Melihat tindakan Jesica yang sudah mengalahkan ritual malam ini, Bryan jadi sangat kecewa. Meskipun sebelumnya ia sudah memprediksi hal ini akan kejadian. Tapi ia tidak menyangka kalau Jesica benar-benar melakukannya.
Amara yang melihat wajah Bryan penuh dengan rasa kecewa jadi merasa iba. Ia kemudian tersenyum ke arah Bryan lalu menggenggam erat tangan Bryan.
"Sudah, nggak apa-apa. Aku tahu kamu sudah melakukan yang terbaik," katanya untuk menumbuhkan kembali rasa semangat pada diri Bryan.
"Aku sudah bisa menebak kalau ini pasti akan terjadi," kata Bryan dengan suara lirih.
Jesica pergi begitu saja meninggalkan rumah paranormal. Bryan jadi semakin kecewa dengan sikap Jesica. Meskipun ia tahu bahwa Jesi melakukannya karena ia khawatir dengan kondisi ibu tirinya.
"Sekarang lebih baik kita pulang ya!" ucap Amara menggandeng tangan Bryan menuju ke motornya yang tadi diparkir di depan rumah Ki Joko.
Bryan memberikan helmnya kepada Amara. Namun Amara tampak kesulitan ketika akan mengunci helmnya. Sehingga Bryan dengan cepat mengambil alih dan membantu Amara untuk mengunci helm tersebut.
Tanpa mereka sadari, keduanya sekarang jadi saling dekat. Mata mereka saling beradu dan menatap satu sama lain. Bryan jadi salah tingkah dan terlihat sangat gugup.
"A... Ayo kita pulang!" kata Bryan mengalihkan tatapannya dan menutupi wajahnya yang sebenarnya sangat gugup.
Amara hanya tersenyum sambil naik di belakang Bryan. Kedua tangan Amara juga memeluk pinggang Bryan. Hal itu semakin membuat Bryan jadi gugup dan salah tingkah.
Keesokan harinya
Jesica terbangun dari tidurnya yang lelap tadi malam. Karena merasa haus, ia pun berjalan menuju ke dapur untuk mengambil segelas air putih.
Sesampainya di dapur, Jesica melihat ibu tirinya sedang berdiri sambil mengaduk segelas teh. Entah untuk siapa teh itu dibuat, tetapi Jesica melihat Moa baru saja menuangkan sesuatu ke dalam gelas tersebut. Kemudian ia kembali mengaduknya.
Jesica yang baru saja bangun tidur sampai mengucek kedua matanya. Ia merasa tidak yakin dengan apa yang baru saja ia lihat.
Tetapi apa yang ia lihat memang nyata. Moa baru saja menuangkan sesuatu ke dalam teh tersebut.
"Pagi Ibu..." sapa Jesica membuat Moa sedikit terkejut. Namun Moa berhasil menutupi rasa kagetnya di depan Jesi.
"Pagi sayang..."
"Ibu lagi ngapain?" tanya Jesi melirik ke arah gelas yang masih Moa aduk itu.
"Oh ini... Ibu lagi buatin teh hangat untuk ayah kamu. Kamu mau ibu buatin juga?" tanya Moa tersenyum.
Entah apa yang ada di dalam pikiran Jesi saat itu, tapi ia tiba-tiba jadi teringat dengan ucapan Bryan. Bryan mengatakan bahwa ibu tirinya ini sedang dalam pengaruh roh jahat. Apakah itu benar? Tapi semua itu sangatlah tidak masuk akal bagi Jesi.
"Nggak Bu," jawab Jesi sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah kalau begitu ibu mau ngantar teh ini dulu untuk ayah kamu ya," ucap Moa sambil melangkah menuju ke meja makan menemui suaminya.
Jesi yang masih ragu, sekarang jadi merasa curiga. Apa jangan-jangan apa yang dikatakan oleh Bryan memang benar? Apa Moa benar-benar akan membunuh keluarganya? Begitu kata-kata yang ada di dalam pikiran Jesi saat itu.
Setelah mengambil air minum, Jesi bersiap ke sekolah lalu ia segera menyusul Moa ke meja makan. Ia ingin menemui ayahnya yang sudah duduk sambil menunggu sarapan.
"Pagi Ayah..." sapa Jesi kepada ayahnya.
"Pagi sayang... Kamu sudah siap? Sarapan dulu!" kata Mr. Lee sambil menyimpan ponselnya ke dalam kantong jasnya.
"Ya Yah. Ayah sakit? Ayah nggak apa-apa?" tanya Jesi mengernyitkan keningnya ketika melihat wajah ayahnya sedikit tampak pucat dari biasanya.
"Ayah baik-baik saja," ucap Mr. Lee dengan yakin.
Jesica pun berangkat ke sekolah dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi ia masih merasa tidak yakin dengan apa yang dikatakan oleh Bryan kemarin tentang ibu tirinya. Tapi di sisi lain Jesi juga merasa curiga dengan gelagat aneh ibu tirinya tadi pagi.
Jesi tiba-tiba jadi merasa takut kalau ayahnya sedang dalam bahaya.
Sepulang sekolah, Jesi berniat untuk datang ke tempat cafe dimana Bryan bekerja.
Sesampainya di sana, Jesi segera menemui Bryan yang baru saja turun dari panggung.
"Ada apa?" tanya Bryan menatap ke arah Jesi dengan tatapan penuh rasa kecewa akibat kejadian kemarin.
"Aku ingin melakukannya," jawab Jesi dengan penuh keyakinan.
Seperti apa yang Bryan duga sebelumnya kalau Jesi pasti akan kembali padanya untuk melakukan ritual itu lagi.
"Jangan dipaksakan! Kalau memang lo belum siap untuk melakukan itu juga nggak masalah," ucap Bryan cuek.
"Tapi sekarang aku sudah yakin. Aku ingin tahu yang sebenarnya tentang ibu tiriku," kata Jesi dengan begitu yakin.
Setelah apa yang tadi pagi ia lihat di dapur, rasa penasaran itu jadi muncul. Jesi jadi merasa yakin dan mantap untuk kembali melanjutkan ritual yang kemarin sempat tertunda.
Sepulang dari cafe, Bryan kembali ke rumahnya dengan mengendarai sepeda motornya.
Namun di tengah jalan, motornya dihadang oleh sebuah mobil yang membuat motornya terpaksa berhenti.
Tak berselang lama seseorang keluar dari mobil itu dan langsung menemui Bryan.
Orang itu adalah Moa, ibu tiri Jesi.
Tatapan Moa sangat tajam dan sinis. Dengan kedua tangan menempel di depan dada, Moa menatap mata Bryan.
"Kamu kan yang sudah membuatku jadi kesakitan tadi malam?" tanya Moa dengan mata yang melotot.
"Akhirnya kita bertemu juga ya," sahut Bryan dengan santai. Bryan tahu siapa yang sekarang sedang dihadapinya. Yaitu roh jahat yang selama ini menguasai tubuh Moa.
"Keluarlah dari tubuh itu! Tidak seharusnya kamu ada di sana!" kata Bryan dengan yakin.
Tidak berselang lama tubuh Moa terjatuh ke aspal jalan. Roh jahat itu keluar dari tubuh Moa. Terlihat seorang pria berbadan besar dan hitam sekarang berdiri di depan Bryan.
"Pergi dari sini dan jangan pernah kembali masuk ke tubuh perempuan ini lagi!" ucap Bryan mengusirnya.
Aura roh jahat itu sangat kuat, ia merasa sangat marah karena Bryan telah mencoba mengganggunya.
Sekarang roh jahat itu sedang berusaha untuk masuk ke dalam tubuh Bryan. Dengan sekuat tenaga Bryan mencoba menolaknya, tetapi kekuatan Bryan tidak sebanding dengan kekuatan roh itu.
Bryan bahkan hampir kalah dan terus meronta kesakitan.
Ia juga berteriak sekencang-kencangnya tapi tidak ada satu orang pun yang dapat mendengarnya.
Seluruh tubuh Bryan sekarang merasa sakit. Bryan sudah berusaha untuk melepaskan diri dari roh jahat itu tetapi ia kesulitan. Sampai akhirnya tubuh Bryan terjatuh di aspal jalan dekat dengan tubuh Moa.
Tak berselang lama Bryan akhirnya dapat bangkit. Dengan susah payah ia mencoba berdiri lagi. Sambil tersenyum roh jahat itu berkata,"Aku sudah tidak membutuhkan perempuan itu lagi!" Namun roh jahat itu masih menempel pada tubuh Bryan.