Retno akhirnya putus asa, dia melemparkan ponselnya secara sembarang di atas kasur hingga hampir terjatuh. Untungnya dengan sigap mbok Yum meraih ponsel milik Retno lalu menaruhnya di atas meja.
Wanita yang berusia empat puluhan tahunitu merebahkan lagi tubuhnya di atas ranjang sambil menutupi wajah hingga kakinya dengan selimut.
Melihat hal itu, mbok Yum seperti mendapatkan kesempatan. Diam-diam dia mengambil ponsel milik Retno lalu menggulirkan layarnya untuk mencari nomor kontak Randy,
"dapat," seru mbok Yum di dalam hati. Dengan cepat dia mencatat nomor kontak Randy pada poselnya, lalu mbok Yum menaruh kembali ponsel Retno di tempat semula dan Retno pun tidak menyadari akan hal itu.
Tiba-tiba ponsel Retno berbunyi, mbok Yum dan Retno kaget berbarengan.
Retno langsung melemparkan selimut yang tadi dia gunakan dan langsung meraih ponselnya yang baru saja ditaruh oleh mbok Yum.
Jantung mbok Yum berdegup kencang seperti sedang lari maraton, dia takut perbuatannya barusan diketahui oleh majikannya itu.
Raut wajah Retno tampak kecewa, saat mengetahui jika yang menghubunginya ternyata bukan orang yang dia harapkan.
"Iya As, bagaimana keadaan kamu di sana?" tanya Retno dengan nada yang dibuat ceria.
"Ibu jangan berpura-pura, aku tahu sekarang ibu sedang sakit kan?!" suara Asti terdengar marah. Begitulah cara Asti mengutarakan kekhawatirannya.
"Kenapa ibu selalu membuat aku khawatir? Aku mohon ibu, jangan menambah beban pikiranku lagi!" dengan suara bergetar Asti membeberkan semua kekesalan yang dia rasakan terhadap ibunya selama ini. Ditambah lagi ketika Asti mengetahui tentang hubungan ibunya dengan mantan kekasihnya, sehingga kekesalan dalam hati Asti semakin membara.
Retno hanya terdiam tanpa berkata, dia menyadari jika selama ini semua tindakannya membebani putrinya.
"Maaf," ucap Retno lirih.
"Sudahlah, lebih baik ibu istirahat supaya cepat pulih. Jika ibu membutuhkan sesuatu, ibu panggil Rudi saja." Setelah mengucapkan hal itu, Asti langsung mematikan sambungan teleponnya.
Retno terdiam lagi, dia mencoba merenungi dengan semua yang terjadi. Namun batinnya bergejol saat ingatannya kembali kepada Randy yang kini sudah tidak menjadi kekasihnya lagi.
Mbok Yum menepuk pundak Retno pelan, dan membuat Retno terjaga dari lamunannya.
"Saya mau izin makan dulu di kantin, jika nanti ibu membutuhkan sesuatu tinggal telepon saya saja." Mbok Yum pun pamit sebentar, lalu meninggalkan ruang inap yang di tempati oleh Retno.
Saat sudah sampai kantin yang mbok Yum gegas mengeluarkan ponselnya kemudian langsung mencari nomor kontak Rudi dan segera meneleponnya.
"Iya mbok Yum," terdengar suara Rudi di ujung telepon.
"Iya mas, mbok Yum mau laporan. Ini mbok Yum mau mengirimkan kontak 'Randy', di kirim sekarang ya mas?!"
"Oh iya, kirim saja sekarang mbok."
"Siap, mas."
"Makasih mbok, tapi bagaimana keadaan ibu?" tanya Rudi cemas.
"Ibu sudah siuman mas, tadi juga mbak Asti menelepon ibu. Sepertinya mereka bertengkar lagi, mas."
"Mungkin Asti khawatir pada kondisi ibunya, ya sudah mbok tolong jaga ibu dan terima kasih untuk bantuannya."
Setelah menutup sambungan teleponnya, Rudi gegas menghubungi nomor kontak Randy yang baru saja dikirimkan oleh mbok Yum.
Namun, "nomor yang di tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan." Malah kata-kata itu yang Rudi dengar.
"Sialan, nomornya malah tidak aktif!" teriak Rudi kesal. Rudi tidak menyerah, dia kemudian menuliskan pesan untuk Randy agar segera menghubunginya kembali.
"Semoga si bajingan itu segera menghubungiku!" Nampak jelas raut wajah Rudi yang menyiratkan kebencian. Sambil duduk di kursi kerjanya, pandangan pria itu menyebar ke atas plafon.
"Ternyata benar dunia ini hanya selebar daun kelor, terbukti pada saat ini. Semua masa lalu kita berkumpul lagi pada waktu bersamaan. Apa rumah tangga aku an Asti di ambang kehancuran?!" Rudi mengurut dahinya yang terasa pening, dia merasa sesak dengan semua masalah yang datang bertubi-tubi terhadap dirinya dan juga keluarganya.
Saat sedang bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba ponselnya berbunyi karena ada panggilan telepon yang masuk. "Sarah, mau apa lagi dia?" tanya Rudi kesal sambil mematikan ponselnya karena dia merasa lelah untukenghadapi Sarah. Terlebih lagi Rudi takut jika nanti Asti mengetahui hal itu karena saat ini Sarah sedang tinggal bersama istrinya di Paris.
"Hidupku semakin rumit, Tuhan!"
***
Sementara di benua lain, Sarah tampak begitu kesal karena untuk kesekian kalinya Rudi mengabaikannya lagi. Padahal ketika Sarah menghubunginya, dia sedang berada di situasi di mana Asti sedang tidak bersamanya. Namun seperti tadi, Rudi tidak mau menjawab panggilan telepon darinya dan itu membuat Sarah semakin kesal.
Hingga secara tiba-tiba dia merasakan keram pada perutnya dan langsung mengerang kesakitan. Sialnya saat ini, di apartemennya sedang tidak ada orang. Asti sedang pergi ke suatu tempat untuk pekerjaannya nanti. Dan Sarah hanya bisa menahan rasa sakit itu sendirian. "Apa aku akan melahirkan di sini?"
Rasa panik langsung menyeruak dalam dirinya, mau tidak mau dia harus menghubungi Asti untuk segera pulang dan menolongnya.
Sarah merebahkan badannya di lantai, dia sudah tidak sanggup untuk mengangkat tubuhnya ke atas ranjang.
"Asti, tolong aku." Hanya kata-kata itu yang terucap dari mulut Sarah, dia langsung pingsan setelah teleponnya dengan Asti tersambung.
Asti yang mendapatkan panggilan tersebut seketika panik, dia meminta izin untuk pulang sebentar karena ada hal darurat yang terjadi pada temannya.
Setelah memastikan semuanya tidak ada masalah, Asti gegas pulang menuju apartemennya dengan menggunakan taksi.
Sesampainya di apartemen, Asti mendapati Sarah sudah tergolek lemah di lantai. Lalu Asti menghubungi layanan ambulans untuk bisa membawa Sarah ke rumah sakit.
Setelah sampai di rumah sakit yang letaknya hampir berdekatan dengan apartemennya, Sarah langsung ditangani oleh seorang dokter kemudian di bawa ke ruang rawat inap. Sedangkan Asti menunggu di luar ruangan menunggu pemeriksaan selesai.
"Apa kata dokter?"
"Katanya aku hanya kurang darah. Mereka akan memberikanku vitamin, dan setelah infus ini habis aku sudah boleh pulang." Wajah Sarah masih terlihat pucat dan terlihat selang infus tertancap di tangan kirinya.
"Syukurlah bukan masalah besar, tapi kamu yakin besok akan ikut geladi bersih untuk acara kita?" tanya Asti lagi. Dia khawatir mengenai acara peragaan busana besok, masalahnya acara besok adalah penentuan mengenai kerjasamanya besok dengan butik yang berada di Paris.
"Besok sepertinya aku sudah kuat. Tenang saja, setelah meminum vitamin itu aku akan sehat kembali." Sarah masih terkulai lemah di atas ranjang, dia merasa bersalah karena gara-gara keadaannya bisa sangat menghambat projectsnya.
Pukul lima sore Sarah sudah diizinkan pulang oleh pihak rumah sakit ditemani oleh Asti. Saat mereka sedang berjalan di koridor rumah sakit, terlihat dari arah berlawanan seorang pria sedang berlari cepat hingga tanpa sengaja menabrak tubuh Asti hingga Asti terjatuh.
Menyadari kesalahannya, pria tadi langsung mengulurkan tangannya untuk menolong Asti yang sudah terduduk di lantai.
"Maaf," ucap lelaki itu dengan bahasa Perancis.
Alangkah terkejutnya Asti, ternyata pria itu adalah sosok yang selama ini ia kenal.