Anthony sedang melihat nenek menjahit bajunya yang sobek. Karena di rumah nenek tidak ada televisi, setelah pulang kerja makan malam sama nenek, duduk bersantai di teras lalu tidur dan begitu saja setiap hari. Hari ini tidak seperti biasanya, Anthony bisa mengobrol banyak dengan neneknya. Kadang kalau malam sudah menjelang, nenek akan tidur lebih dahulu.
"Selama kepergian kakek, apa nenek merasa kesepian?" tanya Anthony, dia melihat neneknya yang sudah tidak muda lagi.
"Yah bisa dibilang begitu, makanya nenek mencari kesibukan dengan memelihara ayam, atau menanam sayur di kebun. Berkat itu nenek bisa melaluinya sampai sekarang, kini nenek senang di hari tua ada kamu yang datang menemani nenek," ungkap Yasmini.
"Kenapa nenek tidak tinggal bersama mama di kota?" tanya Anthony lagi.
"Tidak Anthony. Nenek lebih suka di desa, hidup nyaman tanpa ikut perlombaan orang kota untuk memamerkan kekayaannya," terang Yasmini, dia memotong benang yang sudah selesai dipakai untuk menjahit baju.
Anthony memikirkan perkataan nenek yang ada benarnya, dulu dia pernah merasakan sebagai orang kota. Dan memang kekayaan harta menjadi tolak ukur untuk bergaul, serta prioritas di beberapa bidang, bahkan disegani.
"Apa nenek tidak punya uang?? Baju itu sudah robek, Nek. Kenapa tidak beli yang baru saja?" tanya Anthony lagi.
"Baju nenek masih bisa dipakai, kenapa harus beli baru kalau masih berguna,"
"Tumben hari ini kamu bawel sekali!! Kamu kenapa, Ton. Ada masalah?" tanya Yasmini.
"Hehe!! Sedikit, Nek. Seperti kata nenek, orang kota kaya suka main atur hidup orang-orang seperti aku, Nek,"
"Aku berteman dengan seseorang di tempatku bekerja, dia posisinya sebagai manager. Tapi sama atasanku dan yang lain menyuruh untuk menjauhi temanku manager itu, Nek," ungkap Anthony tidak terima.
"Temanmu Wanita atau pria?" tanya Yasmini.
"Wanita Nek, dia istri dari pemilik restoran di tempatku bekerja," ungkap Anthony.
"Astaga Ton!! Pantas saja kamu disuruh menjauhinya, kamu jangan ngawur!!! Nenek pun tidak setuju dengan hubungan kalian!!" protes Yasmini.
"Tapi Nek dia ...," timpal Anthony.
"Sudah, Nenek mengantuk. Bagaimanapun juga kamu harus tahu batasannya, Ton," potong Yasmini mengakhiri percakapan itu, dia berjalan menuju kamar.
Anthony pun juga melakukan hal yang sama, dia merebahkan diri ke ranjang. Lalu dia memikirkan perkataan Narwan dan neneknya, sebenarnya Anthony sendiri tahu kalau niatannya untuk merebut Vanya itu tidak dibenarkan.
Tapi jika ingat wajah Vanya yang menahan penderitaan itu membuat hati Anthony bergejolak, dia mempunyai keinginan untuk membebaskannya. Bahkan dia rela demi apapun, dorongan itu semakin kuat dengan seiring berjalannya waktu.
"Hah!!! Kenapa semua orang tidak ada yang mendukungku??" gumam Anthony sedih, sedikit rasa kegelisahan merayapi perasaan Anthony.
Anthony memikirkannya sambil memejamkan mata, tidak terasa kegelisahannya sampai terbawa ke alam mimpi.
Hari sudah pagi, Anthony sudah berada di restoran. Pagi itu dia membersihkan restoran seperti biasa, sampai semua karyawan yang masuk shift berdatangan kecuali Vanya. Dua hari ini dia tidak masuk kerja, membuat Anthony tidak berhenti memikirkan Vanya.
Anthony sedang mengepel lantai Hall dengan melamun, sampai Junet berulah pun dia belum menyadarinya.
Junet yang tidak suka Anthony itu, dia pakai kesempatan tersebut untuk ingin mengerjai Anthony.
Junet melihat ada kubangan air yang tidak jauh dari tempatnya berada, dia mencelupkan alas sepatu, kemudian dia berjalan di lantai yang baru saja dibersihkan Anthony.
Alhasil bentuk sepatu dari lumpur itu tertinggal di lantai, disaat Anthony mau berpindah ke tempat selanjutnya, dia kaget melihat lantai yang baru dia bersihkan itu kembali kotor. Malah lebih parah, dia harus menyapu barulah dia mengepelnya lagi.
"Siapa yang berjalan di Hall! dengan sepatu kotor itu? Apa ada yang ingin mencari masalah denganku?" gumam Anthony yang belum sadar juga Junet bersembunyi di belakang tiang penyangga gedung sebesar manusia dewasa.
Anthony tidak mau ribut, dia berniat membersihkannya lagi dari awal dan terakhir mengulangi mengepel lantai lagi. Ketika Anthony membalikkan badan untuk mengambil peralatan, dia melihat Junet sengaja berjalan di lantai yang bersih itu.
Anthony sudah hilang kesabaran, dia melempar alat pel itu ke arah Junet. Junet yang marah itu mendekati Anthony dengan kaki kotornya. Dan lagi lantai yang bersih itu kembali kotor, bahkan lebih banyak daripada sebelumnya.
"Kenapa Lu?? Mau ngajak ribut?" tanya Junet menantang.
"Lu yang memulai. Matamu buta ya, lantai baru saja dibersihkan main lewat saja dengan sepatu penuh lumpur seperti itu!!!" geram Anthony.
"Sini pukul kalau Lu kesal, cepat!!!" seru Junet sambil menyodorkan pipinya.
Sapu ijuk pun melayang, bagian ijuknya yang kotor itu menimpuk pipi Junet mengenai mata dan mulutnya.
Junet naik pitam, dia berteriak, "Dasar Kacung Ijo. Berani-beraninya kamu melempariku sapu!!"
"Eits!!! Lu jangan fitnah, yang melempar sapu itu adalah aku orangnya," seru Jarot yang datang dari balik punggung Anthony, dia sama marahnya dengan Junet ketika Anthony dikerjai seperti itu.
"Ahh lu Ton. Kelamaan, kamu jangan terlalu sabar menghadapi pria brengsek itu!!!" usul Jarot memprotes tindakan Anthony.
Pertengkar mereka ini menarik perhatian karyawan lain. Adu tinju pun sudah tidak terelakkan lagi. Salah satu karyawan yang datang untuk melapor ke Narwan, setelah berita itu sampai ke telinga Narwan, dia keluar ruangan untuk melihatnya sendiri.
"Berhenti kalian!!!" teriak Narwan.