Chereads / DINGINNYA SUAMIKU / Chapter 28 - BAB 28

Chapter 28 - BAB 28

"Reyna! Aku ingin mengatakan sesuatu padamu," ucapnya lembut.

Deg

Apakah yang dikatakan Haris tadi di kantor itu akan menjadi kenyataan, kalau Mas Reyhan ingin rujuk?

Mas Reyhan menarik nafas panjang, lalu menatapku dalam. Sementara aku menarik tanganku, melepas genggaman tangannya.

Suasana menjadi hening ketika aku dan Mas Reyhan saling diam dan menatap. Tersirat dari wajahnya menunjukkan suatu beban, entah itu apa. Ada sebuah senyum dari wajahnya yang dipaksakan.

"Reyna, aku minta maaf!" ujarnya mencoba meraih tanganku kembali. Namun, aku menolaknya. Memberinya kode untuk jangan menyentuhku.

"Minta maaf untuk apa?" jawabku dengan membuang wajahku.

"Aku sudah bersalah besar padamu selama ini, sudah dengan sengaja menyakiti hati dan perasaanmu," ujarnya memasang wajah sendunya.

"Aku sudah memaafkanmu sejak saat itu, karena aku tidak mau menyakiti hatiku sendiri dengan menyimpan dendam kepadamu dan Keyla," ujarku mencoba menguatkan hati untuk tidak mengingat semuanya tentang luka yang pernah mereka torehkan.

"Reyna, terimakasih! Kamu sudah menyelamatkanku hari itu, dengan membawaku ke rumah sakit dan kamu dengan ikhlas sudah mendonorkan darahmu untukku, untuk seseorang yang sudah terlalu parah menyakitimu. Tapi kamu masih peduli untuk menolongku," ujarnya.

"Bukankah istri kamu yang sudah mendonorkan darahnya untukmu? Bukankah ia sudah mengakuinya di depan kamu, kalau istrimulah yang mendonorkan darahnya untukmu? Lalu, kenapa berterimakasih padaku," ucapku menatap tajam ke arahnya.

"Dokter sudah memberitahu aku semuanya, Reyna," lanjutnya.

Aku hanya tersenyum sinis mendengar pengakuannya. Bisa juga seorang Reyhan mengucap kata maaf. Tapi itu semua tidak mampu membuatku simpati lagi padanya. Aku menolongnya hanya berdasarkan rasa kemanusiaan saja. Bukan karena hal lain.

"Reyna, masih adakah sisa rasamu untukku?" tanyanya. Seketika mataku membulat mendengar pertanyaannya.

"Apa? Kamu jangan bertanya aneh-aneh. Bukan tipe aku mencintai milik orang lain. Apalagi milik sahabat sendiri. Dan tidak mungkin aku menyisakan rasaku untuk seseorang yang sudah dengan sengaja membuangku seperti sampah. Hari itu juga semua rasaku sudah hancur dan sirna," tegasku tanpa basa-basi.

Terlihat ia menunduk, ada gurat kesedihan yang tersirat dari wajah tampannya. Entah apa yang dirasakannya dalam pernikahan yang ia bangun di atas luka ini.

"Ibu Reyna, Pak Reyhan? Kalian ada di sini juga?" terdengar suara seorang perempuan yang menyebut namaku dan nama Mas Reyhan, seketika membuatku menoleh ke arah sumber suara tersebut.

Terlihat seorang perempuan yang berjalan mendekat ke arah meja, tempat kami duduk. Wajah seorang perempuan yang cukup ayu dan anggun yaitu Ibu Marwah salah seorang tetangga kami dulu, meski usianya sudah cukup umur tapi penampilan dan wajah yang ia miliki masih terlihat sangat muda.

"Ibu Marwah, apa kabar?" tanyaku sambil mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman dan mencium pipi kanan dan pipi kirinya. Ada senyum yang mengembang dari bibir Ibu Marwah saat bersalaman denganku. Namun, ketika berjabat tangan dengan Mas Reyhan, nampak ia memasang muka masam.

"Alhamdulillah kabarku baik, Bu Reyna! Oh iya, aku dengar kabar kalau Ibu Reyna sekarang sudah menjadi Direktur sebuah perusahaan milik Pak Haris, apa betul?" tanya Ibu Marwah sembari melirik ke arah Mas Reyhan. Sementara Mas Reyhan terlihat sangat terkejut mendengar pertanyaannya Bu Marwah.

"Alhamdulillah, Bu Marwah. Rejeki tak akan lari kemana," jawabku.

"Em, silahkan Bu Marwah, duduk bergabung dengan kita. Biar nanti aku dan Mas Reyhan tidak menimbulkan fitnah, jika berduaan," ucapku sembari menarik kursi yang berada di bawah meja.

"Terimakasih, Bu Reyna!" ucapnya sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi. "Bu Reyna sekarang terlihat semakin cantik saja, membuatku iri loh, betul-betul menjadi janda yang berkelas, sudah cantik, menjabat Direktur lagi," selorohnya membuat Mas Reyhan tersedak hingga batuk-batuk.

"Kenapa Pak Reyhan? Kelihatannya Bapak sangat terkejut mendengar perkataan saya? Ibu Reyna semakin sukses dan cantik setelah lepas dari Pak Reyhan. Betul-betul balas dendam yang luar biasa hebat," ucapnya panjang lebar seakan mengejek Mas Reyhan. Sementara aku memegang bahunya, memberinya kode untuk tidak meneruskan perkataannya yang memujiku yang menurutku terlalu berlebihan.

"Reyna, selamat ya! Untuk sebuah jabatan yang sudah kamu raih, semoga sukses!" ucap Mas Reyhan memberi selamat padaku.

"Oh iya Bu, aku juga belum mengucapkan selamat untuk Ibu. Selamat ya! Sudah menjadi seorang Direktur. Dan semoga cepat mendapat pengganti yang jauh lebih baik," ucapnya sembari menjabat tanganku dan melirik ke arah Mas Reyhan. Ia terlihat menunduk dengan wajah masamnya karena selalu dihantam ucapan oleh Bu Marwah. Memang Bu Marwah dari dahulu selain terlihat ayu, ia juga selalu ceplas-ceplos saat berbicara, entah dengan siapa saja. Terlebih dengan orang yang ia tidak suka. Dengan semangat ia akan memberinya ucapan-ucapan yang pedas.

"Terimakasih, Bu Marwah," jawabku dengan senyum yang merekah. Pada akhirnya Mas Reyhan mengetahui kalau aku sudah menjadi seorang Direktur.

"Em, maaf Bu Reyna! Aku pamit dulu ya! Takut nanti suamiku diembat sama sahabatku sendiri, jika aku meninggalkannya lama-lama," ucapnya sembari berdiri. Bu Marwah pun akhirnya meninggalkan kami. Namun, baru beberapa langkah, Bu Marwah kembali menoleh. "Oh iya, Bu Reyna! Jangan lupa buat mantan menyesal," selorohnya hingga beberapa pengunjung yang lainnya menoleh ke arahnya dan ke arahku. Aku hanya tersenyum dan mengangkat jempol tangan kananku. Menatap kepergiannya.

Seketika raut wajah Mas Reyhan menjadi kemerah-merahan seperti kepiting rebus. Sepertinya Perkataan Bu Marwah tadi mampu membuatnya merasakan rasa malu.

Beberapa saat kami saling kembali diam.

"Kalau sudah tak ada hal yang dibicarakan, aku pulang dulu," ucapku setelah meminum sedikit minuman yang sudah Mas Reyhan pesan untukku. Kemudian aku berdiri hendak meninggalkan cafe ini. Sementara Mas Reyhan hanya mengaduk-aduk minumannya, seolah tak mendengar perkataanku.

Setelah melangkah beberapa langkah dari tempatku berdiri, tiba-tiba tanganku ditarik oleh seseorang, hingga aku menghentikan langkahku. Aku menoleh ke belakang melihat siapa yang sudah menghentikan langkahku. Aku mengernyitkan dahi mendapati sosok Mas Reyhan yang kini menggenggam tanganku erat di hadapan semua orang dengan kursi rodanya.

"Biarkan, aku mengantarmu pulang," ucapnya membuatku melongo.

"Maaf, aku bawa mobil sendiri," tolakku sembari melepas tangannya yang masih memegangiku erat. Aku pun kembali melangkahkan kakiku menuju pintu keluar cafe ini tanpa menoleh ke belakang.

"Reyna! Tunggu Reyna!" terdengar suara Mas Reyhan kembali memanggilku. Namun, aku tak mempedulikannya dan terus melangkah.

"Aw!" terdengar suara pekikan dari Mas Reyhan. Aku menghentikan langkahku dan menoleh ke arahnya. Terlihat ia jatuh tersungkur dari kursi rodanya. Ada beberapa orang yang hendak membantunya bangun, aku pun mempercepat langkahku mendekatinya dan membantunya untuk duduk di kursi rodanya kembali. Sementara beberapa orang tadi kembali ke meja masing-masing.

"Terimakasih, Reyna!" ucapnya dengan sorot mata sayu. Sementara aku hanya mengangguk dan tersenyum.

"Reyna, mau kah kamu kembali padaku?" tanyanya tiba-tiba hingga mampu membuatku terkejut. Akankah aku menerimanya kembali? Lalu, mau dikemanakan istrinya yang sekarang?