Sore ini Amara datang ke makam adiknya. Ia sangat merindukan Karin. Setelah pulang dari makam adiknya, Amara berniat untuk kembali ke rumah.
Di tengah perjalanan ia kembali merasa ada seseorang yang sedang mengikuti langkahnya. Amara menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Namun tetap saja hasilnya nihil. Tidak ada satu orang pun di sana. Amara melanjutkan lagi langkahnya. Dengan hati yang was-was dan perasaan yang takut.
Sememtara Bryan tampak sedang mencari seseorang. Ia berkeliling menggunakan motornya sambil celingukan. Ternyata yang sedang ia cari adalah Amara.
Entah kenapa Bryan merasa akan ada sesuatu buruk yang terjadi pada Amara. Bryan sangat khawatir dengan gadis itu.
Berulang kali Bryan menghentikan motornya dan mencoba menghubungi Amara. Tapi tetap saja tidak ada jawaban dari Amara.
Bryan mencoba menenangkan dirinya, agar ia bisa berpikir dengan jernih. Ia memejamkan matanya mencoba menggunakan kemampuan yang ia miliki agar ia bisa tahu apa yang akan terjadi pada Amara.
Beberapa saat kemudian Bryan kembali membuka matanya. Matanya tampak marah dan emosi. Ia melihat Amara sedang dalam bahaya. Ada seseorang yang akan berniat jahat kepadanya.
Bryan kemudian mencari cara agar ia bisa membantu Amara. Ia tidak bisa bersikap gegabah. Sebab kali ini ia akan berurusan dengan orang yang sedikit tidak waras.
Bryan melihat Amara dibawa ke sebuah apartemen mewah di kota ini. Dengan kecepatan tinggi Bryan segera menuju ke sana. Tak peduli lagi ketika seorang sekuriti mencegah Bryan untuk masuk ke dalam apartemen. Ia terus menerobos masuk karena ia yakin Amara sedang dalam bahaya di sana.
***
Amara terbangun dari pingsannya. Ia mendapati dirinya sudah berada di dalam sebuah kamar. Tetapi bukan kamarnya sendiri. Amara ingin bangun dari tidurnya, tetapi tangan dan kakinya justru terikat.
Ia tidak bisa bergerak, bahkan mulutnya juga ditutup dengan lakban. Amara tidak bisa berteriak dan melarikan diri dari sana.
Dengan sekuat tenaga Amara mencoba melepaskan tali yang mengikat kedua tangannya itu. Namun tetap saja tidak bisa berhasil.
Kemudian pintu kamar itu terbuka. Ada seseorang yang masuk ke sana sambil membawakan sebuah nampan berisi makanan dan minuman.
"Bayu..." kata Amara di dalam hati dengan mata yang melotot.
Laki-laki yang ia temui di sekolahnya itu telah membawa Amara ke apartemen ini. Penampilannya sangat berbeda dengan apa yang Amara lihat di sekolah.
"Halo Amara sayang..." kata Bayu sambil membuka lakban yang menempel di mulut Amara.
"Lo mau culik gue? Ngapain lo bawa gue ke sini?" ucap Amara yang panik. Tangan dan kakinya masih terikat sehingga ia tidak bisa banyak bergerak.
"Bukan mau menculik sayang. Gue hanya ingin menghabiskan waktu berdua sama lo. Sekarang lo makan dulu ya," katanya sambil meletakkan nampan itu ke atas meja.
Amara hanya menggelengkan kepala. Apa yang sebenarnya diinginkan Bayu? Kenapa ia melakukan hal ini? Namun Amara berusaha untuk tetap tenang. Ia tidak ingin ceroboh dalam menghadapi Bayu.
Bryan melihat alarm darurat di sudut apartemen. Tanpa ragu ia segera memencet alarm itu dan seketika semua orang berhamburan keluar sambil berteriak 'kebakaran'
Bryan menyusup lari di antara orang yang ingin keluar.
"Tenang Amara, gue pasti akan menyelamatkan lo!" katanya sambil berlari menuju ke lantai atas dan mencari dimana Amara disekap.
Sayangnya Bryan tidak tahu persis dimana Amara berada sekarang. Apartemen ini memiliki banyak sekali lantai. Akan sangat lambat jika Bryan harus menyusuri lantai apartemen ini satu per satu.
Maka dengan suara yang nyaring, ia terus berteriak 'kebakaran'.
Hal ini bertujuan agar semua orang keluar dari kamar mereka masing-masing.
Mendengar suara orang panik dan alarm yang terus berbunyi, Bayu membawa Amara keluar dari kamarnya.
Amara yang merasa takut hanya bisa pasrah, karena ia tidak bisa dengan mudah melarikan diri. Tangannya terus digenggam oleh Bayu dan ia tidak memberikan Amara untuk kabur dari sisinya.
Ketika baru saja berlari keluar dari kamarnya, tiba-tiba saja Amara merasa tangan kanannya seperti ada yang menarik ke belakang. Amara akhirnya terlepas dari genggaman Bayu. Dan Bayu tidak menyadari jika Amara sudah tidak ada lagi di sampingnya.
"Bryan... Lo?"
"Udah nggak ada waktu lagi, ayo cepat kita lari dari sini!" katanya sambil menggandeng Amara dan segera keluar dari apartemen itu.
Bryan dan Amara terus berlari menyusuri koridor apartemen itu. Sementara Bayu yang sudah menyadari Amara tidak ada lagi di sisinya, sangat marah dan mencoba untuk mencari Amara.
Bayu melihat Amara tengah berlari bersama dengan Bryan. Wajahnya semakin memerah, pria itu tampak sangat marah.
Dan mencoba untuk mengejar mereka.
Ketika masuk di dalam lift, tiba-tiba lift itu mati dan suasana berubah jadi mencekam.
Amara yang ketakutan sampai harus memeluk tubuh Bryan.
Bryan mencoba tenang, ia tahu ini adalah ulah dari Bayu.
Bayu mengejar Bryan sambil membawa sebilah benda tajam untuk menyerangnya.
"Kalian nggak akan bisa melarikan diri dari gue!" ucap Bayu dengan nada suara yang marah.
"Mar, lo pegang pergelangan tangan gue dan jangan sampai lo lepasin ya!" kata Bryan sambil terus melindungi Amara.
Ketika lift kembali terbuka, Bayu sudah menghadang di depan lift dengan benda tajam di tangannya. Bryan menghalangi tubuh Amara dari benda tajam yang disodorkan oleh Bayu dan akhirnya tangan Bryan yang berdarah karena terkena benda tajam itu.
Amara sangat terkejut melihat kejadian ini. Ia juga menangis karena melihat Bryan yang terluka karenanya.
Bryan menahan tubuh Bayu yang terus menyerangnya. Ia juga mendorong tubuh Bayu sampai terjatuh. Kemudian Bryan menindih tubuh Bayu dengan sisa-sisa energi yang ia miliki.
Bryan harus segera melakukan sesuatu untuk menggerakkan pikiran Bayu. Bryan memejamkan matanya, mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
Tidak lama kemudian Bryan membuka kembali matanya dan mendapati Bayu sudah berteriak ketakutan.
Bayu terlihat sangat frutrasi. Wajahnya sangat ketakutan. Dan ia terus memberontak sambil berteriak.
Melihat ekspresi Bayu seperti itu, Amara jadi bingung dan sangat terkejut.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Bayu?
Bryan melepaskan tubuh Bayu. Ia sudah sangat banyak mengeluarkan kemampuannya, darah yang mengalir dari tangannya juga membuat Bryan semakin merasa lemas tak berdaya.
Bryan akhirnya jatuh pingsan, karena ia sudah banyak kehilangan darah dan tenaganya.
"Bryan..."
Amara yang panik mencoba membangunkan Bryan. Namun pria itu tetap tidak sadarkan diri.
Dengan cepat Amara meminta bantuan untuk membawa Bryan ke rumah sakit.
Amara sangat panik melihat Bryan yang masih belum sadar juga. Hingga mereka tiba di rumah sakit.
Dokter segera memberi penanganan pada tangan Bryan yang terluka. Ia juga segera diberikan oksigen agar bisa cepat sadarkan diri.
Amara duduk di samping ranjang Bryan. Memandang pria yang sudah banyak menolongnya itu.