Purnomo sedang mengikuti rapat anggota DPR, dia tidak bisa berkonsentrasi karena kesal mengingat kejadian semalam.
Kenapa susah sekali tidur dengan Vanya? Apalagi di restoran, dia dekat dengan pria rendahan. Bahaya!! Bisa-bisa dia jatuh cinta dengan pria itu, aku harus mencari tahu siapa dia, batin Purnomo.
Sampai rapat selesai, Purnomo masih sibuk dengan pikirannya. Dia tidak sadar bahwa namanya masuk daftar perjalanan dinas ke Kongo.
"Pur, enak sekali kamu bisa jalan-jalan keluar negeri," kata temannya yang juga pejabat.
"Jalan-jalan!!! Apa maksudmu? Loh rapat sudah selesai?" tanya Purnomo bingung.
"Sudah 10 menit yang lalu, Pur. Kamu memikirkan apa? Pasti bini muda yang di rumah ya?" goda temannya.
"Ahh, kamu tahu saja. Echh!! Tadi hasil rapatnya bagaimana?" tanya Purnomo.
"Perjalanan dinas ke Kongo, negara kita kan akan melakukan kerja sama dalam pembuatan kereta api. Jadi diantara kita akan kesana untuk melihat keadaan geografisnya, kamu salah satu dari mereka yang berangkat, Pur," beber temanya Purnomo.
Purnomo merasa tidak senang, rencana untuk tidur bersama Vanya harus gagal berulang kali. Dia hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan temannya.
Kemudian Purnomo permisi ke temanya untuk pergi ke toilet, dia berjalan sambil melihat keadaan sekitar. Setelah dirasa aman, dia mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.
"Narwan, cari tahu semua tentang Anthony. Kamu harus turun tangan sendiri dan melaporkan semua gerak-geriknya kepadaku!!" perintah Purnomo.
"Baik Pak. Saya mengerti. Ada hal lain yang bisa saya urus, Pak?" jawab Narwan.
"Sementara itu saja!! Aku sangat senang laporan bulan ini, semua bisnis berkembang pesat. Sebagai gantinya, aku akan mengirim sejumlah uang ke dalam rekeningmu," jelas Purnomo.
"Saya sangat berterimakasih sekali, Pak," ucap Narwan.
Sambungan telepon itu pun berakhir, Purnomo sedikit bernapas lega. Dia kembali ke ruangan kerjanya.
Sementara Vanya, dia kembali menginap di hotel. Dia tidak pergi ke restoran, karena syok setelah kejadian semalam. Dia ingin mengubur ingatan kemarin, akan tetapi tetap saja terus berputar di otaknya.
Anita menemaninya tidur di hotel, sejak kemarin malam Vanya tidak mau melepas tangan Anita karena takut.
Anita merasakan tubuh Vanya yang masih gemetaran itu sangat gelisah, dia tahu bahwa Vanya pasti trauma dan sangat takut sekali.
"Vanya, ayo makan dulu. Ini mbak bawakan makanan favoritmu," ajak Anita.
Vanya menggeleng, dia belum mau berbicara sepatah kata pun. Tapi dia masih mau mendengarkan, jika diajak berbicara dia akan menjawab dengan bahasa tubuhnya.
"Vanya, kamu tidak boleh seperti ini terus. Kamu harus menjalani kehidupanmu, kamu masih muda ada banyak hal yang menarik menantimu," terang Anita.
Vanya memejamkan mata, dia ingin sekali melakukan apa yang Anita katakan. Akhirnya dia berbicara kepada Anita.
"Mbak, aku ingin obat tidur," kata Vanya pelan.
Anita masih memikirkannya, karena obat tidur tidak baik kalau dikonsumsi terus menerus. Tapi jika melihat kondisi Vanya yang belum tidur dari kejadian semalam, dia jadi tidak tega untuk menolaknya.
"Baiklah, untuk kali ini saja Vanya. Mbak tidak akan memberikannya lagi," pinta Anita.
Vanya mengangguk dengan cepat, dia ingin bangkit untuk melawan ingatan buruk yang menggerogoti jiwanya.
Anita mengambil telepon hotel, lalu dia menyuruh karyawan hotel untuk membelikan obat tidur yang diminta Vanya. Selang 15 menit pegawai itu mengetuk pintu kamar hotel Vanya, lalu Anita berdiri membuka setengah pintu kamar.
Anita berbicara dengan pegawai itu, lalu dia masuk membawa obat tersebut. Kemudian Anita menyerahkan kepada Vanya, Vanya pun segera meminumnya.
Kemudian Vanya membaringkan diri ke ranjang, tidak butuh waktu lama dia terlelap. Anita menghela napas, dia sangat sedih melihat keadaan Vanya.
"Andai saja aku tidak menyetujui mas Purnomo menikah lagi, mungkin Vanya akan bahagia tidak menderita seperti ini," gumam Anita.
Anita merasa bersalah, dia berjanji untuk melindungi Vanya apapun yang terjadi, jika perlu dia ingin memberikan kebahagiaannya andai itu bisa.
***
Narwan berkunjung ke restoran, dia mengelola semua bisnis Purnomo, sehingga dia jarang terlihat di restoran.
Anthony tidak melihat kehadiran Vanya, padahal dia ingin menemuinya karena ada hal yang ingin Anthony bicarakan, yaitu tentang barang di gudang. Anthony sedang membersihkan alat pel yang baru dia gunakan, lalu seseorang menghampirinya.
"Ton, kamu dicari pak Narwan dan diminta untuk menemui di ruang manager sekarang," kata salah satu pegawai.
"Ohh!!! Iya terimakasih," jawab Anthony.
Anthony segera merapikan diri, lalu dia menaruh alat pada tempatnya. Kemudian dia berjalan menuju kantor manager.
Kenapa aku dipanggil?? Ahh!! Optimis saja, aku merasa sudah bekerja dengan baik, batin Anthony.
Anthony mengetok pintu manager, setelah mendengarkan perintah masuk dari Narwan. Dia masuk, lalu duduk di hadapan Narwan.
"Bapak memanggil saya?" tanya Anthony.
"Iya, saya ingin tahu apakah kamu bersaudara dengan Bu Vanya?" tanya Narwan balik.
"Tidak Pak, saya hanya kebetulan bertemu dengan Vanya di rumah sakit dan sekarang kami berteman, Pak," jawab Anthony.
Narwan heran bukan saudara tapi dekat-dekat dengan Vanya, padahal Vanya sudah bersuami tapi kenapa orang yang bernama Anthony itu tetap saja mendekatinya.
"Kamu jangan sembarangan mendekati ibu Vanya, kamu harus sadar dimana tempatmu!!!" gertak Narwan.
"Maaf Pak, apa urusan anda mengatur kehidupan saya dan lagi mengatur soal pertemanan saya??" tanya Anthony dengan sorot mata yang tajam.
"Punya nyali juga kau!!! Menarik!!! Lakukan saja yang kau mau dan tunggu saja akibatnya!!!" ancam Narwan dengan senyum menyeringai.
Anthony sadar, banyak sekali pihak yang menentang hubungannya dengan Vanya. Apakah Anthony akan mampu menerima pertentangan yang akan dialaminya?