Purnomo yang bekerja sebagai pejabat negara, dia mendapatkan fasilitas seperti rumah dan mobil dinas. Rumah dinas Purnomo hanya beranggotakan 2 orang, hanya dia dan istrinya, Anita.
Mereka sudah menikah hampir 20 tahun, sayangnya belum dikaruniai seorang anak. Sudah berbagai macam cara dicoba, apa kata orang juga dicoba, tetap saja tidak membuahkan hasil.
Anita sudah mandi, dan berpakaian cantik. Setiap hari dia ingin kelihatan cantik di mata Purnomo, bahkan saat makan maupun sedang memasak dia selalu memeriksa riasannya. Dia melakukan itu untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya, yaitu mandul.
Mobil Purnomo tampak berhenti di halaman rumah, dengan sangat ceria Anita menyambut suaminya pulang.
"Sayang!!" sapa Anita, dia berjalan menghampiri Purnomo lalu mencium tangannya.
Kemudian Anita memeluk suaminya, Purnomo membalas pelukan yang dia berikan. Anita terkejut sekaligus senang, biasanya Purnomo sering menolak dipeluk di depan umum dengan alasan bahwa mereka sudah tidak muda lagi. Purnomo merangkul pundak Anita, lalu mulai mengajaknya mengobrol.
"Sayang, ayo masuk ke dalam!!"
"Kamu tadi masak apa? Saya sudah lapar sekali!"
"Aku tadi masak jengkol bumbu merah, ikan gurami dan kangkung sambal terasi," beber Anita.
Mereka pun sangat mesra, saling bergandengan tangan masuk rumah. Anita sempat mempertanyakan dalam hati sikap manis suaminya, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Saat ini dia senang menerima perilaku manja Purnomo.
"Wahh!!! Makanan kesukaanku semua. Makasih ya, Sayang. Kamu pasti capek menyiapkan semua ini," ungkap Purnomo.
Purnomo mengambil sesuatu dari dalam saku jasnya, dia mengeluarkan kotak persegi beludru berwarna merah. Kemudian dia mempersembahkan ke Anita.
Anita sangat senang sekali dengan kejutan manis di depan matanya, dia berkata, "Ini apa, Sayang?"
"Bukalah!!!" pinta Purnomo.
Anita membuka kotak itu tanpa berhenti tersenyum, dia semakin bahagia ketika melihat isi di dalam kotak itu adalah 1 set lengkap perhiasan bertabur berlian.
"Pakailah Sayang, itu hadiah dariku karena telah setia menjalani hidup bersamaku," ungkap Purnomo.
Kemudian Purnomo berdiri, lalu mengambil kalung dalam kotak itu untuk dikenakan ke leher Anita.
"Makasih Sayang, aku suka. Ayo makan dulu, pasti Mas sudah lapar," ajak Anita.
Mereka makan malam saling menyuapi, bak pengantin baru. Sikap Purnomo yang manis dan romantis itu terus berlanjut, tidak tahu kenapa hari ini Purnomo sangat manja dengan istrinya.
Mandi pun begitu, dia ingin ditemani Anita dengan alasan yang dibuat Purnomo, yaitu dia minta digosok punggungnya.
"Yah!! Mas Purnomo sih, Anita jadi basah lagi deh," gerutunya dengan manja.
"Tidak apa, Sayang. Mandi saja lagi, cepat lepas pakaianmu!!!"
"Ihhh!! Mas nakal!!" ucap Anita tersenyum genit, perlahan dia membuka pakaiannya.
Purnomo pun tidak melepas pandangannya dari Anita, dia melihat setiap lekuk tubuh istrinya. Dia sudah hafal betul, letak tahi lalat maupun bentuknya. Kini Purnomo menarik tangan Anita dan mendekapnya, ciuman panas sudah tidak terelakkan lagi.
"Mas!!! Pindah ke kamar, yuks!!!"
Anita mengajak Purnomo untuk meneruskan cumbuannya diatas kasur, dengan senang hati Purnomo menggendong Anita dan membaringkan tubuhnya ke ranjang.
Gairah tubuh mereka memuncak, ranjang di kamar itu bergoyang menimbulkan decit kenikmatan.
Setelah mereka kelelahan, Purnomo masih memeluk tubuh Anita. Dia mengelus rambut Anita. Purnomo pun mengutarakan niat yang sudah dia sembunyikan sebelumnya.
"Sayang!!!" panggil Purnomo lembut.
"Iya Masku Sayang. Mas mau bicara apa?" tanya Anita.
"Apa sudah terbaca dari gelagatku?" Purnomo meringis menjawab pertanyaan Anita.
"Emang Mas mau minta apa? Mau tambah 1 ronde lagi?" goda Anita.
"Hehe kalau boleh. Sebenarnya, Mas pengen punya anak, Dik,"
Anita yang tidur di pelukan Purnomo, kini dia duduk dengan keadaan belum mengenakan busana.
"Boleh. Ayo kita buat lagi, Mas," ajak Anita bersemangat.
"Bukan, sini dengarkan dulu, Sayang,"
Purnomo menarik lembut tangan Anita, alhasil Anita jatuh menimpa tubuh suaminya. Dia memeluk tubuh Anita sambil memainkan tangan di punggungnya.
"Sayang, Mas pengen menikah lagi," ungkap Purnomo.
Anita terenyak dari buaian manis Purnomo, dia membeku kaku. Kalimat itu menusuk jantungnya, tanpa terasa bulir airmata membasahi pipinya. Dia menarik diri dari pelukan Purnomo, lalu duduk memeluk lutut.
Anita terisak dalam tangisan, ketakutan yang bersarang di pikirannya, hari ini menjadi kenyataan.
"Sayang!!! Aku janji akan membagi rata cintaku, percayalah padaku Anita," ucap Purnomo sambil mengecup punggung Anita.
Namun, Anita tidak terkecoh, dia sudah tahu niatannya. Dia semakin menangis sekeras dia bisa.
"Sayang!!! Tenanglah, berhentilah menangis," bujuk Purnomo.
"Mas!!! Aku takut !! Aku tidak bisa tenang sama sekali. Apa yang selama ini aku takutkan terjadi!!!" ungkap Anita, sambil menangis.
"Tapi Sayang, mengertilah perasaanku!!!" ucap Purnomo.
"Aku tidak mau dengar lagi, Mas," Anita bangkit dari ranjang dan membawa baju serta selimut menutupi tubuhnya. Dia berjalan keluar kamar.
"Anita!!! Tunggu aku!!! Tolong dengarkan penjelasanku sebentar saja," ucap Purnomo, dia mengatakanya sambil memakai baju.
Anita sudah sampai di kamar tamu dengan segera dia mengunci kamar. Purnomo yang terlambat menghadangnya itu, dia menggedor pintu kamar.
"Anita!!! Buka pintunya, Sayang,"
"Anita!!!"
Purnomo yang memanggil-manggil namanya, sementara Anita tidak peduli. Dia berteriak, melempari benda apa saja ke arah pintu kamar.
"Anita!!! Tolong mengertilah!!! Jika kamu mau berpikir, aku masih sangat mencintaimu,"
"Jika tidak, kamu pasti sudah aku cerai jauh-jauh hari. Tapi aku tidak melakukannya, karena aku tidak ingin berpisah denganmu Anita. Mengertilah perasaanku!!!" ungkap Purnomo.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Anita, dia diam mendengar pernyataan suaminya. Anita semakin menangis jika mengingat apa yang menjadi kekurangannya dan membuat Purnomo menginginkan seorang istri lagi.
Purnomo sudah cukup lama membujuk Anita, tapi dia masih tidak mau membuka pintu. Purnomo bangkit dengan malas berjalan menuju kamar seorang diri.
Purnomo duduk di tepian kasur, sambil memegangi kepala. Dia berpikir untuk memikirkan rencana baru, sayang pikirannya sudah buntu. Kemudian dia menjatuhkan diri ke kasur lalu memejamkan mata.
Malam manis berakhir pahit itu berlalu, kedua pelaku sibuk dengan kemungkinan yang akan terjadi berikutnya.
Anita dengan sakit hatinya masih mampu menyiapkan sarapan Purnomo, walaupun sesekali menangis dia tetap menyelesaikan hidangan sarapan pagi itu.
Semerbak bau masakan Anita membangunkan Purnomo dari tidurnya, dia mengusap mata.
"Apa Anita sedang menyiapkan sarapan? Tunggu!! Berarti dia sudah tidak marah lagi dong," gumam Purnomo bersemangat.
Purnomo berjalan menuju ruang tamu, dan benar saja Anita sudah duduk di meja makan. Riasannya kali ini berantakan karena sering kali dia meneteskan airmata.
"Anita, apakah kamu ...?" kalimat Purnomo terpotong oleh perintah Anita.
"Makan dulu!!! Baru bicara!!"
Purnomo menegak minumannya, lalu makan dengan perlahan sambil mengamati Anita yang sedang makan.
Anita sadar sedang diperhatikan Purnomo, lalu dia meletakkan sendoknya. Purnomo yang menyadari perubahan sikap Anita, dia menunduk untuk berpura-pura makan. Anita membuka mulutnya, dan berkata dengan sangat yakin.
"Aku menyetujuinya, tapi dengan syarat!!!"