Hari pernikahan Vanya dan Purnomo telah tiba, Purnomo menggelar acara mewah di sebuah gedung pertemuan. Acara itu dihadiri oleh teman pejabatnya, dan semua teman relasi Purnomo diundang. Ijab qobul sudah dilaksanakan pagi pukul 10.00, sekarang waktunya pesta perayaan pernikahan.
Purnomo dengan jas hitam sangat percaya diri menyambut tamu undangan, tidak lupa dia menyunggingkan senyuman yang lebar.
"Mana istrimu, Pur. Katanya gadis muda ya?? Aku iri sekali kepadamu!! Bagaimana kamu bisa membujuk istri pertamamu?" tanya salah satu teman Purnomo bekerja sebagai pejabat juga.
"Hehe.. contohlah diriku, aku membelikan emas berlian untuk membujuk istriku. Wanita mana tidak luluh hatinya," ungkap Purnomo, dia menyombongkan keberhasilannya.
"Ohhh!! Begitu. Ayo kita coba ke istri kita," ucap salah satu teman Purnomo yang tertarik.
Mereka dengan naifnya percaya dengan perkataan Purnomo, padahal dibalik rencana itu berhasil karena berkat istri Purnomo yang menyadari kekurangannya. Itu pun dengan syarat.
Di tengah pusat perhatian temannya, Purnomo teringat syarat yang diberikan Anita beberapa minggu yang lalu.
"Syaratnya apa, Sayang?" tanya Purnomo.
"Aku mau wanita itu melahirkan seorang putra, jika dia tidak kunjung hamil, segera ceraikan dia dan lagi aku mau dia tinggal bersamaku,"
"Tidak boleh membelikan dia rumah dan fasilitas lainnya, bagaimana setuju?" ungkap Anita.
"Baiklah, Sayang,"
Purnomo waktu itu menyanggupinya, karena dia tidak mau gagal mempersunting Vanya.
"Pur!! Purnomo!!! Hari bahagia kok melamun saja!!"
Sindiran dari temannya itu menyadarkan Purnomo, disaat bersamaan Vanya datang dari belakang mengenakan gaun pengantin yang sangat cantik dan mewah.
"Wah jadi dia!!! Memang cantik sekali, apalagi lekuk tubuhnya itu. Benar-benar beruntung bisa menikah dengannya," kata salah satu temannya.
Purnomo datang menyambut istri mudanya, tidak ada sedikit senyum yang tersungging di bibir Vanya. Namun, paras cantiknya tidak berkurang sedikit pun, Vanya tetap menawan.
Para istri tamu pejabat menyayangkan perbuatan Vanya, karena dia lebih memilih pria tua daripada laki-laki muda yang gagah.
"Lihat itu istrinya, pasti dia hanya mau mengeruk harta pak Purnomo," ucap Ibu yang bergaun merah.
Ibu yang bergaun hijau juga menimpalinya, "Halah!! Kemungkinan dia bertemu wanita itu di klub malam. Tidak salah lagi, pasti dia mengincar hartanya doang."
Para ibu yang lainnya juga setuju, mereka memandang jijik ke arah Vanya. Vanya yang mendengar omongan mereka itu tidak peduli, yang terpenting bagi dia adalah bebas dari keluarga Kencana.
Sedangkan Anita memilih keluar bersama teman-temannya, dia tidak sanggup melihat suaminya menikah lagi.
Murti dan Sonya duduk di sebuah kursi yang mejanya penuh dengan hidangan enak khas pengantin. Anak lelaki mereka juga ikut menghadirinya, dia adalah Dylano Kencana.
"Mi!!! Lihat itu kak Vanya," seru Dylano.
Dylano yang berumur 10 tahun itu berlari dengan polosnya menghampiri Vanya di tengah kerumunan para teman relasi Purnomo. Dylano menarik tangan Vanya untuk mendapatkan perhatiannya dan berkata,
"Kak Vanya tersenyumlah!!! Kakak cantik sekali pakai gaun itu. Mana kakak iparku, Kak?"
Vanya membungkuk untuk mengimbangi tinggi adiknya, lalu dia merapikan baju jas yang dikenakan Dylano.
"Dylano, mami dan papi mana? Kamu sudah makan?" Vanya tidak menjawab pertanyaan Dylano, dia balik bertanya.
"Mami ada disana Kak, aku sudah makan banyak. Kenapa kak Vanya kelihatan sedih? Mana kakak iparku, aku ingin memberitahunya sesuatu,"
Sekali lagi Dylano bertanya tentang kakak iparnya, Vanya yang menghindari pertanyaan adiknya itu terpaksa berbohong. Sebelum Vanya membuka mulutnya, Purnomo yang menjawab pertanyaan Dylano.
"Aku adalah suami kakakmu. Anak kecil sepertimu jangan ikut campur, pergi sana!!!"
Purnomo tampak menahan amarahnya, sedangkan Dylano menangis melihat wajah Purnomo yang seram, lalu dia berlari menuju orang tuanya.
Tangisan Dylano banyak menarik perhatian para tamu undangan, teman yang berada dekat Purnomo juga ingin tahu kenapa anak kecil tadi menangis.
"Anak itu kehilangan ibunya,"
Purnomo menjelaskannya tanpa menunggu mereka bertanya. Vanya yang melihat kelakuan kasar Purnomo, semakin jengkel dengannya. Purnomo menawarkan bantuan untuk membantunya berdiri, tapi Vanya memalingkan muka dan berdiri sendiri.
Acara pernikahan itu sudah selesai 1 jam sebelumnya, Vanya kini sudah berada di rumah Purnomo. Tampak Anita tidak pulang ke rumah, dia memilih untuk menginap di rumah temannya.
Purnomo sudah bersiap di kamarnya, dia sudah tidak sabar menikmati kemolekan tubuh Vanya. Vanya senang hari ini dia haid, tapi alasan itu menurutnya masih kurang, karena tetap saja dia akan disentuh dengan Purnomo.
"Hufft!!! Apa yang harus aku lakukan?" Vanya bergumam di dalam kamar mandi sambil menghela napas panjang.
"Vanya Sayang!!! Sudah belum ganti bajunya??? Cepat keluar lah!!!" bujuk Purnomo.
Vanya dengan malas keluar kamar mandi, dia masih belum menemukan cara untuk terlepas dari sentuhan Purnomo.
Vanya mengenakan piama setelan celana panjang, lalu keluar dengan langkah gontai menuju kamar. Purnomo sudah menunggunya di depan pintu kamar mandi.
"Ayo Sayang, kita lanjutkan rangkaian acara berikutnya, yaitu malam pertama. Hehe!!" ucap Purnomo menyeringai.
Ihhh!!! Jijik sekali senyuman birahinya, batin Vanya. Dia bergidik dan melempar pandangan ke penjuru kamar, dia melihat Wine masih di dalam kotaknya. Tanpa pikir panjang dia mengambil kotak tersebut.
"Kamu mau kemana? Masih malu ya? Ayo!!! Cepat buka bajumu, Sayang," pintanya masih dengan suara lembut.
"Maaf, aku tidak akan melakukannya. Aku sedang haid," jawab Vanya.
"Haduh!!! Kenapa waktunya tidak tepat sekali!!!" seru Purnomo, dia sedikit kesal.
Wine yang dipegang Vanya, langsung dia sambar dan ditegak. Saking kesalnya Purnomo tidak mengikuti cara minumnya.
Bagus!!! Teruslah minum sampai mabuk. Mudah sekali membuatnya marah, apa seterusnya aku memancing emosinya??? Agar tidak terjamah olehnya, batin Vanya.
Purnomo sudah mendekati Vanya, dia mendorong kasar sampai Vanya terjatuh di ranjang. Vanya sangat ketakutan, dia berharap agar alkoholnya cepat merasuk.
Vanya tengkurap untuk melarikan diri, dia kalah cepat dengan Purnomo, lalu menindihnya.
"Jangan Om!!! Sadarlah aku tidak bisa melakukannya!!" ucap Vanya dengan suara bergetar.
Purnomo tidak menghiraukan, dia mendekatkan wajahnya. Bau alkohol tercium kuat sekali, ketika Purnomo semakin dekat dengannya. Purnomo jatuh tidak sadarkan diri, dia baru mabuk dibawah pengaruh Wine.
Sebelum Purnomo jatuh, Vanya mendorong kuat tubuh Purnomo sampai terlempar jatuh ke sebelahnya. Dengan cepat Vanya melepaskan diri, lalu keluar kamar dan menutup pintu.
Kemudian dia bersandar di tembok sampai terduduk di lantai, sambil menangis ketakutan. Walau malam ini dia berhasil lolos, dia akan menghadapi malam-malam selanjutnya.
Anita pulang ke rumah karena semua temannya tidak bisa memberi tumpangan untuknya, dia berencana tidur setelah sampai. Kamar tamu yang baru dia bersihkan itu, akan dia tempati. Letak kamar tamu persis di sebelah kamarnya yang dulu, dia harus sering pulang larut malam untuk menghindari cumbuan suara yang mungkin ditimbulkan suaminya.
"Hufstt!!! Semoga mereka sudah tertidur!!!" gumam Anita menghela napas berat sambil berjalan menunduk.
"Astaga!!! Apa yang kamu lakukan?" tanya Anita.
Dia melihat heran ke arah Vanya yang menangis di tembok luar kamar. Di dalam hati Anita berkata, wanita ini masih muda dan cantik, kelihatannya sangat sedih . Apa dia terpaksa menikah? Kasihan sekali!!!
Hari sudah mulai pagi, mereka bertiga berkumpul di ruang makan. Purnomo, Vanya dan Anita mereka makan dalam diam.
Purnomo tidak ingat sama sekali setelah dia meminta Vanya untuk melepas bajunya. Apa aku sudah melakukannya? Ahhh!!! Aku harus segera berangkat, hari ini adalah pemilihan anggota perombakan kabinet, Batin Purnomo.
***
Di sebuah ruang rapat para pejabat negara berkumpul, mereka sedang membicarakan pengganti anggota yang dirombak salah satunya adalah Murti Kencana.
Setelah melalui musyawarah yang alot, Murti Kencana dan 5 anggota lainya berhasil naik jabatan menggantikan anggota kabinet tersebut.
Akhirnya aku sampai juga di kedudukan ini, memang tidak salah aku menikahkan Vanya dengan pak Purnomo, batin Murti dengan senyum penuh kemenangan.
Murti kejam sekali, apakah dia tidak berperasaan?