"Tunggu sebentar, mbak!" teriakku pada petugas yang mendorong brankar tersebut. Mataku membulat sempurna ketika melihat sosok perempuan yang berada di atas brankar tersebut. "Astagfirullah," aku menutup mulut dengan kedua telapak tangan, seakan tak percaya dengan apa yang aku lihat saat ini.
"Maaf, Ibu! Pasien ini harus segera mendapat penanganan karena mengalami pendarahan yang hebat," ucap salah seorang petugas tersebut.
Para petugas itu bergegas mendorong brankar kembali. Aku masih shock seakan tak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat.
"Keyla, mengalami pendarahan? Ya Allah, semoga tidak terjadi sesuatu pada dia dan kandungannya," doaku disela kekhawatiranku.
Tiba-tiba ada seorang gadis muda menabrakku, membuyarkan lamunanku tentang, Keyla.
"Maaf, Ibu! Aku tak sengaja sudah menabrak anda," ucap gadis muda itu dengan nafas yang tersengal.
"Kelihatannya mbak buru-buru banget. Apa ada yang gawat?" tanyaku sambil memperhatikan gadis muda berambut lurus sebahu itu.
"Iya, Bu. Majikan saya mengalami pendarahan yang hebat. Saya takut, Bu. Karena saya baru saja bekerja di rumahnya. Saya sudah mencoba menghubungi nomer suami majikan saya, tapi tidak sekalipun diangkat." tutur gadis itu.
"Majikan kamu? Mengalami pendarahan? Siapa nama majikanmu, mbak?" tanyaku penasaran.
"Majikan saya bernama Ibu Keyla, dan suaminya bernama Bapak Reyhan, Bu." jawab gadis itu.
"Astagfirullah! Kenapa bisa barengan seperti ini?" lirihku.
"Ada apa, Keyla?" tanya Haris yang tiba-tiba muncul.
"Haris, Keyla mengalami pendarahan parah." jawabku. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Mas Reyhan mengalami kecelakaan dan Keyla sendiri mengalami pendarahan yang hebat. Ini sebagai cobaan atau teguran dari Allah. Hanya Dia Yang Maha Tau. Kita sebagai hambaNya tak boleh berburuk sangka. Kemudian Haris memegang pundakku, berusaha memberikan ketenangan.
"Iya, sudah, Mbak. Sekarang mbaknya pulang saja dulu. Biar semuanya aku yang urus. Kebetulan saya adalah teman dari Majikannya, Embak." ucapku kepada gadis itu.
"Betul dengan apa yang Ibu katakan? Kalau Ibu Keyla adalah temannya Ibu." tanya gadis itu menunjukkan wajah sedikit lega.
"Bukan hanya teman Ibu Keyla. Saya juga Teman Bapak Reyhan. Kamu jangan khawatir. Saya akan mengurus keduanya."
"Maksudnya, Ibu?" tanya gadis itu nampak bingung dengan penjelasanku. Aku pun menceritakan semuanya pada gadis muda itu. Kalau Mas Reyhan juga mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit ini.
Asisten rumah tangganya Mas Reyhan itu sedikit shock atas apa yang menimpa kedua Majikannya tersebut. Bukan hanya shock, tapi juga takut. Karena gadis itu baru saja datang siang tadi di rumah Mas Reyhan. Untuk bekerja di sana.
Setelah mendapat penjelasanku, gadis muda yang bernama Iva itu pun, akhirnya pulang ke rumah Mas Reyhan kembali.
Sudah lima belas menit, tapi Dokter yang memeriksa Mas Reyhan belum juga keluar dari ruangan dimana Mas Reyhan diperiksa. Membuat aku semakin khawatir. Baru saja aku dan Haris hendak duduk, tiba-tiba seorang Dokter dan para suster yang lain yang ikut membantu menangani Mas Reyhan, akhirnya keluar dari ruang IGD. Aku dan Haris bergegas mendekat.
"Bagaimana, Dok dengan pasien di dalam? Apa sudah siuman?" tanyaku pada Dokter itu.
Dokter tersebut menghela nafas panjang. Lalu memandang aku dan Haris bergantian, seakan ada sesuatu yang mengganggu dalam pernafasan Dokter tersebut.
"Maaf, sampai sekarang pasien belum siuman. Setelah kami melakukan beberapa pemeriksaan, kelihatannya pasien mengalami Patang tulang pada kakinya." jelas Dokter tersebut membuat aku semakin khawatir.
"Apa bisa dilakukan operasi, Dok?"
"Bisa. Tapi kami harus menunggu pasien siuman dan menunggu pasien pulih. Untuk bisa melakukan operasi." tutur Dokter berkepala plontos alias botak tersebut.
"Baik, Dok. Lakukan yang terbaik untuk Mas Reyhan." jawabku asal.
"Apakah Ibu istri dari Bapak Reyhan?" tanya Dokter itu kemudian. Membuat aku sedikit terkejut atas pertanyaan beliau.
"Maaf, Dok! Saya hanya teman dari Bapak Reyhan." jawabku lagi. Dokter tersebut hanya manggut-manggut mendengar jawabanku. Kemudian pergi meninggalkan ruangan ini.
"Keluarga Ibu Keyla?" terdengar suara Dokter perempuan yang muncul dari ruangan lain. Aku dan Haris pun bergegas mendekat ke arah suara tersebut.
"Iya, Dok! Kami adalah keluarga Ibu Keyla. Bagaimana keadaannya, Dok?" tanyaku tak sabar menunggu jawaban Dokter cantik tersebut.
"Maaf, Ibu! Pasien baik-baik saja. Namun, kami mohon maaf karena tidak bisa menyelamatkan bayi yang ada dalam kandungan Ibu Keyla." tutur Dokter cantik itu dengan wajah sendu karena tidak bisa menyelamatkan keduanya.
Aku yang mendengar penjelasan dari perempuan cantik yang bergelar Dokter tersebut, sangat terkejut. Apakah ini karma yang mereka dapat karena sudah berbuat dzalim padaku? Pikiranku menerka-nerka atas kejadian yang menimpa kedua pasangan suami istri itu, Mas Reyhan dan Keyla.
Tak berapa lama, para petugas yang lain pun keluar dari ruangan Keyla, untuk memindahkan Keyla ke ruang rawat. Terlihat Keyla sudah membuka mata, pertanda kalau ia sudah siuman. Saat mata kami bertemu, Keyla nampak terkejut melihatku dan Haris. Ada raut wajah kebencian dalam sorot matanya.
Bagaimana nanti aku menjelaskan pada Keyla pada saat seperti ini? Apakah aku akan menyembunyikannya dari, Keyla. Atas apa yang menimpa Mas Reyhan? Atau jujur saja. Tapi rasanya tidak tepat menceritakannya. Entahlah, aku jadi bingung dibuatnya. Kenapa juga kejadiannya di depanku. Kepalaku terasa pusing memikirkan ini.
Setelah menunggu para suster keluar dari ruangan Keyla, aku dan Haris segera membesuknya. Aku buka pintu ruang rawat Keyla perlahan. Mendengar pintu terbuka dan langkah kaki kami, Keyla pun menengok ke arahku dan Haris. Namun, segera ia memalingkan wajahnya. Seakan tak suka melihat kedatanganku dan Haris.
Aku dan Haris tetap berjalan mendekat kearahnya. Tetap saja Keyla tak mau melihat kedatanganku dan Haris. Kenapa sikap dia seperti ini? Seakan aku punya kesalahan besar padanya? Seharusnya aku kan yang membencinya? Tapi ini malah kebalikannya. Kan lucu bin aneh.
"Bagaimana keadaanmu, Keyla?" tanyaku meraih tangannya. Namun, ia menepisnya. Aku melirik ke arah Haris, ada senyuman sinis dari sudut bibirnya melihat tingkah Keyla. Seakan ia ingin marah padanya. Namun, ia tahan.
Keyla sama sekali tak menghiraukan aku. Ia tetap diam membisu tanpa menjawab pertanyaanku. "Keyla?" tanyaku lagi. Tapi ia pun tetap tidak menoleh ke arahku.
"Mau sampai kapan kamu membisu seperti itu, Keyla? Sampai kiamat?" celetuk Haris yang sudah geram dengan Keyla.
"Tolong, kalian pergi dari sini! Aku tidak sudi melihat kalian ada di sini." ucap Keyla tanpa menoleh ke arahku.
Kemudian Haris berjalan mengelilingi brankar, dan memberi aku kode untuk tetap berdiri di tempatku. "Sekarang kamu mau membuang wajah kamu itu kemana? Mau tengkurap? Agar tak melihat kami ada di sini?" Haris betul-betul geram dengan Keyla.
Terlihat dari wajah Keyla ada amarah yang sudah membakar hatinya. "Suster! Suster! Susteeeeer!" teriak Keyla tiba-tiba. Membuat mata kami terbelalak.
Tak berapa lama salah seorang suster masuk ke dalam ruangan ini. "Iya, Bu! Ada yang bisa saya bantu?" tanya suster ini.
"Tolong, Sus! Berikan pasien ini suntik penenang!" ucap Haris diluar dugaanku. Seketika mata Keyla melihat ke arah Haris. Ada kekesalan dalam dirinya dengan tingkah Haris. "Oh, akhirnya kamu melihat kedatangan kami juga, Keyla?" ucap Haris dengan senyum sinisnya.