Anthony Baragav adalah seorang lelaki yang sudah cukup matang untuk usia menikah, tahun ini dia berumur 30 tahun. Bulan ini adalah bulan paling berat baginya, awal bulan keluarganya tidak bisa membayar hutang yang membengkak sehingga semua aset yang mereka punya hanya untuk membayar hutang. Tidak ada sisa sepeserpun, untung cukup saja mereka sudah bersyukur.
Yang kedua, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan tepat di pertengahan bulan. Disaat mereka mencoba merintis usaha baru untuk menyambung hidup itu hanya menjadi petaka keduanya. Luka Anthony yang belum sembuh harus dipukul kenyataan yang sangat menyakitkan.
Kini hanya dia sendiri hidup tanpa arah, tanpa rumah dan tujuan. Dia mempunyai teman baik bernama Sean, orang tuanya sangat kasihan melihat keadaan Anthony. Selama Anthony dalam masa pemulihan dia ditampung di rumah Sean.
"Anthony mana, Sean?" tanya mamanya.
"Dia dikamar Ma. Anthony masih sama tidak mau bicara maupun makan," ucap Sean, walau dia juga sedih melihat keadaan temannya itu tidak mengurangi nafsu makannya.
"Malang sekali nasib anak itu, sejak datang 3 hari yang lalu sampai detik ini dia masih saja mengurung diri," keluh mama.
"Sean!!! Awasi dia baik-baik!! Jangan sampai dia melakukan perbuatan yang terlalu ekstrem!" pinta papanya.
"Baik, Pa," sahut Sean cepat.
Sarapan pagi itu selesai, keluarga Sean sudah sangat mengenal Anthony. Dia sudah menganggap sebagai anaknya sendiri. Papa Sean adalah seorang guru yang masih belum diangkat menjadi PNS. Sedangkan mamanya adalah ibu rumah tangga yang berbisnis menjual barang secara online.
Kehidupan sederhana sekali, keluarga mereka sudah bersyukur bisa hidup tanpa utang. Yah!! Walau kalau punya keinginan harus bersabar dan menahan dulu, agar uang mereka cukup sampai akhir bulan.
Sean pria berumur 25 tahun, dia bekerja sebagai penjaga toko. Separo uang gaji dia kumpulkan untuk biaya menikah, sisanya dia pakai untuk akomodasi dan sebagian kecil dia berikan kepada mamanya.
Sean masuk ke kamar untuk mengambil tas rangsel, dia hari ini bekerja shift pagi. Sean prihatin ketika melihat temannya yang meringkuk di pojok kasur itu.
"Ton!!! Aku berangkat kerja dulu, ini sarapannya jangan lupa di makan," ucap Sean.
Anthony hanya diam dengan tatapan kosong, Sean menepuk pundak temanya dan mengulangi perkataan yang baru dia ucapkan. Namun, Anthony tetap tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dia hanya mengangguk pelan.
Setelah Sean keluar kamar dan semua penghuni keluar rumah. Anthony mulai menangis, dia berteriak sekencang dia bisa.
"Arghhhhhhh!!!"
"Ambillah juga diriku Tuhan!!! Aku sudah nggak sanggup lagi!!!" teriaknya pilu.
Dia terus berteriak sampai suaranya tidak bisa keluar, dia memukul dadanya berharap rasa perih hatinya mereda. Jika bisa hancur, dia ingin menghancurkannya sekalian.
Tubuhnya yang sempurna menyusut, muka berseri bak artis ibu kota itu kini kusut bermata hitam bagai tengkorak tak bernyawa. Dia sudah tidak ada hasrat untuk hidup, tangisannya yang pilu itu membuatnya tak sadarkan diri dalam kepedihan.
Di tempat kerja Sean, dia sedang merapikan rak makanan ringan. Dia selalu menghela napas, karena kawan baiknya tak kunjung membaik. Sean selalu berpikir keras, bagaimana cara untuk menghiburnya. Mulai dari membawakan makanan kesukaannya, komentari foto cewek cantik atau melihat film yang baru tayang perdana dan masih banyak lagi. Namun, semua itu tidak membuahkan hasil.
"Sean, aku ke gudang dulu. Counter kasir kosong, kesana dulu ya!!" pinta rekan kerjanya.
"Oke," jawab cepat Sean.
Sean pun menuju counter kasir, beberapa pengunjung masuk ke dalam minimarket itu. Salam sapa dari Sean menjadi hal wajib untuk diucapkan untuk seluruh karyawan.
"Selamat datang dan selamat berbelanja di Betamart!!" ucap Sean.
Pengunjung yang datang sudah biasa mendengarkan salam, mereka tidak memedulikannya dan berlalu begitu saja, karena suaranya tidak terlalu jelas seperti orang berkumur saking cepat perkataannya.
Matahari sudah meninggi, waktu berputar tanpa lelah meninggalkan orang yang kalah. Memberi kesempatan yang menggunakannya, mengobati luka yang semakin lama semakin terbiasa.
Sean sudah selesai bekerja, hari ini dia akan mencoba membelikan ramen instan pedas kesukaan Anthony, siapa tahu kali ini bisa membuatnya selera makan.
Dia pulang menggunakan bus angkutan kota yang bisa ditempuh selama 30 menit. Tiba juga dia di lingkungan rumahnya, mamanya terlihat menyapu bekas daun kering pohon trembesi. Sedangkan papanya juga sudah dalam perjalanan pulangnya.
"Assalamu'alaikum Ma, aku pulang," sapa Sean.
"Walaikumsalam," jawab mama Sean dengan tersenyum.
"Apa itu Sean?" Mama bertanya menunjuk plastik bag yang dipegang anaknya.
Sean mengangkat plastik bag itu dan menjawab, "Oh ini Ma, ramen instan kesukaan Tony."
"Ohh!! Iya, semoga dia mau makan ya. Mama jadi khawatir dengannya," ungkap mama Sean.
"Yaudah sana!!!" imbuh mamanya.
Sean berlari menuju kamar, dia sudah tidak sabar untuk melihat sahabatnya makan. Dia membuka pintu kamarnya mendapati Anthony berbaring miring di kasur.
"Apa dia sedang tidur? Aku mandi dulu sajalah, habis itu buat ramen," gumam Sean.
Ramen sudah siap, bau semerbak dari rempah bumbu ramen itu menguar. Sean meletakkan 2 ramen diatas nampan, kemudian dia membawanya ke kamar. Sayangnya, Anthony masih terlelap dari tidurnya.
"Hemmm!!! Enak sekali ramen ini.. hu ha.. ha!!" Akting Sean sedang makan untuk menarik perhatian Anthony.
Sean melirik temannya, tapi tidak ada tanggapan sama sekali. Sean merasa aneh, karena Anthony tidak berubah dari tidurnya. Dia mendekati dan mengamatinya, lalu dia membangunkan Anthony dengan cara mengguncang pundaknya.
Namun, Anthony tidak bergeming. Sean memegang muka untuk diperiksanya, dia kaget sekali melihat wajah Anthony yang pucat.
"Ton!!! Tony!!! Sadar, Ton!!" teriak Sean.
Mama dan papa Sean yang lagi bersantai di ruang tamu itu mendengar teriakan Sean, seketika itu mereka berlari menuju kamar Sean.
"Kenapa Sean?" tanya mama panik.
"Tony Ma!!! Tony tidak sadarkan diri," ucap Sean setengah berteriak.
Papa Sean mencari denyut nadi Anthony, papa terlihat mengerutkan dahi karena lemah sekali denyut nadinya.
"Ayo bawa dia ke rumah sakit," usul papa Sean.
Mama segera turun mencari taksi, setelah mendapatkannya mama kembali ke kamar. Papa dan Sean mengangkat Anthony ke dalam Taksi. Mereka semua pergi ke rumah sakit, dengan perasan takut bercampur panik.
Akhirnya sudah saja mereka tiba di rumah sakit, taksi itu turun tepat di depan ruang IGD.
"Tolong Dok!! Cepat disini butuh bantuan!!!" seru mama.
Segera beberapa perawat keluar membawa ranjang pasien di dorong mendekati taksi. Anthony dengan cepat di pindah ke ranjang tersebut lalu kembali di dorong ke dalam ruangan untuk mendapatkan perawatan.
"Maaf Pak!! Sebelum pasien mendapatkan perawatan, tolong ke ruang administrasi dulu," perintah seorang perawat itu.
Papa Mama saling menatap bergantian, mereka bingung karena tidak ada uang untuk mengurus biaya administrasi. Sean yang menangkap situasi disana, segera lari ke ruang administrasi.
"Sean!!!" panggil papanya.
Sean yang sudah jauh itu, langsung diikuti kedua orangtuanya.