Dennis dan Amara sedang berjalan berdua menuju ke kantin sekolah.
"Lo tahu nggak sih Mar, gue kadang kasihan loh sama Bryan."
"Kasihan kenapa?" tanya Amara heran.
"Iya kasihan aja. Kadang dia tuh kaya merasa kecapekan gitu sama kemampuan yang dia miliki sendiri. Dia bisa melihat masa depan orang lain, bisa menolong banyak orang. Tapi dia nggak bisa melihat masa depannya sendiri. Dia jadi nggak bisa tahu nasibnya nanti bakal gimana," kata Dennis dengan wajah yang serius.
Amara sempat terdiam mendengar cerita dari Dennis. Tetapi Amara merasa apa yang dikatakan oleh Dennis memang ada benarnya juga. Bryan memang sering menolong orang lain bahkan rela terlibat bahaya demi bisa membantu orang lain.
Di kantin,mereka melihat Bryan yang sedang duduk sendirian. Bryan tampak melihat sebuah kertas di tangannya. Kertas itu adalah brosur yang diberikan oleh Mr. Lee. Sepertinya tidak ada salahnya untuk Bryan mengikuti audisi itu. Meskipun ia sendiri tidak yakin bisa lolos audisi.
"Woy!" teriak Dennis sambil menepuk bahu Bryan dengan kencang. Bryan sampai melonjak kaget. Melihat ekspresi Bryan, Dennis malah tertawa terpingkal-pingkal.
"Makanya jangan melamun aja lo," katanya meledek.
Sementara Amara mengambil kertas brosur yang tadi masih ada di tangan Bryan. Amara membaca brosur itu.
"K-Star audition? Ini bukannya audisi yang cover lagu-lagu Korea kan?" tanya Amara sambil melirik ke arah Bryan. Bryan hanya mengangguk.
"Lo mau ikut audisi itu?" tanya Dennis menatap ke arah Bryan.
"Nggak tahu," sahut Bryan dengan wajah yang datar.
"Ikut aja! Siapa tahu lo bisa lolos," kata Amara penuh semangat. Dennis pun setuju dengan saran Amara. Tapi Bryan ingin kembali memikirkan hal ini lebih matang lagi.
Sedang asik berpikir tentang audisi itu, Bryan merasakan sesuatu yang aneh di kantin ini. Ia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari tadi. Bryan segera mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kantin. Dan benar saja, ia menangkap basah seorang laki-laki yang sedang melihat ke arah mereka. Bukan ke arah mereka, lebih tepatnya ke arah Amara. Laki-laki itu tampak gugup ketika Bryan melihatnya. Dia sedang mencuri pandang ke arah Amara.
Bryan kemudian menoleh lagi ke arah Amara yang sedang asik mengobrol dengan Dennis. Entah kenapa perasaan Bryan mengatakan kalau ada sesuatu buruk yang akan terjadi pada Amara.
Malam harinya Amara terlihat sedang berjalan kaki dari supermarket. Kebetulan ia harus belanja bulanan karena stok di rumah sudah habis. Jarak antara rumah dan supermarket juga tidak terlalu jauh.
Ketika sedang berjalan kaki, Amara merasa jalanan itu sangat sepi. Ia juga merasa seperti ada orang yang mengikutinya dari tadi. Amara menghentikan langkahnya sejenak. Kemudian ia menoleh ke belakang, tetapi tidak ada siapapun di sana. Amara kembali melangkah, tetapi ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya semakin dekat.
Amara merasa panik dan takut. Ia kemudian mempercepat langkah kakinya. Tanpa menoleh ke belakang lagi, Amara terus berjalan. Sampai tidak menyadari ia telah menabrak seseorang.
Ketika dilihatnya, ternyata orang itu adalah Bryan. Bryan tiba-tiba muncul di depannya. Entah dari arah mana ia datang.
"Lo nggak papa?" tanya Bryan dengan wajah yang panik. Amara akhirnya bisa bernafas lega sekarang, karena sudah ada Bryan di depannya.
Ia tidak perlu lagi takut dengan suara langkah kaki yang tadi terus mengikutinya.
"Nggak papa," jawab Amara dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Ya udah gue antar pulang ya," ucap Bryan sambil menggandeng tangan Amara dengan erat. Bryan sempat melihat ke sekitar Amara, tetapi ia tidak melihat orang lain di sana. Bryan kemudian memegang tangan Amara dengan erat dan seolah takut untuk melepaskannya lagi.
***
Keesokan harinya.
Amara sudah kembali ke sekolah. Ia berjalan menuju ke kelasnya sambil memainkan ponsel. Tiba-tiba ia menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah.
"Eh maaf..." kata pria itu. Untung saja ponsel Amara tidak terjatuh tadi.
"Nggak papa," sahut Amara sambil tersenyum.
Amara melihat pria itu dadi atas sampai bawah. Pria itu mengenakan sepatu hitam, rambut rapi, kacamata bulat, dan dengan baju seragam yang tertata rapi. Penampilannya sangat berlawanan dengan Bryan yang urakan.
"Ke... Kenalin... Namaku...Bayu. Nama kamu siapa?" tanya pria itu dengan suara yang gagap. Ia mengulurkan tangannya ke arah Amara. Dengan cepat Amara menyambut ukuran tangannya.
"Namaku Amara," kata Amara sambil tersenyum. Amara cukup aneh melihat Bayu. Ia memang sering melihat Bayu di sekolah ini. Hanya saja karena mereka tidak sekelas, Amara tidak begitu memperhatikan pria itu. Meskipun tidak saling mengenal, Amara sering melihat Bayu sendirian di kantin. Mungkin karena ia tidak memiliki teman di sekolah ini.
Selama pindah ke sekolah ini, Amara tidak pernah melihat ada tindakan bullying di sekolah ini. Tapi kenapa pria ini tidak punya teman? Padahal jika diperhatikan pria di depannya ini tidak begitu buruk. Hanya saja penampilannya yang sedikit katrok.
"Jangan sendirian lagi. Kalau butuh teman, gue bisa jadi teman lo," ucap Amara dengan ramah.
Dari kejauhan Bryan melihat Amara dan pria itu sedang berbincang. Bryan kembali mempunyai firasat buruk. Antara khawatir dan tidak suka. Khawatir karena sejak kemarin pria itu terus memperhatikan Amara.
Dan di sisi lain Bryan juga merasa tidak suka dengan keakraban mereka. Mungkinkah Bryan sedang nerasa cemburu sekarang?
Sepulang sekolah, Bryan langsung membanting tubuhnya ke atas sofa. Tubuhnya terasa sangat lelah setelah seharian ia berada di sekolah.
Namun Bryan merasa ada yang aneh. Ia tidak melihat sosok Bella di rumahnya. Biasanya bella selalu menyambut kedatangan Bryan.
Bryan kemudian bangkit dari sofa. Lalu ia melangkah menuju ke kamarnya untuk mencari keberadaan Bella.
Ternyata Bella ada di dalam lemari pakaian Bryan.
Bella tampak sedang bersembunyi di sana dengan wajah yang seperti ketakutan.
"Ngapain lo disitu?" tanya Bryan mengejutkan Bella.
Bella dengan cepat memberi isyarat kepada Bryan untuk diam. Ia menempelkan jari telunjuknya di bibirnya.
"Sstt! Jangan berisik! Aku sedang bersembunyi dari seseorang yang sudah membunuhku," katanya dengan suara pelan.
Bryan mengerutkan keningnya. Ternyata itu yang sudah membuat Bella jadi terlihat sangat ketakutan? Bryan menghela nafas panjang dan berusaha untuk membujuk Bella untuk keluar dari lemarinya.
Bella merasa takut jika ia melihat orang yang berwajah oriental. Karena dulu ia dan keluarganya dibunuh oleh orang-orang Jepang. Hingga sekarang, Bella selalu menganggap orang yang berwajah oriental itu adalah orang Jepang.
Sebenarnya Bryan sudah pernah memberi pengertian kepada Bella soal pola pikir Bella yang salah itu. Namun tetap saja makhluk itu tidak berubah. Ia tetap bersikeras dengan pola pikirnya yang salah kaprah.