...." Malika melirik geli ke arah Ryan, lalu ke arah Rendra.

"Asal apa?" tanya Rendra penasaran. Ryan pun ikut mencondongkan tubuhnya ke arah Malika mengikuti Rendra.

"Asal ... kalian berpura-pura menjadi sepasang kekasih," ucap Mika dengan wajah serius. Namun, membuat kedua pria yang berada di hadapannya saling menatap jijik, lalu memalingkan wajah.

Ryan berpura-pura muntah setelah mendengar hal itu, membuat Rendra merasa kesal melihatnya.

Rendra menepuk pundak Ryan dengan sedikit keras. "Memangnya aku enggak pantas jadi pacarmu? Di mana kau bisa mendapatkan pria tampan, baik hati, kaya raya, dan tidak sombong sepertiku, hah? Aku ini limited edition, loh," sergah Rendra tidak terima.

"Iya, aku tau kau ini spesies langka. Tapi, maksudnya kamu mau berpura-pura jadi 'jeruk makan jeruk?"

Sebuah jitakan mendarat sempurna di kepala Ryan. Ah, lagi-lagi selalu hanya dirinya yang dianiaya. Semua itu karena hukum kekuasaan.

"Hei, kenapa kau menyakiti pacarku?" teriak Malika tidak terima. Dia kemudian balas menjitak kepala Rendra, lalu mengusap sayang bekas jitakan di kepala kekasihnya.

"Ah, kenapa kau ikutan-ikutan, sih. Aku hanya kesal dengan ucapannya. Ini tidak adil, kalian mainnya keroyokan," protes Rendra tidak terima.

"Jadi bagaimana? Kau setuju atau tidak?" tanya Malika tanpa peduli ekspresi kesal di wajah kedua pria itu.

"Tidak! Bagaimana kalau hal itu sampai ke telinga ayahku? Aku takut beliau akan murka dan membawaku ke acara ruqyah massal." Rendra menggelengkan kepala kesal setelah membayangkan apa yang akan dilaluinya nanti.

"Baiklah. Ayo, Sayang." Malika beranjak menggandeng tangan Ryan.

Sigap Rendra mencekal tangan Malika dan berkata, "mau kemana? Ryan harus lembur bersamaku dan tidak ada waktu bermain denganmu."

"Tapi–"

"Tidak ada tapi, yang ada hanya sebuah keharusan, titik." Rendra sengaja memberi penekanan pada akhir kalimatnya.

Malika mengentakkan tangannya dan sontak membuat tangan Rendra terlepas. Dia kembali menduduk diri seperti sedia kala. Ah, wanita itu kini memberenggutkan wajah dengan kesal memandang kakak iparnya. Pria yang sedang tersenyum dengan senang karena merasa telah menang.

Namun, Malika tidak akan menyerah semudah itu.jika dia tidak bisa menghabiskan waktu dengan Ryan, maka Rendra pun tidak boleh. Wanita itu menyeringai licik saat sebuah ide melintas di pikirannya.

Malika mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Jari-jarinya seolah-olah menari dengan lincah di atas layar, ketika sedang mengetik pesan singkat kepada seseorang.

Tidak lama kemudian dering ponsel Rendra mengalihkan perhatian pria itu. Nama ayahnya tertulis pada layar ponsel. Mungkin saja beliau ingin memastikan jika anaknya itu akan menghadiri pertemuan malam ini. Ya, Rendra bisa menjawab sesuai dengan yang dia mau. Urusan dia yang bertemu wanita itu atau bukan, toh ayahnya tidak akan pernah tahu.

"Halo, Dad," sapa Rendra dengan wajah santai.

"Kau tidak lupa janji temu yang sudah kuatur untukmu, 'kan?" tanya ayahnya dengan nada penuh selidik.

"Of course, Dad. Kau pikir aku sudah pikun?" Malika terkekeh mendengar hal itu, membuat Rendra menjadi kesal.

"Aku tau kau tidak pikun. Tapi kenapa aku dengar kau akan lembur dengan Ryan?"

Rendra langsung menoleh ke arah Malika, tetapi wanita itu justru membuang muka ke arah lain. Dia memberikan tatapan yang tajam dan menghunus kepada adik sepupunya itu. Ah, ini tidak adil.

"Itu ... setelah makan malam aku akan melanjutkan pekerjaanku dengan Ryan, Dad. Ya, benar begitu yang aku maksud." Rendra berusaha mencari alasan. Semoga saja ayahnya bisa menerima alasan itu.

"Are you sure?" James masih tidak percaya kepada anaknya.

"Of course, Dad."

"Realy?" Rendra mendengkus kesal karena ayahnya masih saja tidak mau percaya.

"Oh, come on, Dad. Lagipula kenapa kau sangat penasaran seperti itu, sih?"

Tentu saja karena uncle James punya informan terpercaya seperti aku, batin Malika tertawa di dalam hatinya.

Namun, meski begitu, Malika tetap berpura-pura sedang bermain ponsel dan melihat infotainment tentang para selebriti terkenal. Dia tentu tidak ingin ketahuan oleh kakak sepupunya. Meski mungkin saja pria itu telah curiga kepadanya sejak tadi.

Sepuluh menit berselang, akhirnya James percaya kepada Rendra dan menutup sambungan telepon itu. Butuh waktu dan perjuangan untuk meyakinkan pria paruh baya itu.

"Aku tahu kalau semua itu adalah perbuatanmu. Tapi, sayangnya Dad lebih percaya kepada anaknya yang paling tampan di dunia ini daripada kamu," Rendra menatap wajah Malika dengan tersenyum penuh kemenangan.

Malika berdecak kesal, lalu menarik tangan Ryan untuk pergi bersamanya. Namun, dengan sigap lagi-lagi mencekal tangannya.

"Sudah kubilang tinggalkan dia Malika. Kami akan lembur." Malika dan Rendra saling bertatapan.

"Sudah kubilang kami akan bekencan," kukuh Malika tidak ingin kalah.

"Ryan tidak bisa pergi tanpa izinku. Apalagi aku akan menaikkan jumlah bonusnya." Rendra tersenyum remeh. Bonus selalu menjadi kelahan Ryan karena ingin segera mempersunting adik sepupunya itu.

"Kalau begitu aku yang akan memberinya bonus." tantang Malika.

Ryan mengembuskan napas lemah. Dia lelah selalu berada di antara kedua saudara sepupu itu. Selalu bagai sebuah mainan yang menjadi rebutan keduanya. Pria itu mengentakkan tangan dengan cukup keras hingga melepaskan genggaman Malika dan Rendra.

"Kenapa kalian tidak bertanya tentang apa yang kuinginkan?" Ryan berlalu dengan raut wajah kesal. Langkahnya kian cepat dan lebar karena ingin segera meninggalkan tempat itu. Bonus mang selalu menjadi pilihan yang menggiurkan, tetapi dia muak selelu diperebutkan.

"Ini semua salahmu." Malika mengacungkan jari telunjuknya. "Sayang, tunggu!" teriaknya segera menyusul sang kekasih.

"Argh, shit!" umpat Rendra kesal. Jika Ryan pergi, itu artinya dia yang harus menghadiri janji makan malam itu. Padahal dia sudah menggunakan bonus sebagai iming-iming, tetapi entah kenapa kali ini rencananya bisa gagal.

Rendra melirik arloji yang setia melingkar di pergelangan tangannya. Ah, dia hanya punya waktu sepuluh menit lagi sebelum wanita yang dipilihkan oleh ayahnya akan datang.

Segera Rendra memberi perintah kepada pelayan untuk membersihkan mejanya. Lalu, memesan makanan dan minuman sesuai seleranya. Seperti biasa, dia tidak mau menanyakan keinginan wanita yang akan menjadi pasangan kencan butanya malam ini.

Hal itu bisa menjadi pisau bermata dua. Entah si wanita akan merasa Rendra adalah lelaki yang penuh perhatian atau tidak sopan karena tidak mau tau selera ataupun keinginan wanita tersebut.

Lima menit berselang seorang wanita tinggi semampai tersenyum ke arah Rendra. Wajahnya lumayan cantik dengan body seperti gitar spanyol. Bahkan, wanita itu memakai pakaian tertutup dan sopan.

Hm, sepertinya Dad memilih wanita yang berbeda kali ini, batin Rendra tersenyum senang.

Sepertinya malam ini akan sedikit lebih menyenangkan. Namun, sedetik kemudian Rendra berubah pikiran. Senyum di wajahnya pun menghilang dengan cepat tatkala melihat sosok yang berada tepat di belakang pasangannya malam ini.