Mengetahui gadis itu mengalami luka di bagian kepalanya, maka Bryan dengan sigap membawanya ke rumah sakit. Sementara pria yang diduga sebagai supir sang gadis itu telah dinyatakan meninggal dunia dalam kecelakaan mobil tersebut.
Bryan duduk di samping ranjang gadis malang itu. Ia masih setia menunggu gadis yang masih belum diketahui namanya itu. Gadis itu masih belum sadarkan diri setelah apa yang telah menimpa dirinya tadi.
Lagi-lagi Bryan harus menerima keberadaannya di rumah sakit. Tempat yang paling tidak ia sukai. Karena di tempat itu Bryan bisa melihat semua makhluk tak kasat mata berlalu lalang di hadapannya.
Namun beruntung kali ini makhluk tak kasat mata itu sepertinya sangat bersahabat. Mereka tak begitu mengganggu Bryan sehingga Bryan bisa lebih fokus menjaga si gadis malang itu.
Tak berselang lama gadis itu pun mulai membuka matanya perlahan. Ia mulai sadar dari pingsannya yang cukup lama.
Kemudian setelah membuka mata, ia mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan di rumah sakit itu. Termasuk ke arah Bryan yang masih duduk di sampingnya.
"Aku dimana?" tanyanya dengan suara yang sangat pelan.
"Kamu di rumah sakit. Kamu kecelakaan tadi. Supir kamu sudah meninggal dunia. Dan sebentar lagi orang tua kamu juga akan datang ke sini," jawab Bryan dengan tenang.
Gadis itu tampak mengerutkan keningnya ketika melihat wajah Bryan yang menurutnya tidak asing lagi.
"Kamu cowok yang waktu itu di bioskop kan?" tanyanya setelah kembali mengingat sosok Bryan.
Bryan hanya mengangguk sambil tersenyum. Mereka berbincang dengan sangat akrab. Padahal mereka juga baru saling mengenal.
Di waktu yang bersamaan, Amara juga datang ke rumah sakit. Tempat dimana Bryan membawa korban kecelakaan itu. Amara berniat untuk membawakan baju ganti agar Bryan bisa mengganti pakaiannya yang tadi basah.
Namun ketika Amara membuka pintu ruangan, ia melihat Bryan sedang mengobrol dengan begitu akrab.
Entah kenapa hati Amara terasa begitu sakit. Ia sangat tidak suka melihat Bryan mengobrol dengan gadis itu. Apalagi mereka terlihat begitu akrab.
Apakah Amara sedang merasa cemburu?
Merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya, Bryan menoleh ke arah pintu. Dan benar saja, ada Amara yang tadi ingin masuk tetapi kembali keluar karena merasa tidak enak.
"Amara..." kata Bryan pelan sambil bangkit dari tempat duduknya dan ingin mengejar Amara.
Ketika sampai di depan pintu, Bryan hampir menabrak sepasang suami istri yang akan masuk ke ruangan gadis itu.
Mereka adalah orang tua gadis yang mengalami kecelakaan mobil itu. Namun sepertinya Bryan tidak asing dengan wajah ayah gadis itu.
Iya, pria itu adalah Mr. Lee. Orang yang pernah menawarkan Bryan untuk mengikuti audisi.
"Ternyata dunia begitu sempit ya. Terimakasih banyak ya karena kamu telah menolong anak saya dan membawanya ke rumah sakit."
"Sama-sama," jawab Bryan sambil mengangguk.
"Kenapa kamu waktu itu tidak datang ke audisi?" tanya Mr. Lee dengan sangat ramah.
"Eh, iya. Saya ada urusan waktu itu," jawab Bryan mencoba mencari alasan agar Mr. Lee percaya.
Mr. Lee datang bersama dengan istrinya yang asli orang Indonesia. Wajahnya cantik dan putih bak seorang model.
"Oh iya kenalkan ini istri saya, namanya Moa." Mr. Lee dengan bangga memperkenalkan istrinya pada Bryan.
Bryan berjabat tangan dengan istri Mr. Lee. Namun entah kenapa Bryan merasakan ada hawa yang berbeda dengan wanita ini. Bryan merasakan ada aura negatif pada wanita yang sekarang sedang berdiri di hadapannya itu.
Padahal dari tadi ia berada di ruangan ini, ia sama sekali tidak merasakan hal ini. Padahal banyak makhluk tak kasat mata yang berlalu lalang di hadapan Bryan.
"Maaf saya harus permisi sekarang," ucap Bryan mencoba untuk menghindar dari sana.
Setelah Bryan keluar dari ruangan itu, ia mencoba untuk mencari Amara. Bryan yakin Amara masih ada di sekitar rumah sakit ini. Bryan berkeliling mencari keberadaan Amara.
Entah kenapa ia jadi merasa bersalah karena Amara telah salah paham. Amara melihat kedekatan Bryan dengan gadis itu, pasti sekarang Amara jadi berpikiran yang macam-macam tentangnya.
Setelah berkeliling hampir ke seluruh penjuru rumah sakit, akhirnya Bryan menemukan Amara sedang duduk termenung di taman belakang rumah sakit.
Ia duduk sendirian sambil memainkan kedua tangannya. Amara tampak gelisah dan banyak pikiran.
Bryan menghampiri dari arah belakang. Tangannya menepuk bahu Amara.
"Sudah jangan terlalu dipikirkan. Gue dan gadis itu tidak ada hubungan apa-apa kok."
Amara yang tadi melamun jadi terkejut dengan kedatangan Bryan yang tiba-tiba.
"Siapa yang lagi memikirkan hal itu?" ucap Amara memerah menahan malu. Kenapa Bryan bisa tahu dengan apa yang sedang ia pikirkan saat ini?
"Oh iya? Terus kenapa lo nggak jadi masuk tadi?" kata Bryan sambil tersenyum.
Meskipun senyuman Bryan begitu tipis, tapi sudah lebih cukup untuk Amara bisa menghapus sedikit luka di hatinya.
Senyum Bryan begitu tulus, rasanya semua sakit yang ada di hatinya bisa menghilang begitu cepat.
Dada Amara tiba-tiba jadi bergemuruh tak karuan. Ia sampai tak dapat lagi menjawab pertanyaan Bryan tadi.
"Ya udah kita jalan yuk!" kata Bryan sambil menarik tangan Amara.
Amara jadi semakin tertegun. Tidak biasanya Bryan mengajaknya jalan. Biasanya Bryan sangat sulit jika diajak jalan apalagi hanya berdua saja.
Sebelum Bryan mengajak Amara untuk jalan, ia mengganti pakaiannya yang basah terlebih dahulu.
Sekarang Bryan ingin mengajak Amara untuk pergi ke sebuah cafe. Ia juga ingin mengatakan hal yang sangat penting kepada Amara.
Mereka duduk di sebuah meja kecil. Saling berhadapan dan memandang satu sama lain. Entah kenapa jantung Bryan rasanya berdetak sangat kencang. Bahkan suara detak jantungnya bisa terdengar dari luar. Bryan tiba-tiba jadi merasa gugup ketika ia ingin sekali mengatakan sesuatu kepada Amara.
"Gue boleh bicara sesuatu sama lo?" tanya Bryan dengan wajah yang serius.
"Apa?" sahut Amara yang juga merasa gugup.
Bryan jadi semakin bingung, bagaimana caranya ia bisa mengungkapkan perasaannya itu kepada Amara? Apakah ini yang dinamakan dengan jatuh cinta? Seumur-umur Bryan baru kali ini merasakan hal ini.
Ingin sekali rasanya ia lari dan tidak ada di posisi sekarang. Namun sepertinya itu tidak mungkin, karena ia tidak akan bisa lari dari yang namanya cinta.
"Amara, gimana kalau sebenarnya gue suka sama lo?" ucap Bryan dengan pelan. Akhirnya ia memberanikan diri untuk mengucapkan hal itu.
Amara jadi kaget dan sempat tersedak. Ia bingung harus menjawab apa sekarang. Tapi di sisi lain ia juga jadi salah tingkah karena ucapan Bryan tadi membuat jantungnya dag dig dug tak karuan. Amara masih terdiam sambil memikirkan apa yang harus ia katakan kepada Bryan sekarang.