Chereads / Jeratan Sang Mantan / Chapter 25 - Bab 35. Rumit

Chapter 25 - Bab 35. Rumit

Rudi mengusap tangan istrinya, namun tiba-tiba sosok yang sangat ia kenal muncul di tengah-tengah mereka.

Seorang wanita cantik yang membuat wajah Rudi memerah karena menahan amarah. Iya Sarah ternyata datang dengan menjenguk Asti, dia membawakan sebuah buket bunga dan sekeranjang buah-buahan.

Asti yang menyadari kedatangan Sarah langsung tersenyum senang, tapi tidak dengan Rudi. Pria itu nampak gusar dan gelisah. Dia lalu berjalan menuju sofa yang berada di samping ranjang ruang inap tersebut.

"Bagaimana keadaan kamu, Asti?" tanya Sarah lembut sambil meletakkan keranjang buah ke atas nakas kecil di dekat sofa yang di duduki Rudi.

Rudi merasa risih, ketika Sarah mencuri pandang kepadanya sesaat setelah meletakan keranjang buah yang dia bawa.

Tatapan mata Sarah seakan menusuk seperti pisau belati yang baru diasah. Tajam dan menyakitkan jika tergores ke kulit.

Rudi memalingkan wajahnya, dia enggan melihat tatapan itu terlalu lama.

"Aku sudah mulai pulih, terima kasih kamu sudah mau datang menjengukku." Suara Asti terdengar lirih, dia mencoba untuk duduk di atas ranjangnya.

Sementara itu Rudi yang sedang duduk di sofa terlihat sedang memainkan gawainya sambil sesekali mencuri pandang ke arah dua wanita tersebut.

Sarah lalu duduk di kursi kecil yang menghadapkan langsung kepada Asti.

"Maafkan aku, Sarah. Gara-gara kejadian ini, kerjasama kita sedikit tertunda."

"Sudahlah, itu bisa kita bicarakan lagi nanti. Untuk saat ini kesehatan kamu yang utama, kamu harus segera sehat dan bangkit dari keterpurukan."

"Iya, semoga aku bisa melewati semua cobaan ini." Asti menangis tersedu di akhir kalimat yang dia ucapkan, lalu Sarah segera memeluknya.

Rudi yang melihat pemandangan itu, merasa tambah gelisah. Dirinya merasa sangat tidak nyaman berada di antara dua wanita yang mengisi kehidupannya saat ini. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari ruangan rawat inap itu, dia berniat untuk mencari udara segar sambil berharap Sarah tidak berbicara macam-macam.

"Rudii!"

Terdengar suara teriakan seorang wanita memanggil namanya, ternyata Vena.

Seperti Sarah tadi, Vena juga menenteng sekeranjang buah segar di tangan kanannya.

"Bagaimana keadaan Asti? Apa dia sudah pulih?" tanya Vena saat dirinya sudah mendekat ke arah Rudi.

"Asti sudah mulai membaik, kemungkinan besok sudah bisa pulang." Rudi tampak lesu saat menjawab pertanyaan Vena barusan. Wajahnya tercermin jelas ada kesedihan sekaligus kecemasan yang diembannya.

Menyadari hal itu, Vena mencoba menyemangati Rudi. Walaupun Vena juga masih kesal terhadap Rudi, namun Rudi juga pasti sedang dalam fase terpuruk.

"Ayo, antar ke kamar Asti."

Mereka berjalan beriringan menuju kamar inap yang di tempati oleh Asti.

"Disana ada teman baru Asti yang sedang menjenguk," ucap Rudi.

Vena tampak heran mendengar hal itu, sejak kapan Asti memiliki teman selain dia.

"Teman? Aku baru mengetahuinya. Sejak kapan Asti memiliki teman baru?"

"Aku juga baru mengetahuinya, nanti juga pasti akan Asti memperkenalkannya kepadamu."

Vena mengerutkan dahinya, dia merasa bingung. Karena sampai saat ini, banyak hal yang baru dia ketahui tentang sahabatnya itu. Bukannya dulu dia akan menjadi orang pertama yang lebih dulu mengetahui setiap hal yang menyangkut tentang Asti. Namun sekarang berbeda, Vena seperti orang asing yang tidak mengetahui apa-apa.

"Kenapa Asti berubah seperti ini?" tanya Vena dalam hati.

Sesampainya di ruang rawat inap yang di tempati Asti, dengan perlahan Rudi membukakan pintu ruangan itu dan mempersilakan Vena untuk masuk.

Terlihat Asti sedang tertidur di atas ranjang, sedangkan Sarah duduk di atas sofa sambil memainkan ponselnya.

"Oh, kamu sudah kembali?!" tanya Sarah kepada Rudi.

Vena menatap ke arah Sarah, dia yang merasa tidak asing dengan sosok wanita itu.

"Iya, terima kasih kamu sudah menemani Asti," jawab Rudi canggung.

Sarah lalu bangkit dari duduknya, dia berdiri sambil menenteng tas di tangan.

"Perkenalkan, aku Sarah." Sarah mengulurkan tangannya hendak bersalaman ke arah Vena yang tampak diam mematung sedari tadi.

Vena langsung menggapai tangan Sarah, sambil memaksan bibirnya untuk tersenyum.

"Aku Vena, sahabat Asti."

"Baiklah, aku permisi pulang. Sampai jumpa, Rudi." Sarah mencoba memprovokasi Rudi di depan Vena, dia sengaja melakukan hal itu untuk membuat Vena curiga terhadapnya. Dia sengaja melakukan hal itu, karena dia merasa Vena lebih peka daripada Asti. Dan membuat pembalasan dendam ini menjadi semakin menarik.

Sarah melangkahkan kaki dengan ringan, dendamnya akan segera terbalaskan. Semua rencana yang sudah dia buat sepertinya akan berjalan dengan lancar.

***

Rudi tertunduk lemas di atas sofa, sedangkan Asti masih tertidur lelap. Mungkin karena pengaruh obat.

Vena berjalan menghampiri Rudi kemudian duduk di sampingnya.

"Entah kenapa saat bertemu Sarah, aku merasakan perasaan yang tidak enak."

"Mungkin hanya perasaanmu saja," jawab Rudi mencoba menutupi.

"Tidak, instingku sangat kuat jika mengenai hal ini. Aku tidak terima jika ada yang menyakiti Asti lagi."

Dahi Rudi mengernyit sambil menatap Vena bingung.

"Cukup oleh kamu Asti tersakiti, segeralah kamu bertobat dan sadar atas perbuatanmu selama ini. Dia sudah menanggung penderitaan semuanya sendiri, namun dia memilih untuk tetap bertahan untuk terus bersamamu."

Rudi tampak tersinggung dengan ucapan Vena barusan,

"Maksud kamu apa? Kamu beranggapan jika selama ini aku menyakitinya? Aku sudah berubah tidak seperti dulu! Asti juga sudah memaafkan ku dan kita sepakat untuk memulainya lagi dari awal!"

"Semoga kamu bisa mempertanggungjawabkan semua perkataanmu barusan. Aku akan selalu mengawasi kamu, Rudi!" ancam Vena.

Rudi tersenyum sinis, dan menanggapi lagi ucapan Vena lagi.

"Yang harus kamu peringati adalah ibu Retno, tadi dia membawa seorang pria kesini. Dan bisa kamu tebak, siapa yang dia bawa?!"

"Randy? Ibu Retno datang bersama Randy?" tanya Vena menegaskan, kedua matanya membulat seolah tidak percaya dengan apa yang Rudi katakan barusan.

"Iya, dan saat Asti mengetahui jika kekasih ibunya adalah mantan kekasihnya dulu, kondisi tubuhnya langsung menurun."

"Kasihan, Asti." Vena menatap sahabatnya yang masih tertidur pulas.

"Berarti Ibu Retno juga sudah mengetahui jika Randy adalah mantan kekasih anaknya?"

Rudi menggelengkan kepalanya, seraya berkata,

"Tidak, Asti mencoba menutupinya. Dan aku kesal saat melihatnya."

"Kenapa jadinya semakin rumit seperti ini?" Vena menunduk, dan tanpa dia sadari air matanya menetes. Dia merasa betapa kuatnya sahabatnya itu, semua masalah datang secara bertubi-tubi. Ditambah lagi dia harus mengalami keguguran disaat rumah tangganya diambang kehancuran.

"Semoga kamu tetap kuat, Asti." Doa Vena di dalam hati untuk sahabatnya itu.

"Vena? Itu kamu?" terdengar suara Asti memanggil.

Mendengar namanya di panggil, Vena langsung menghampiri Asti yang masih tergolek lemas.

"Iya ini aku, bagaimana keadaan kamu? Kamu butuh apa? Nanti aku ambilkan," cecar Vena.

"Terima kasih kamu sudah menjengukku," ucap Asti sambil tersenyum.

"Kamu mau apa? Ayo tinggal sebutkan, aku kan mengambilkannya," tanya Vena lagi dengan suara bergetar menahan tangis.

"Kenapa kamu menutupi semua permasalahan kamu, bahkan kepadaku yang merupakan sahabatmu satu-satunya. Aku sebagai sahabat seakan tidak berguna sama sekali," ucap Vena sambil menangis tersedu.

Rudi yang masih berada di ruangan itu, hanya menjadi penonton saja.