Vanya datang ke restoran tepat di waktu acara pengunjung itu selesai. Setiap kedatangannya pasti menarik perhatian banyak pasang mata. Dia berjalan menuju Hall yang sebagian besar tamu undangan sudah buyar.
"Wahh!! Itu pengunjungnya!!" gumam Vanya.
Vanya melihat Anthony yang sedang membereskan piring kotor, pengunjung komplain itu mendatangi Anthony.
"Saya menyukainya, nasi goreng ini memang beda dari yang lain. Tamu undangan tampak menyukainya juga," terang pengunjung itu.
"Terimakasih. Syukurlah kalau Bapak suka, kami pun ikut senang," ucap Anthony.
Amarah klien sudah mereda, dia berbicara santai sambil tersenyum kepada Anthony. Disaat bersamaan Vanya datang ke tempat mereka.
"Maafkan keterlambatan saya Bapak, ada banyak alasan yang tidak bisa saya jelaskan. Bagaimana acaranya?" tanya Vanya.
"Tidak apa-apa Bu Vanya, walau tadi sedikit ada kendala tapi masalah diselesaikan dengan baik oleh Anthony. Kami merasa puas bisa mengadakan acara di restoran ini," ungkap pengunjung tersebut.
Vanya memandang Anthony dengan penasaran, apa yang sebenarnya terjadi dan dia kembali memandang ke pengunjung tersebut, dalam hatinya dia merasa sangat lega acara pengunjung berjalan lancar.
Pengunjung itu menyalami Anthony, lalu dia berkata, "Maafkan jika tidak bisa mengontrol amarah di tengah rasa panik saya."
"Kami memahaminya Bapak, itu semua juga tidak luput dari kesalahan kami. Kami juga minta maaf, Bapak," ungkap Anthony.
"Baiklah, saya rasa masalah kita selesai. Saya pamit dulu, sebelum itu mari kita selesaikan masalah pembayarannya dulu bu Vanya," ajak klien tersebut dengan tersenyum puas.
"Baik, Pak," sahut Vanya.
Mereka berjalan meninggalkan Anthony, lalu menuju ke ruang manager. Anthony meneruskan pekerjaannya, belum sampai selesai berberes. Jarot datang menemuinya.
"Ton, kamu dicari kepala koki. Pekerjaan ini biar diselesaikan pramusaji," saran Jarot.
Anthony mengangguk, lalu mereka berjalan menuju dapur. Dia baru melangkahkan kaki di dalam dapur, suara riuh dan tepuk tangan dari karyawan menyambut kedatangannya.
Kepala koki menghampiri Anthony sambil berkata, "Saya sangat senang bisa bekerja denganmu, Ton. Terimakasih, berkatmu kami semua terhindar dari amukan pengunjung."
"Iya Ton, aku juga senang,"
"Aku juga senang, ternyata otakmu tidak kalah cemerlang dengan wajah yang kau miliki,"
"Tony ... Tony!!"
Mereka mengeluarkan pendapat mereka masing-masing, banyak dari mereka menyambutnya dengan senyuman dan tepuk tangan.
"Tidak, ini berkat kalian juga yang sudah bekerja keras. Selamat untuk kalian semua," jawab Anthony tersenyum.
Mereka pun menghampiri Anthony dan berebut untuk memeluknya. Karyawan shift siang sudah mulai berdatangan, kebetulan suara riuh itu terdengar sampai ke telinga Junet. Dia semakin membenci Anthony melihat staff dapur begitu akrab dengannya.
Bangunan dapur itu terletak di sisi kanan jalan yang bangunannya memanjang ke samping. Di depan dapur terdapat jalan yang muat untuk 2 mobil, jika diturut akan sampai di parkiran luas yang disediakan oleh restoran untuk tamu pengunjung.
Bagian depan dapur dibiarkan terbuka dari pinggang sampai ke dada, sengaja di Design untuk memudahkan pekerjaan mereka. Apabila makanan sudah siap, pramusaji akan mengambil makanan melalui bagian yang terbuka itu untuk diantar ke tamu restoran.
"Mereka sedang ngapain, seperti ada perayaan saja?" tanya Dodit, dia jongkok untuk melihat keadaan dapur dari depan.
Junet berjalan begitu saja, dia tidak menghiraukan pertanyaan Dodit. Dia langsung menuju ke ruang absen yang melewati ruang manager.
Melihat ruang manager, Junet jadi teringat kejadian waktu bersama Narwan.
"Kamu tadi siapa namanya?" tanya Narwan.
"Saya Junet Pak," sahut Junet.
"Iya Junet. Saya tahu kamu melakukan itu dengan sengaja," ucap Narwan.
Junet tampak gelisah, dia takut hukumannya akan bertambah lagi. Narwan tahu kegelisahan yang dialami Junet.
"Tenanglah, saya tidak akan menambah hukumanmu. Justru saya akan mendukungmu, teruslah kau ganggu Anthony sampai dia tidak betah kerja disini," terang Narwan.
Junet terkesiap, apa dia tidak salah dengar tentang ucapan Narwan barusan. Dia pun memastikannya lagi, lalu dia bertanya.
"Maksud bapak? Saya boleh mengganggu Anthony tanpa takut mendapatkan hukuman?"
"Iya betul, kalau butuh apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi saya," ucap Narwan tersenyum.
Junet pun ikut tersenyum, ternyata orang seperti pak Narwan juga tidak menyukai Anthony.
"Junet!!! Hei!!" panggil Dodit sambil menepuk pundaknya.
Junet pun tersadar dengan pukulan yang dia dapat dari Dodit, dia sangat tersinggung.
"Apain sih, Lu?? Kamu ngajak berantem ya!!!"
"Eitss!!! Tenang dulu. Kamu lihat tidak banyak karyawan lain yang mengantre di belakangmu ingin absen juga!!! Kamu sedang memikirkan apa sih?" tanya Dodit penasaran.
Terdengar suara protes karyawan yang sudah lama mengantre, baru Junet mau menyingkir dari mesin analog absen itu.
Junet menarik Dodit ke depan gudang, lalu dia memastikan kalau sudah tidak ada orang di sekitar sana barulah dia berbicara.
"Dot, dengarkan. Aku disuruh pak Narwan untuk mengusik Anthony sampai dia keluar sendiri dari restoran. Jadi kamu harus membantuku!!" jelas Junet.
"Hah!!! Serius!! Kenapa pak Narwan menyuruhmu melakukan itu?? Apa alasannya?" tanya Dodit.
"Aku tidak tahu alasan pastinya. Yang paling penting buatku adalah bisa mengerjai Anthony sampai puas tanpa takut dipecat," beber Junet.
"Wahh!!! Enak sekali! Kalau sudah begitu, aku jadi tidak ada pilihan lain. Senang rasanya bisa mendapatkan dukungan dari orang penting seperti pak Narwan," ungkap Dodit.
"Ayo kembali!!!" ajak Junet.
Mereka kembali ke depan untuk bekerja, dia tidak sadar bahwa di gudang tersebut ada Vanya yang sedang memeriksa barang rusak di dalamnya. Dia membuka pintu gudang lalu keluar.
"Apa alasan pak Narwan membenci Anthony?" gumam Vanya.