Anthony sudah sampai di rumah neneknya, dia membutuhkan waktu hampir 20 jam untuk sampai. Nenek Yasmini tidak mengira bahwa cucu satu-satunya datang mengunjunginya, bahkan akan tinggal bersamanya.
"Assalamualaikum, Nek," sapa Anthony terhadap neneknya.
"Walaikum salam, Anthony?" tanya ibu Yasmini tidak percaya.
"Iya Nek, ini aku Anthony," jawabnya sambil tersenyum.
Yasmini yang sedang memberi makan ayam saat melihat cucunya datang langsung mencuci tangannya dan seketika Anthony menghampiri Yasmini, lalu mencium tangan dan memeluk neneknya.
"Ayo masuk rumah, Ton," ajak Yasmini.
Mereka pun masuk ke rumah, dan saling bertanya kabar satu sama lain. Yasmini yang belum tahu kabar meninggal anaknya, lalu Anthony menceritakan semua. Yasmini yang tabah itu jadi kasihan melihat cucunya. Dia memeluk Anthony sambil memberikan kata penyemangat.
"Kamu harus kuat, Ton. Sudah ikhlaskan mama dan papamu, agar tenang di alamnya. Kamu adalah tabungan orang tuamu, jadi seringlah mengirim doa untuk kedua orang tuamu, agar bisa menjadi penyelamat mereka."
"Iya Nek, Anthony akan ingat itu," jawab Anthony sambil tersenyum.
Di rumah Purnomo, setelah Anita dan Vanya menyelesaikan sarapan, mereka pindah tempat ke teras depan. Anita duduk mendekati Vanya, dan mencoba bicara apa penyebab Vanya menangis semalam.
"Dik, bagaimana perasaanmu? Apa tidurmu semalam nyenyak?" tanya Anita.
"Terimakasih Mbak, sudah mau berbagai kamar denganku. Berkat mbak Anita, aku bisa tidur nyenyak," jawab Vanya tersenyum.
Anita juga tersenyum menanggapinya, dan dia ingin mengenal lebih dekat dengan Vanya.
"Vanya, kenapa kemarin kamu menangis?? Jangan takut, anggaplah aku sebagai kakakmu," ucap Anita.
Vanya bisa melihat ketulusannya, dia merasa senang ada orang yang peduli di tempat yang baru saja dia sebut rumah.
"Mbak, aku sebenarnya menikah dengan terpaksa. Papiku ingin mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, hingga rela merebut kebebasan yang aku miliki,"
"Aku kemarin takut sekali, Mbak. Aku tidak mau melakukan hubungan itu tanpa ada rasa cinta. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi, pernikahan ini sudah terjadi," ungkap Vanya.
"Tega sekali orang tuamu, mereka sudah dibutakan dengan keserakahannya. Aku berjanji akan berpihak kepadamu, kamu bisa pegang kata-kataku,"
"Tentang malam pertama, selama 7 hari kedepan aman kan. Selama itu juga, kita akan pikirkan rencananya lain lagi," terang Anita.
Anita pun memeluk Vanya untuk memberikan dukungannya. Anita berusia hampir sama umurnya dengan Sonya, bagi Vanya, Anita adalah sesosok ibu yang dia harapkan. Dia merasa sangat beruntung bisa mengenal Anita.
"Terimakasih Mbak, aku tidak tahu bagaimana jadinya kalau tidak ada mbak Anita," ungkap Vanya.
Anita mengangguk sambil tersenyum, dia ingin mengalihkan masalah yang dihadapi Vanya.
"Echh!! Vanya, ayo kita shoping yuks, sambil mencari udara segar. Bagaimana??" tanya Anita.
"Boleh Mbak," sahut Vanya cepat.
Mereka pun bersemangat untuk pergi ke Mall, dengan modal kredit card tanpa batas yang Anita dapat dari Purnomo.
Tujuh hari sudah masa haid Vanya berakhir, diluar dugaan ternyata Purnomo membuat pengingat di kalender ponselnya. Purnomo sangat senang, dia sudah tidak sabar bertemu dengan Vanya. Dia mengosongkan jadwal hari ini dan pulang cepat.
Purnomo sudah sampai di rumah, dia tambah senang melihat Anita dan Vanya sudah akrab satu sama lain. Meja makan pun sudah penuh dengan makanan kesukaan Purnomo, ditemani 2 wanita cantik di hadapannya.
Vanya sangat cantik dan muda, apapun baju yang dikenakan pasti terlihat menawan di mata Purnomo. Makan malam itu selain mengenyangkan perut, memanjakan mata juga.
"Mas, apa aku boleh minta sesuatu?" tanya Vanya.
"Vanya Sayang, katakan saja. Semua keinginanmu pasti akan Mas turuti," ungkap Purnomo dengan tersenyum.
"Kalau aku, juga boleh minta sesuatu nggak, Mas?" Anita menggoda suaminya, dia lagi merencanakan sesuatu dengan Vanya.
"Tentu saja boleh. Semua istriku, akan mendapatkan hak yang sama. Kalian tidak akan menyesal telah menikah denganku," kata Purnomo dengan sangat percaya diri.
Anita dan Vanya saling menatap, kemudian mereka tersenyum melihat Purnomo.
"Coba katakan apa permintaanmu, Vanya?" tanya Purnomo.
"Aku ingin mempunyai kamarku sendiri, Mas. Jika Mas ingin tidur bersamaku harus izin dengan mbak Anita. Kami menghormati hak satu sama lain, jadi tolong Mas menerimanya," jawab Vanya.
"Boleh, ada lagi?" tanya Purnomo.
"Ehmm. Aku ingin Wine selalu ada di kamarku, jika mas ingin bercinta denganku wajib minum dulu," ungkap Vanya.
Purnomo belum menyanggupi permintaan Vanya, sebelum itu dia ingin mendengar permintaan Anita dan bertanya.
"Kalau kamu, Anita?"
"Permintaanku adalah, aku ingin kita tetap dalam satu kamar Mas. Permintaanku mudah kan, Mas?" tanya Anita balik.
"Baiklah, semua keinginan kalian akan aku turuti," jawab Purnomo.
"Makasih Mas," ucap mereka bersamaan.
Setelah selesai makan mereka bertiga berbincang sambil menonton televisi. Ketika Purnomo melihat adegan mesra, dia hanya menelan ludah dan hanya bisa menatap Vanya.
Anita sudah menyadari keinginan suaminya, lalu dia menggoda suaminya untuk mau bercinta dengan dirinya. Dia duduk bersandar di bahu Purnomo, dengan manja meraba dada Purnomo. Vanya yang melihatnya langsung mengambil inisiatif untuk pergi ke kamar tamu.
"Mas, Mbak. Vanya mau tidur duluan ya," pamit Vanya kepada Purnomo dan Anita, Anita mengedipkan mata ke Vanya seperti sebuah kode.
Purnomo ingin menghentikan Vanya, akan tetapi berhasil dicegah Anita dan dia segera menjawabnya.
"Iya Vanya, selamat beristirahat!!!" ucap Anita.
Purnomo menggapai angan kosong, harapan tidur dengan Vanya pupus sudah. Anita sudah menarik tangan dan mengajaknya masuk kamar.
Baiklah!!! Aku akan melakukan ini dengan cepat, setelah itu akan ke kamar Vanya, batin Purnomo.
Purnomo pun mengikuti ajakkan Anita, di dalam benaknya terbayang lekuk indah tubuh Vanya, dia jadi penasaran seperti apa ketika Vanya tanpa busana.
Sedangkan Vanya, dia masuk kamar dan mengunci pintunya. Dia menghela napas lega, dan tersenyum puas. Karena rencananya dengan Anita berjalan dengan mulus, Vanya bisa tidur nyenyak untuk malam ini.
Purnomo terburu-buru, hingga tidak bisa menikmati malam bersama Anita. Anita terus saja minta tambah jatah.
"Anita Sayang, Mas capek. Tidur yuks!!!" bujuk Purnomo.
Mereka dalam satu selimut tanpa mengenakan busana, dan sekali lagi Anita menghalangi Purnomo untuk tidur bersama Vanya dengan cara memeluk erat tubuh suaminya. Seolah dia takut jika suaminya kabur. Purnomo berpura-pura memejamkan mata serta menunggu sampai Anita tertidur.
Satu jam sudah Purnomo menunggu, dengan pelan dia melepas pelukan Anita dan menggantinya dengan guling.
"Saatnya ke istri mudaku. Hehe!!" lirih Purnomo dengan bersemangat. Dia dengan cepat keluar menggunakan celana pendeknya dan memutar kenop pintu Vanya.
"Loh dikunci!!!" gumam Purnomo gelisah.
"Vanya!!! Vanya!!" panggil Purnomo sambil mengetuk pintunya.
Vanya yang ada di dalam sudah tertidur pulas, dengan mendengarkan musik menggunakan earphone.
Purnomo terlihat mulai kesal, karena dia memanggil Vanya yang tidak ada jawaban. Purnomo pun mengacak rambutnya, lalu kembali ke kamar dan tidur bersama Anita.
Sarapan pagi itu tidak membuat Purnomo berselera, setelah selesai mandi, dia langsung pergi bekerja. Di dalam mobil dia terus mengepal tangannya, dan berteriak memukul kemudi yang dia pegang.
Hari ini suasana hati Purnomo memburuk, dia harus menahan amarahnya dengan terpaksa tersenyum. Ciri khas yang dia bentuk di mata orang luar adalah ramah dan baik hati.
Di dalam kantornya, dia meminta Murti untuk datang menemuinya. Setelah mereka berdua dalam satu ruangan, Purnomo marah melempar asbak dan membentur tembok.
"Murti!!! Didik anakmu dengan benar!!! Ajari dia untuk patuh terhadap suaminya!!" gertak Purnomo.
Murti hanya menunduk, ketika amarah Purnomo meledak. Dia tidak berani menjawabnya, menatap mata Purnomo saja takut.
Bagaimana cara aku mendidiknya?? Vanya kan sudah keluar dari daftar keluarga Kencana, batin Murti.