Chereads / BRYAN ANAK INDIGO / Chapter 23 - Perubahan Bryan

Chapter 23 - Perubahan Bryan

Keesokan harinya Bryan kembali berangkat ke sekolah.

Hari ini penampilan Bryan sedikit tampak berbeda dari hari biasanya.

Biasanya Bryan selalu tampil urakan dan apa adanya. Hari ini ia lebih terlihat rapi ditambah dengan senyum ceria di bibirnya. Senyuman itu sangat jarang terlihat dadi wajah Bryan. Tetapi hari ini, Bryan justru datang ke sekolah dengan senyum lebar kepada seluruh siswa di sekolah itu.

Ketika masuk ke kelas, Amara dan Dennis yang sedang berbincang juga merasa heran dengan sikap Bryan yang tidak seperti biasanya.

"Hai gaes... Selamat pagi," sapa Bryan kepada semua teman di kelasnya dengan senyuman yang lain lebar. Wajahnya terlihat sumringah, senyumnya juga terlihat sangat lebar.

Namun perubaham sikap Bryan justru membuat Amara jadi merasa curiga.

"Halo sayang..." sapa Bryan sambil duduk di samping Amara.

"Kamu kenapa? Kok aneh hari ini?" kata Amara mengerutkan keningnya sambil menatap mata Bryan.

Biasanya Bryan tidak pernah melemparkan senyum seperti ini. Bahkan ia jarang sekali menyapa semua teman kelasnya.

Amara lebih suka dengan sikap Bryan yang dulu daripada hari ini. Amara jadi curiga kalau sesuatu telah terjadi pada kekasihnya itu.

"Lo kenapa sih ngelihatin gue sampai segitunya," kata Bryan kepada Dennis.

"E... Enggak kok. Lo agak beda aja hari ini," ucap Dennis sambil tersenyum kaku.

"Nggak papa dong gue sedikit berbeda. Karena setiap manusia itu perlu adanya sedikit perubahan untuk kehidupan yang lebih baik lagi. Iya nggak sayang?" jawab Bryan sambil menatap mata Amara.

Namun tatapan Bryan kali ini sangat berbeda. Biasanya tatapan matanya itu tajam dan sangat datar. Hari ini Bryan terlihat sangat berbinar-binar. Namun tatapan itu justru membuat Amara jadi tidak menyukai Bryan.

Sepulang sekolah Amara lebih memilih ikut dengan Dennis daripada harus diantar oleh Bryan. Bagi Amara, Bryan sangat aneh hari ini.

Ia sampai pusing memikirkan perubahan sikap Bryan hari ini.

Berulang kali Amara meminta pelipisnya yang terasa pusing.

Ia kemudian menoleh ke arah Dennis yang sedang fokus menyetir.

"Den, lo ngerasa nggak sih kalau Bryan hari ini aneh? Dia nggak seperti biasanya," ucap Amara penuh rasa curiga.

"Ya jelas lah gue merasa dia juga aneh. Apalagi gue kan udah lama temenan sama dia. Selama ini gue belum pernah melihat Bryan bersikap seperti tadi," jawab Dennis sambil tetap fokus menyetir.

Amara menggenggam kedua tangannya dengan erat. Ia sangat yakin kalau pria itu bukanlah Bryan. Bryan yang ia kenal adalah pria yang datar dan kaku. Bryan yang jarang senyum bahkan tidak pernah menyentuh Amara sedikitpun kalau bukan karena kondisi yang mendesak.

Entah kenapa Amara jadi kangen dengan Bryan yang ia kenal. Pria yang tadi ada di kelasnya sama sekali tak membuat Amara suka.

"Nggak. Gue yakin dia bukan Bryan!" kata Amara dengan sangat yakin. Bahkan Amara sampai meneteskan air matanya.

Dennis yang merasa kaget dengan ucapan Amara itu langsung menghentikan mobilnya.

"Maksud lo apa?"

"Gue yakin itu bukan Bryan. Laki-laki yang tadi kita temui di sekolah itu bukan Bryan," ucap Amara sambil menyeka air matanya.

Dennis masih bingung dengan apa yang dikatakan oleh Amara.

"Bryan yang gue kenal adalah orang yang dingin, kaku, datar, dan menyebalkan. Tapi gue sama sekali nggak melihat itu hari ini," kata Amara dengan tatapan matanya yang kosong.

"Jadi maksud lo apa?" kata Dennis yang semakin merasa bingung.

"Gue juga nggak tahu. Tapi yang jelas gue yakin kalau dia bukan Bryan. Dan gue kangen sama Bryan yang gue kenal," ucap Amara mengangkat kedua bahunya.

Sesampainya di rumah, Amara segera memabnting tubuhnya ke atas ranjang. Pikirannya masih terus memikirkan Bryan.

Sampai malam datang, Amara bahkan masih belum beranjak dari tempat tidurnya.

Merasa mengantuk, akhirnya gadis itu pun tertidur.

Baru beberapa menit ia memejamkan matanya, Amara kembali terbangun ketika ia merasa ada seseorang yang datang ke kamarnya dan duduk di sampingnya.

Amara menoleh ke samping kanannya, dan benar saja. Ada Bryan yang sedang duduk di samping kanannya dengan tatapan wajah yang datar.

Amara kaget bukan main, ia bahkan melihat ke seluruh kamarnya. Semua jendela dan pintu masih dalam keadaan tertutup. Lalu bagaimana Bryan dapat masuk ke dalam kamarnya?

"Bryan... Kamu kok bisa masuk ke sini?" tanya Amara heran.

Bryan hanya diam, wajahnya terlihat sangat pucat.

"Kamu sakit?" tanya Amara lagi.

Kedua tangan Amara ingin menyentuh wajah Bryan agar ia bisa memastikan sendiri kondisi kekasihnya itu. Namun anehnya tangan Amara tak dapat menyentuh wajah Bryan.

Amara semakin kaget dibuatnya. Kenapa wajah Bryan begitu transparan dan tidak bisa digapai?

"Kenapa kamu nggak bisa disentuh? Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi pada kamu?" kata Amara sambil menangis.

Ia begitu mengkhawatirkan kondisi Bryan sekarang.

"Tolong aku..." kata Bryan dengan suara yang pelan.

"Roh jahat itu sudah masuk ke dalam tubuhku. Dan sekarang aku tidak bisa lagi kembali ke dalam tubuhku sendiri," lanjut Bryan masih dengan suara yang begitu lemas.

Mendengar hal itu Amara semakin kaget. Ia sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya melotot seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Amara bahkan sampai kehilangan kata-katanya sesaat.

"Tolong bantu aku untuk bisa kembali ke dalam tubuhku lagi. Aku nggak sudi kalau tubuhku dikuasai oleh roh jahat itu. Sebelum dia melakukan sesuatu yang buruk dengan menggunakan tubuhku."

"Ta... Tapi gimana caranya?" tanya Amara pelan. Ia masih tidak menyangka dengan pengakuan Bryan itu.

"Kamu harus bisa membuat roh jahat itu merasa sangat kesakitan sehingga ia keluar dari tubuhku. Lakukan apa saja yang bisa membuatnya jadi kesakitan. Kalau perlu jika nantinya tubuhku akan mati, aku nggak masalah. Asalkan roh jahat itu keluar dan nggak menguasai tubuhku lagi," ucap Bryan dengan mata yang berkaca-kaca.

Kalimat Bryan tadi membuat Amara jadi sedih. Mana mungkin ia bisa melakukan hal itu. Amara tidak mau kehilangan Bryan, rasanya ia tidak sanggup untuk melakukan apa yang baru saja diminta oleh kekasihnya itu.

"Nggak... Aku nggak mau! Aku nggak mau kehilangan kamu!" kata Amara dengan berlinangan air mata.

Bryan ingin sekali menghapus air mata yang menetes di kedua pipi Amara. Namun sayangnya ia tidak bisa menyentuh gadis itu sekarang.

"Tolong lakukan itu Amara! Hanya itu yang bisa kamu lakukan untuk membantuku mendapatkan tubuhku lagi!" kata Bryan sambil tersenyum tipis.

Amara hanya diam sambil mendongakkan kepalanya dan menghapus air matanya. Kenapa Bryan begitu memaksanya? Amara sangat mencintai Bryan, dan ia sangat takut jika harus kehilangan Bryan.