"Lihat itu!!! Si Mata Ijo masuk ke ruang manager lagi. Bu Vanya kok mau ya berteman dengannya?" ucap karyawan wanita.
"Apa karena dia ganteng ya?? Wajahnya memang diatas rata-rata sih!!" sahut salah satu dari mereka.
Mereka sedang beristirahat secara bergantian di ruangan yang tersedia, letaknya persis di sebelah ruang manager. Kebetulan Dodit juga sedang beristirahat, lalu ikut membicarakan Anthony, dia duduk diantara karyawan wanita.
"Mata Ijo?? Ganteng apanya?? Sekali kacung ya kacung, emang mau kalian diajak makan batu??" sanggah Dodit.
Mereka beberapa setuju dengan perkataan Dodit, pembicaraan mereka terdengar oleh Jarot. Jarot tidak setuju dengan pendapatnya, bukankah kita harus berteman dengan siapa saja tanpa memandang pekerjaan? Entahlah sebagian orang mungkin setuju.
Anthony keluar dari ruangan manager, dia ikut beristirahat juga. Seketika semua karyawan yang ada di tempat itu terdiam, tidak jarang juga para karyawan wanita mengamati wajah Anthony yang tampan, mereka sepakat wajah Anthony tidak ada tandingannya jika dibandingkan dengan seluruh karyawan di restoran.
Tempat istirahat itu terdapat meja dan kursi panjang yang bisa di isi sekitar 6 orang jika berhadap-hadapan. Anthony duduk di satu kursi dengan Dodit dan 2 teman lainya.
"Heh!!! Ngapain Lu!! Pergi, jangan duduk disini!!!" bentak Dodit.
Anthony tidak mendengarkannya, dia dengan santai duduk di kursi tersebut, lalu dia makan. Lagian juga sudah tidak ada tempat yang kosong selain kursi Dodit. Semua karyawan tertarik dengan keributan yang dibuat Dodit.
"Kamu tuli ya!!! Oke, rupanya kau memang minta dihajar!!" ancam Dodit.
Dodit berdiri untuk menghajar Anthony, sayangnya dia tersandung kakinya sendiri, karena dia sendiri hanya berpura-pura berani di hadapan para karyawan yang ada di ruangan , sontak kejadian itu membuat karyawan lain tertawa. Dodit sangat malu dan kesal, dia melampiaskan kemarahannya kepada Anthony.
Anthony sudah selesai dengan makanannya, lalu dia berdiri untuk meninggalkan Dodit yang jatuh.
"Berhenti!!!" teriak Dodit sambil berdiri.
Namun, tetap saja Anthony tidak mengindahkannya. Dodit tambah marah, dia berlari mengejar Anthony dengan tinju yang siap dilayangkan, Anthony melihat beberapa bungkus makanan yang berserakan di lantai. Kemudian dia membungkuk untuk memungutnya, di saat bersamaan Dodit sudah melepas tinjunya yang meleset dan membuat dia terjungkal.
Sebelum tubuh Dodit jatuh ke lantai, Anthony menarik baju belakang Dodit dan membuatnya kembali berdiri.
"Kamu kenapa??" tanya Anthony keheranan.
Gelak tawa karyawan di ruang istirahat itu semakin riuh, Dodit sudah tidak punya muka, lalu dia berlari meninggalkan ruangan tersebut.
Waktu istirahat pun sudah selesai, seketika kerumunan itu bubar. Mereka kembali ke pekerjaan masing-masing.
Restoran penuh, kesibukan setiap karyawan sudah tidak terelakkan lagi. Begitu juga Anthony, piring kotor dan gelas sudah 1 keranjang saja, dia mulai mencuci semuanya. Tidak terasa sudah sampai piring terakhir, dan waktunya jam pulang. Shift siang sudah masuk menggantikan shift bagi, tidak untuk bagian Cleaning Service.
Vanya melihat Anthony yang mencuci piring sendirian, dia pun merasa kasihan.
"Kelihatannya restoran butuh 1 Cleaning Service lagi deh," gumam Vanya.
Vanya pun memutuskan untuk mencari tambahan 1 karyawan. Dia melamun di depan ruangannya.
"Ayo!!!" ajak Anthony.
Vanya tersenyum, dia mengikuti Anthony berjalan keluar restoran. Mereka keluar untuk membeli baju ganti menggunakan angkutan umum, dia belum berani pulang ke rumah Purnomo.
Setelah selesai membeli baju dan kebutuhan lainnya, Vanya ingin makan makanan yang manis. Alhasil dia mampir ke toko kue yang ada di mall tersebut. Vanya sudah memesan tiramisu, brownies dan es cream rasa stroberi.
"Kamu suka makanan manis?" tanya Anthony yang melihat Vanya begitu bahagia setelah mencicipi tiramisu.
"Iya, suka banget. Hehehe. Makasih ya sudah mau mengantarku kesini," ungkap Vanya.
"Iya tidak usah kau pikirkan," jawab Anthony tersenyum, dia tidak mau merusak suasana di tengah kebahagiaan Vanya, jadi Anthony mengurungkan niat untuk bertanya kapan Vanya akan kembali ke rumahnya.
"Kamu yakin tidak mau coba? Ini enak loh!!! Sini buka mulutmu a ...," pinta Vanya.
Anthony yang awalnya ragu itu terpaksa membuka mulutnya, lantaran tidak enak kepada Vanya yang sudah terlanjur menyendok kue miliknya.
"Gimana enak kan? Mau aku pesankan satu untukmu?" usul Vanya.
"Tidak, aku cukup dengan es cream kopi saja," sahut Anthony cepat.
"Apa aku boleh minta nomor ponselmu? Aku kadang merasa kesepian, karena tidak mempunyai banyak teman," ungkap Vanya.
"Tentu saja boleh," jawab Anthony bersemangat.
Vanya pun mengeluarkan ponsel, lalu dia segera mencatat nomor Anthony. Setelah selesai menyimpan, Anita menghubunginya.
"Hallo Mbak, aku sangat merindukanmu. Bagaimana ayah sudah sembuh?" tanya Vanya.
Anthony hanya menikmati setiap senyuman yang Vanya hasilkan, caranya bicara, cara makan kue itu momen indah yang akan Anthony ingat, Vanya tidak menyadarinya saking senangnya menerima telepon.
"Ohh!!! Sekarang!!" sahut Vanya menimpali lawan bicaranya di seberang sana.
Ekspresi Vanya berubah seketika, tidak tahu apa yang dia dengar. Anthony yang tidak rela hilangnya senyuman dari wajah Vanya itu, hanya bisa merasa penasaran mereka-reka apa yang telah terjadi.
"Ton!!! Aku harus balik ke rumah sekarang. Mbak Anita akan menjemputku kesini," ungkap Vanya sedih, dia pun tidak selera untuk meneruskan makan kuenya.
"Apa kamu tidak bisa menolak?" tanya Anthony.
"Tidak Ton, bagaimanapun juga aku masih berstatus sebagai istri Purnomo,"
"Hah!!! Aku ingin sekali menjalani hidupku sendiri!! Tapi kapan?" ungkap Vanya menunduk.
Vanya sudah tidak bisa membayangkan lagi, bagaimana jika dia bertemu dengan Purnomo. Apakah Purnomo akan menghabisinya?