Chereads / DINGINNYA SUAMIKU / Chapter 26 - BAB 26

Chapter 26 - BAB 26

Seperginya Pak Adit dari ruangan...

"Yes, Reyna! Kamu memang pembawa keberuntunganku." teriaknya yang langsung memelukku. Jelas saja membuatku terkejut. Haris bisa melakukan ini semua diluar dugaanku.

"Ehem-ehem! Ingat, ya! Ini kantor bukan hotel!" ucap Vina membuat Haris seketika melepas pelukannya.

"Kita akhirnya yang mendapat kontrak dengan Pak Adit dan tadi aku tidak sengaja kebablasan sudah memeluk Reyna," ucap Haris. Vina hanya meletakkan jari telunjuknya di jidat secara miring. Membuatku terkikik. Jadi, maksudnya Vina itu, Haris setres. Bisa saja itu Vina.

*******

POV REYHAN

Sudah sebulan ini aku hanya duduk saja di rumah karena kakiku yang mengalami patah tulang. Sementara untuk memimpin perusahaan aku percayakan pada istriku, Keyla.

Usia kandungan Keyla sudah memasuki empat bulan. Tapi kenapa dari isi tubuhnya tak menunjukkan kalau ia sedang mengandung. Ia pun sering pulang telat dari kantor. Sesibuk apakah pekerjaan di kantor sekarang? Padahal dulu aku tak sesibuk seperti, Keyla.

Jam sudah menunjukkan pukul 10:00 malam, tapi Keyla juga belum pulang dari kantor. Rasanya lelah menunggu ia pulang. Untuk mengurangi kejenuhan, aku pun menjalankan kursi rodaku keluar kamar. Untuk mencari angin di atas balkon. Karena kebetulan letak kamarku di lantai atas.

Terlihat dari atas, sebuah mobil memasuki halaman rumah. Pandanganku tertuju pada seorang perempuan yang turun dari mobil depan. Tak berapa lama ada seorang laki-laki yang juga turun dari mobil pengemudi.

"Keyla," lirihku sambil melihat jam tangan di lengan kiriku. "Lalu, siapa laki-laki yang mengantarnya pulang?" Ketika aku melihat seorang laki-laki yang berjalan mendekati, Keyla.

Terkejut dan bergemuruh dadaku tatkala aku melihat keduanya saling berpelukan dan saling mencium pipi kanan dan kiri.

"Ada hubungan apa Keyla dengan laki-laki itu?" batinku dengan hati yang bergemuruh menahan api yang mulai membara. "Seperti inikah, Keyla sering pulang terlambat?" pikiranku mulai traveling kemana-mana.

Aku perhatikan keduanya hingga laki-laki itu kembali dari rumahku. Adakah sesuatu yang disembunyikan Keyla di belakangku. Apa yang sudah ia sembunyikan dariku selama ini? Kalau sampai dia macam-macam di belakangku, maka tidak segan-segan aku akan menendangnya dari rumah ini.

Setelah aku lihat Keyla berjalan memasuki pintu utama, aku pun bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Tak berapa lama, Keyla masuk ke dalam kamar.

"Sayang, sejak kapan kamu pulang? Aku tidak mendengar suara mobilmu!" tanyaku sembari mengulas senyum pada sudut bibirku.

"I-iya, Mas! Aku baru saja pulang!" lirih Keyla sambil menggigit bibir bawahnya.

"Oh.... Dengan siapa kamu pulang, sayang?" cercaku.

"Em, tadi aku pulang naik taksi, Mas!" kilah Keyla.

"Oh, tadi aku kira kamu pulang bersama sekretaris baru kamu," tuturku mengangguk-angguk. Kemudian aku naik ke atas ranjang dengan menahan sejuta rasa kesal.

"Tidak, Mas. Dia malam ini tak bisa mengantarku. Dia ada urusan dengan keluarganya," tuturnya sambil melepas baju kerjanya.

"Baiklah, besok aku akan cari supir pribadi untukmu," ucapku sembari berbaring di atas tempat tidur.

"Tidak, Mas. Aku tidak mau supir pribadi," debatnya.

"Jangan bilang karena sudah ada seseorang yang menjadi supirmu ya, sayang!" celetukku membuat Keyla semakin gugup. Wajah putihnya seketika memerah seperti kepiting rebus.

"Bu-bukan begitu, Mas!" Keyla berdecak kesal. Aku masih dapat mendengar keluhnya.

"Baiklah, jika kamu tidak mau. Tapi aku akan tetap mencari supir. Lagi pula jika kamu kerja ke kantor, aku merasa jenuh di rumah. Jadi, nanti supir itu bisa mengantarkanku jalan-jalan. Tapi bila nanti kamu pergi ke luar kota, supir kita harus mengantarkanku," cetusku memberikan penekanan pada ujung kalimatku.

Keyla menghela nafas panjang dan melirikku. Ia terperangkap dalam situasi yang sulit.

"Terserah kamu, Mas! Aku mau tidur. Besok pagi ada meeting dengan Pak Adrian," sungutnya. Lalu, menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

*******

Aku masih berpura-pura seakan aku tak pernah melihat apa yang sudah dilakukan Keyla tadi malam. Aku meminta supir baruku yang bernama Jodi, untuk diantarkan ke rumah Bagus, orang kepercayaanku di kantor.

"Tuan, kita sudah sampai di kompleks perumahan Indah nomor 49," ucap Bagus.

"Tapi, kenapa rumahnya sepi sekali ya, Gus?" ucapku dengan mengedarkan pandanganku ke arah rumah yang memiliki model kekinian milik, Bagus. Rumah yang ditempati Bagus ini dulu adalah pemberianku sebagai investasi. Namun, nampak sebuah mobil terparkir di garasi rumah ini.

"Saya mau turun Jodi," pintaku pada Jodi.

"Baik Tuan!" Jodi yang sedari tadi memperhatikanku dari kaca spion mobil bergegas turun dan membantuku keluar dari mobil. Mendorong kursi rodaku menuju rumah ini.

Tok! Tok!

Jodi mengetuk daun pintu yang berbentuk kekinian, yang berada di perumahan elite ini. Sementara aku menunggu di belakang Jodi.

"Siapa?" seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit sawo matang keluar dari dalam rumah.

Deg!

Aku terkejut melihat sosok laki-laki yang keluar dari pintu rumah yang terbuka itu bukanlah Bagus.

"Selamat siang, maaf mengganggu waktunya," ucapku ramah.

Laki-laki yang berdiri di ambang pintu itu sedari tadi memperhatikanku dengan tatapan aneh.

"Iya, selamat siang!" jawabnya yang memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Maaf, apakah Pak Bagus ada?" tanyaku.

"Pak Bagus, Bagus siapa ya, Pak?" tanya laki-laki itu mengernyitkan dahi.

"Pak Bagus yang tinggal di rumah ini!" jawabku.

"Maaf, saya tidak mengenal Pak Bagus dan saya menyewa rumah ini sudah dua Minggu yang lalu," tutur laki-laki itu.

"Dari siapa ya, Pak?" tanyaku.

"Dari Ibu Keyla."

Wajahku sedikit menegang mendengar jawaban dari laki-laki ini. Beberapa kali aku menghela nafas panjang untuk meredam gemuruh yang ada di dalam dada.

"Baiklah, mungkin aku salah orang," tuturku tersenyum getir.

"Iya Pak!" jawab laki-laki yang ada di dalam pintu.

Sepanjang perjalanan aku hanya diam dan berpikir. Beberapa kali Jodi melirikku dari kaca spion yang berada di atas kemudi.

"Tuan, ini kita mau kemana lagi?" seloroh Jodi.

"Aku lapar, mampir ke rumah makan depan saja," jawabku.

"Baik, Tuan!" jawab Jodi mengangguk. Satu kakinya segera menginjak gas mobil serta melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Lima belas menit kemudian, mobil yang dikendarai Jodi akhirnya sampai di depan restoran cepat saji yang berada di ibu kota.

"Pilih bangku yang berada di sudut ruangan, Jodi! Aku malas bertemu dengan siapapun," pintaku.

"Baik, Tuan!" jawab Jodi. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan yang cukup besar ini.

"Ada, Tuan!" jawab Jodi. Aku mengangguk dan Jodi pun mendorong kursi rodaku menuju tempat yang ia maksud.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan datang menghampiri meja tempatku. Setelah memesan aku dan Jodi menunggu. Aku hanya diam berpikir sementara Jodi sibuk dengan ponselnya.

"Jodi, jika istri saya menanyakan sesuatu padamu, jangan pernah katakan kalau kita pergi ke rumah tadi," celetukku membuat Jodi tergeragap. Hampir saja membuat ponsel yang ada di tangan Jodi terjatuh.

"I-iya, Tuan!" jawab Jodi dengan terbata. Ia menatapku aneh. Namun, ia segera mengalihkan perhatiannya pada ponsel miliknya lagi.

Aku menelan ludah, sorot mataku tertuju pada seorang wanita yang berjalan bergandeng tangan dengan seorang laki-laki menuju meja yang tak jauh dari tempatku duduk.

"Keyla!" gumamku menahan gemuruh yang ada di dalam dada. "Dengan siapa ia?" aku memperhatikan dengan seksama kalau aku tidak sedang salah dalam penglihatan.